Anjal Pun Belajar Mengaji di Selasar Pasar

PROBOLINGGO-PANTURA7.com, Bagi sebagian masyarakat, keberadaan anak jalanan (anjal) masih dipandang sebelah mata. Hal ini semakin memojokkan kehidupan para anjal yang memang kurang beruntung dari sisi sosial-ekonomi.

Tetapi di tengah pandangan miring itu, sebagian ajal di Kota Probolinggo ternyata masih mau belajar agama. Datanglah, Sabtu malam usai isya’ ke Pasar Gotong Royong, Kota Probolinggo.

Seperti yang tampak Sabtu malam (27/7) sekitar pukul 20.00, sejumlah anjal mulai anak-anak, remaja, laki-laki perempuan, tua muda tampak berkumpul di selasar pasar. Mereka membentangkan karpel di lantai sebuah selasar kosong.

Mereka kemudian duduk berkeliling, sebagian membawa mushaf Al Quran. Sebagian besar tampak memegang Iqra’, buku yang berisi tata cara membaca Al Quran.

Di bawah temaram lampu, tidak seberapa lama, seorang ustadz mengajak mereka membaca ta’awudz dilanjutkan Surat Al Fatihah bersama-sama.

Para perempuan semua mengenakan hijab (jilbab) termasuk bocah-bocah perempuan. Seorang pemuda bertato bercelana pendek berusaha membetulkan kopiah putih di kepalanya.

MUI Kota Probolinggo saat memberikan arahan kepada para anjal di Pasar Gotong Royong. (Foto : Ikhsan M)

Di sampingnya, seorang pemuda dengan tampilan sangar duduk bersila. Seluruh wajahnya berhias tato hitam, demikian juga badannya. Kian komplet kesangarannya dengan lubang besar di telinganya yang dijejali ring.

“Setiap Sabtu malam, beginilah suasana anak-anak punk, ada yang menyebut anak jalanan belajar mengaji dan belajar shalat,” kata Ahmad Sumedi, pembina para anjal itu.

Suasana selasar pasar semakin ramai karena malam itu sejumlah pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Probolinggo bersilaturahim ke selasar pasar yang digunakan mengaji.

“Kami ingin bersilaturahim untuk menemui para anjal. Bagaimanapun, mereka juga bagian dari kita, sehingga perlu mendapatkan perhatian,” kata Ketua MUI Kota Probolinggo, KH Nizar Irsyad.

Kiai Nizar kemudian mendekati seorang perempuan yang memegang Iqra’. “Coba, Sampeyan baca Iqra’-nya,” ujarnya. Dengan lancar, perempuan bernama Andini itu melafalkan “a-ba-ta, sa-ja-ha, da-ra-ja…”

Baca Juga  Rumah Roboh, Sekeluarga Korban Gempa Mengungsi

Hal serupa ditunjukkan Riki, pemuda berpostur tinggi besar bertato pada wajah dan badannya.

“Alhamdulillah, meski berbadan sangar dengan tato dan tindik telinga, Mas Riki yang seperti Bima ini bisa membaca Iqra’,” kata KH Dr M. Sulthon, Ketua Komisi Dakwah MUI.

Selain mengaji di selasar pasar, para anjal juga mengaji di pinggir jalan. “Kalau Sabtu malam ngaji di pasar. Ahad pagi mereka ngaji di pinggir jalan tepatnya di alun-alun persis di depan pintu pendopo kabupaten,” kata Ustad Ahmad.

Selain pembinaan agama berupa belajar mengaji dan shalat, Ustadz Ahmad dan para relawan dari Yayasan Rumah Tahfid Probolinggo (Yarutab) berusaha memberdayakan mereka secara ekonomi.

Seperti diketahui, Pasar Gotong Royong selama ini selain merupakan pusat jual-beli, juga menjadi “markas” para anjal. Mereka biasa tidur di selasar pasar, di atas kardus, dipan bambu (lincak), hingga di bedak kosong.

Para pengurus MUI pun kemudian mengajak para anjal berbincang-bincang. “Biar kesannya tidak buruk, nama komunitas anak-anak punk atau anjal ini sekarang saya beri nama Komunitas ‘Ibnu Sabil’,” ujar Kiai Nizar.

Dalam dialog dengan MUI, mereka kemudian mengungkapkan uneg-unegnya. “Sudah lama saya ingin jualan ikan di pasar,” kata Andini.

Sementara Yuliati, yang mengaku, kampungnya dilanda ‘Lumpur Lapindo’ ingin mencari kerja apa saja asalkan halal.

“Saya tidak mau ke pulang kampung. Kampung saya sudah tertimbun Lumpur Lapindo. Saya terdampar di Probolinggo ngamen. Sebenarnya saya ingin kerja, kerja apa saja,” katanya.

Lain lagi dengan Samsul yang berjualan es tebu. Ia mengaku sudah memiliki mesin es tebu, sumbangan dari dermawan di Probolinggo. “Tinggal modal untuk kulakan tebu yang belum ada,” katanya.

Baca Juga  Doakan Korban Kerusuhan Rutan Brimob, Warga Probolinggo Sholat Gaib

“Saya tidak ingin ngamen selamanya. Kalau ada yang nawari sebagai penjaga toko, saya mau,” kata Once.

Riki yang berpenampilan sangar mengaku ingin berjualan cilok. “Hanya saja saya ingin menghilangkan tato dan bekas tindik, biar orang tidak takut kalau mau beli cilok,” katanya.

Kiai Nizar pun mengatakan, MUI siap membina para anjal dalam belajar agama (mengaji). “Kalau terkait pemberdayaan ekonomi, nanti akan kami sampaikan ke Dinas Sosial dan Bagian Kesra, Pemkot Probolinggo,” tuturnya. (*)

 

Penulis : Ikhsan Mahmudi
Editor : Efendi Muhammad

Baca Juga

Festival Musik Patrol Semarakkan Ramadhan di Lumajang

Lumajang,- Bulan Ramadhan 2024 di Kabupate Lumajang disemarakkan dengan beragam kegiatan religius. Seperti festival musik …