Selalu Menarik, Ini Filosofi Kopi Menurut Dua Generasi

Penulis: Lia Istifhama*


Hingga saat ini kopi menjadi varian kuliner yang paling diminati oleh masyarakat. Banyak event yang mengusung kopi sebagai tema utamanya. Di antaranya adalah Muktamar Kopi Pesantren yang digelar Pesantren Zainul Hasan (PZH) Genggong, Pajarakan, Kabupaten Probolinggo, 12 Februari 2022 yang lalu.

Dalam kesempatan itu hadir Ketua Umum MUI Jawa Timur KH. M. Hasan Mutawakkil Alallah. Tokoh Ulama yang menjadi Man Of The Year Jawa Timur 2021 versi sebuah media online, yang sekaligus paman dari Dokter Kopi, dr. KH. Moh. Harris Damanhuri Romly (Gus Haris) tersebut, menjelaskan tentang filosofi kopi yang direferensikan dengan agama.

“Kopi dalam bahasa Arab berasal dari kata qahwah, yang dalam bahasa Turki, disebut kahveh. Sebutan tersebut merujuk kepada sebuah tanaman yang mengalami proses tertentu untuk dapat dikonsumsi, dan tanaman tersebut yang kita kenal sebagai tanaman kopi. Fakta ini diakui banyak pihak. Diantaranya adalah beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa perkebunan kopi pertama kali memang dari benua Afrika atau di sekitar jazirah Arab.” beber Kiai Mutawakkil.

“Kopi adalah minuman yang dikenal sebagai salah satu minuman yang diistimewakan oleh para Sufi, diantaranya dijelaskan oleh Al Imam Ibnu Hajar Al Haitami, bahwa kopi telah dijadikan oleh Ahli shofwah (orang orang yang bersih hatinya) sebagai pengundang akan datangnya cahaya dan rahasia Tuhan, penghapus kesusahan.” imbuhnya.

“Kesusahan disini adalah kopi mampu membantu menolak rasa ngantuk jika akan beribadah dan menjadikan tubuh bersemangat untuk berdzikir kepada Allah SWT. Dengan begitu, kopi adalah minuman halal yang esensinya untuk menarik Hati untuk semakin beribadah kepada Allah SWT,” Kiai Mutawakkil menambahkan.

Adapun dalam kesempatan tersebut, juga hadir penulis Novel Motivasi Berkisah Tentang Hati, Ning Lia Istifhama. Aktivis perempuan tersebut, sebelumnya juga mengulas filosofi kopi.

Baca Juga  Mendekati Hari Raya Idul Fitri 1443 H, ini Imbauan Ketua MUI Jatim

“Dalam novel saya, saya ungkap tentang makna ‘Kopi Pagi’. Dalam hal ini, kopi merupakan pembuka hati dan penguat motivasi atau semangat diri. Kebaikan kopi inilah yang saya sebut sebagai kebaikan dari sebuah kesederhanaan. Dalam hal ini, kopi, biji demi biji, melebur menjadi satu untuk menyuguhkan aroma wangi dan kegurihan rasa yang dapat dinikmati banyak orang.” tutur Ning Lia.

“Setiap bijinya menyatu dengan setiap biji lainnya. Tidak ada lagi pengkultusan ego individual, karena kopi telah mewujudkan diri sebagai bagian dari keseluruhan kenikmatan kopi yang diseduh semua orang. Dengan begitu, ia, yaitu kopi, telah terlebur dan menyatulah ia dengan biji kopi lainnya. Semuanya sama, yaitu sama-sama menyatu untuk memberikan kebaikan.” imbuh perempuan yang juga Ketua Perempuan Tani HKTI Jawa Timur ini.

Dengan begitu, dua generasi tersebut telah mengulas filosofi kopi dengan sudut berbeda. Menarik, bukan?

 

*Aktivis perempuan dan pegiat literasi di Jawa Timur

 

Baca Juga

Perebutan Suara Milenial dan Pergeseran Media Kampanye

Oleh: Etik Mahmudatul Himma, SH “Generasi Milenial dan Gen Z, jumlahnya lebih dari 113 juta pemilih …