Asyiknya Nostalgia, Musik Ronjengan di Krejengan

PROBOLINGGO-PANTURA7.com, Presiden pertama, Ir Soekarno mengingatkan rakyatnya dengan istilah yang terkenal “Jasmerah” (Jangan sekali-kali melupakan sejarah). Ungkapan itu diperkuat oleh wartawan yang juga sastrawan, Mahbub Djunaidi bahwa sehina-hina manusia adalah pemalsu sejarah.

Demi merunut sejarah masa lalu, Nurul Huda, Kepala Desa Krejengan, Kecamatan Krejengan, Kabupaten Probolinggo mengajak warganya bernostalgia. Ia berusaha mengangkat tradisi yang sudah punah, musik tradisional ronjengan.

Ronjengan (Madura) atau lesung (Jawa), “tempo doeloe” merupakan alat untuk menumbuk padi, jagung, hingga melumat batang sagu. Tetapi di sela-sela menggiling bahan makanan, warga desa biasa “kothekan” atau memukul-mukul lesung dengan antan (alu, Jawa). Bunyi-bunyian berirama itu juga menjadi tradisi saat warga bergotong-royong menumbuk padi menjelang hajatan.

Seiring dengan munculnya mesin penggilingan padi (huller) atau selep, lesung pun luput dari pandangan dan jangkauan ibu-ibu yang dulu menggelutinya. Ronjengan pun menjadi barang langka yang letaknya pun entah di mana.

“Bersamaan dengan datangnya Tahun Baru Islam, kami bersama warga bersepakat menghidupkan kembali musik ronjengan dengan membuat lomba. Alhamdulillah, warga antusias,” ujar Huda, Selasa (11/9/2018).

Ronjengan, alat penumbuk padi tradisional yang keberadaannya sudah tergerus zaman. (maf)

Antusiasme warga terlihat dari banyaknya yang mengikuti lomba ronjengan yakni, 12 peserta. Mereka berasal dari 16 RT yang berada di tiga dusun di Desa Krejengan.

Peserta lomba pun berbagi peran, ada vokalis, penabuh, hingga backing vokal. Sedangkan untuk alat ronjengan sudah disiapkan oleh panitia.

Huda pun tampak hadir saat penutupan lomba ronjengan bertema “Sinergitas Membangun Desa Untuk Maslahat”. Ia sengaja mengenakan setelan peci hitam, hem putih dipadu sarung biru tua.

“Para peserta lomba ronjengan melakukan persiapan satu minggu sebelum lomba. Mayoritas pesertanya ibu-ibu yang sudah pernah dan tahu bagaimana cara memainkan ronjengan ini. Mulai dari yang berusia muda sampai dengan yang lanjut usia (Lansia),” ujar Huda.

Baca Juga  Warga Kota Probolinggo Pulang dari Papua, Enggan Kembali

Petinggi desa itu di sela-sela ramah-tamah bersama perangkat desa menyampaikan, agar tradisi ronjengan terus dilestarikan. “Tujuannnya, agar semuanya, khususnya masyarakat di sini tidak lupa akan sejarahnya. Apalagi sudah menjadi budaya masyarakat Krejengan, yang mana budaya itu merupakan buah kearifan lokal yang menjadi ciri khas masyarakat,” lanjutnya.

Kembali hidupnya alat yang terbuat dari kayu seperti, jati, nangka, hingga trengguli berukuran sekitar sepanjang 2,5 meter dan selebar 0,5 meter itu diharapkan menjadi ikon Desa Krejengan.

“Supaya ronjengan tetap aman. Apalagi sekarang era globalisasi yang sangat kuat, sehingga bisa melunturkan seni tradisional, hanya dengan dicekoki oleh alat yang berbau elektronik,” ujarnya kepada PANTURA7.com. (*)

 

Penulis: Moh Ahsan Faradies

Editor: Ikhsan Mahmudi

Baca Juga

Demi Hadiri Haul Kiai Hasan Genggong, Pemuda ini Rela Jalan Kaki Puluhan Kilometer

Probolinggo,- Pesantren Zainul Hasan (PZH) Gengggong Pajarakan, Kabupaten Probolinggo, menggelar haul KH. Muhammad Hasan Genggong …