Beras Analog Santriwati Genggong Rajai Kompetisi Internasional

PROBOLINGGO-PANTURA7.com, Prestasi gemilang kembali diraih anak-anak didik SMA-Unggulan Hafsawaty Pesantren Zainul Hasan, Genggong, Kabupaten Probilinggo di tingkat internasional. Kali ini mereka menyabet  juara di The Second Phatthalung International Science Fair 2019 and PCCST Internasional Science Fair yan digelar di Phatthalung, Thailand, Selasa (15/1/2019) lalu.

Di ajang tersebut, tiga peserta dari Genggong yakni, Khomsiyah Naili (17), Nanik Nor Laila (16), dan Cahyaning Fitrialy Aisyah (15) berhasil meraih juara 1. Mereka menyingkirkan 26 tim dari 4 negara (Thailand, Malaysia, Vietnam dan Indonesia) melalui sistem tanya jawab dengan terkait temuan beras analog yang mereka usung.

Beras analog? Cahyaning, santri asal Kelurahan Kademangan, Kecamatan Kademangan, Kota Probolinggo mengatakan, memiliki banyak kelebihan karena bisa mengobati beragam penyakit.

“Bahan utama beras analog ada tiga, umbi suweg, daun kelor, dan tepung sagu. Ketiga bahan itu diolah melalui beberapa tahahapan sehingga menjadi layaknya beras organik biasa. Namun perbedaannya hanya dari warna saja,” katanya, Senin (21/1/2019).

Beras Analog yang terbuat dari bahan dasar umbi suweg, daun kelor dan sagu. (Foto : Moh Ahsan Faradies)

Saat disinggung khasiat dari beras analog berwarna hijau tua itu, Cahyaning mengatakan, beras tersebut bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit. Bahkan juga bisa menjadi terapi sejumlah penyakit.

“Salah satunya bisa mengobati penyakit diabetes dan kanker. Bisa juga untuk dikonsumsi orang yang sedang menjalani program penurunan berat badan (diet),” lanjutnya.

Selain itu, dengan masih mengenakan seragam batik sekolahnya, ia menambahkan, untuk mengolah umbi suweg, daun kelor, dan sagu sehingga menjadi beras melalui beberapa proses cukup lama tapi mudah.

Pertama, umbi suweg dihilangkan dulu racunnya, kemudian dikupas dan diiris. Selanjutnya dijemur hingga kering lalu dihaluskan sampai menjadi tepung. Begitu juga dengan daun kelor dan sagunya yang dijemur dan dihaluskan dengan cara diblender. “Kemudian dioven selama 30 menit, lalu kita lakukan pencetakan menjadi beras analognya,” terang Cahyaning.

Baca Juga  8 Pelajar Diciduk Satpol PP Saat Asyik 'Ngopi' 
Beras analog yang sudah berbentuk kemasan. Beras inilah yang mengantarkan Santriwati Genggong meraih juara Internasional. (Foto: Moh Ahsan Faradies)

Sementara menurut Naili, peserta lain asal Desa Bataan, Kecamatan Tenggarang, Kabupaten Bondowoso,  ide tersebut berasal dari kurangnya kesadaran masyarakat memanfaatkan buah yang memiliki khasiat yang banyak.

“Terutama umbi suweg yang jarang dimanfaatkan dengan baik. Padahal kandungan nutrisinya itu sangat banyak, terlebih suweg banyak tumbuh di Probolinggo. Selain itu, pembuatan beras ini juga terinspirasi dari beras-beras impor. Sehingga kita coba membuat beras tiruan dengan bahan dasar dari pangan-pangan lokal”ujarnya.

Atas prestasi gemilang yang kembali diraih, kedatangan 3 santriwati Genggong disambut meriah. Mereka disambut iringan sholawat oleh santri lainnya serta beberapa guru-guru tak terkecuali Pengasuh Pesantren Zainul Hasan Genggong, KH Moh Hasan Mutawakkil Alallah.

Dengan mengenakan baju koko, kopyah warna putih dan sarung warna coklat, mantan ketua PWNU jatim ini terlihat sangat gembira.

“Kita sebagai komunitas pesantren yang selama ini terkenal kumuh, apa adanya sarung dan kopyahnya miring dan ustadnya juga seperti itu serta ustadzahnya yang cantiknya orsinil mampu dan bisa memberikan prestasi yang cemerlang di kancah internasional,” kata KH Mutawakkil.

Kiai Mutawakkil saat menyambut kedatangan ketiga santrinya. (Foto : Moh Ahsan Faradies)

 

Nun Gudel, panggilan akrab KH Mutawakkil berharap, capaian ini bisa menjadi spirit para satri-santri dari lembaga lain di lingkungan Pesantren Genggong.

“Dengan ini, kalian tidak hanya mengharumkan nama Genggong saja, tapi juga bangsa dan nama baik negara Republik Indonesia. Mudah-mudahan ke depannya, Pesantren Zainul Hasan dapat mendidik putra-putri ummat yang berkualitas, baik intelektual, spiritual, dan berakhlakul karimah,” harapnya.

Kebahagian juga dirasakan oleh Kepala Sekolah SMA-Unggulan Hafsawaty Genggong, Moh Inzah.  Ia mengaku, bangga kepada anak-anak didiknya yang terus menorehkan tinta emas.

“Selain dari semangat yang kita punya, sehingga kita sampai dan berhasil meraih ini semua, tak lepas dari barokah para masyayikh Genggong, tak hanya mengharumkan nama negara tercinta kami ini, kami juga bisa kibarkan bendera Indonesia di negara Thailand,” ucapnya bangga. (*)

Baca Juga  Santri Lumajang Ngabuburit di Trotoar Depan Rumdin Wabup, Ngaji on The Road

 

 

Penulis : Moh Ahsan Faradies

Editor : Ikhsan Mahmudi

Baca Juga

Festival Musik Patrol Semarakkan Ramadhan di Lumajang

Lumajang,- Bulan Ramadhan 2024 di Kabupate Lumajang disemarakkan dengan beragam kegiatan religius. Seperti festival musik …