Muhammadiyah Tentukan Awal Puasa, NU Belum

Probolinggo – Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Muhammadiyah telah menetapkan awal puasa atau 1 Ramadan 1444 Hijriyah yang juga bertepatan dengan tahun 2023. Hal itu berdasarkan hasil hisab Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.

Ketua Pimpinan Daerah (PD) Muhammadiyah Kabupaten Probolinggo, Fauzi mengatakan, berdasarkan hasil hisab, Muhammadiyah menetapkan awal puasa dimulai pada 23 Maret mendatang. Tak hanya itu, Muhammadiyah juga sudah menetapkan 21 April 2024 untuk 1 Syawal 1444 H (Idul Fitri).

“Cukup dihitung (hisab) pakai ilmu astronomi dengan komputer, tidak perlu pergi ke laut atau gunung. Islam itu mudah, murah, dan indah,” katanya, Senin (6/2/2023).

Fauzi mengatakan, dalam hisabnya, Muhammadiyah tetap memperhatikan posisi bulan. Dari hasil hisabnya, posisi bulan berada pada 23 Maret mendatang berada di atas ufuk ketika matahari terbenam.

Sehingga awal Ramadan sudah bisa dipastikan. Begitu halnya dengan tanggal 21 April yang posisi bulan juga berada di atas ufuk ketika matahari terbenam, sehingga sudah bisa dipastikan hari raya Idul Fitri.

“Muhammadiyah itu praktis, ilmiah, dan rasional. Cepat, mudah, murah dan tidak ribet. Coba bisa dipikir secara rasional tanpa kebencian dari pihak manapun,” imbuhnya.

Sedangkan dari pihak Nahdlatul Ulama’ (NU), H. Ahmad Muzammil mengatakan, untuk penentuan awal puasa dan Idul Fitri, NU masih akan melakukan rukyat terlebih dahulu. Hal ini menurutnya sesuai dengan ajaran nabi Muhammad SAW.

“Perintah nabi, berpuasa itu dengan rukyah, begitupun dengan Idul Fitri. Maka dari itu, NU belum melakukan penetapan, akan rukyah terlebih dahulu,” kata Keua PCNU Kota Kraksaan tersebut.

Di sisi lain, menanggapi adanya perbedaan metode dengan Muhammadiyah, Muzammil menyebut hal ini sebagai sesuatu yang lumrah terjadi sejak zaman dulu. Dan seharusnya, adanya perbedaan ini harus menjadi rahmat bagi kaum muslimin, bukan justru memecah belah.

Baca Juga  Standar UHC, Berobat di Kabupaten Probolinggo Tidak Perlu Antri 

“Kalau perbedaan ini dipersoalkan, tidak akan selesai-selesai. Pendapat Muhammadiyah menggunakan hisab silakan, kami juga punya hisab tapi tetap melaksanakan rukyah karena ada haditsnya. Maka dari itu, tidak perlu kemudian mencaci yang lain jika ada perbedaan,” paparnya.

Menaggapi hal tersebut, Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Probolinggo, Akhmad Sruji Bahtiar mengatakan, perbedaan pendapat memang lumrah terjadi dalam Islam. Namun, ia tetap mengimbau agar masyarakat mengikuti keputusan pemerintah dalam memulai awal puasa tahun ini.

“Tunggu keputusan pemerintah, tunggu hasil sidang isbat,” katanya.(*) 

 

Editor: Ikhsan Mahmudi

Publisher: Zainul Hasan R.

Baca Juga

TPID Kota Probolinggo Buka Warung Sembako, Harga tak Menguras Kantong

Probolinggo,- Pemerintah Kota (Pemkot) Probolinggo melalui Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah dan Perdagangan (DKUMP), …