Miarso Hadi menunjukkan panen madu lebah hasil budidayanya, Selasa (21/11/2017).

Kisah Miarso Hadi ; Sales Makanan Ringan Yang Kini Menjadi Saudagar Madu

PROBOLINGGO-PANTURA7.com, Kerja keras dan tekad bulat, dapat mejadi salah satu modal bagi seseorang untuk meraih kesuksesan. Tak percaya?? Tengok saja perjalanan hidup Miarso Hadi (45), warga Desa Negororejo, Kecamatan Lumbang, Kabupaten Probolinggo, yang kini menjadi saudagar madu jempolan.

Kisah sukses Miarso dimulai sejak tahun 2000an, dimana saat itu ia memutuskan menjadi peternak lebah madu. Miarso meninggalkan pekerjaannya sebaga sales makanan ringan (snack) dan minuman, karena penghasilannya hanya cukup untuk biaya makan sehari.

Pilihannya pun terbilang tepat, karena sukses menjadi pengusaha madu. Saat ini, Miarso  telah memiliki 200 kotak rumah lebah madu. Dalam 6 bulan, ke 200 kotak ini mampu menghasilkan sekitar 10 ton madu alami. Dengan harga jual 80 ribu per botol ukuran 330 mililiter, Miarso mampu meraup pendapatan kotor sekitar Rp. 500 juta.

“Kalau saya tetap menjadi sales makanan ringan dan minuman, tentu penghasilan saya masih pas-pasan. Saya sudah bertekada untuk beternak madu, apapun resikonya. Untuk tata cara, saya belajar ke kakak saya, yang sudah beternak lebah madu lebih dulu,” ujarnya saat ditemui oleh PANTURA7.com, Selasa (21/11/2017).

Ketelatenan Miarso tidak hanya menjadi penopang ekonomi keluarga, namun juga mampu menghasilkan madu kualitas terbaik. Madu hasil produksi lebah Milik Miarso, menghasilkan madu dengan kadar air hanya 24% – 25%. Angka ini lebih rendah dibanding wilayah lainnya yang mencapai mencapai 35 % – 40%.

“Dengan kadar air madu lebah dari daerah lain di Indonesia, madu Lumbang sangat disukai konsumen. Saat ini, pemasarannya sudah sampai ke luar daerah, seperti Semarang, Jogyakarta, Surabaya, hingga Bali. Saya juga memberdayakan tetangga untuk menjadi pekerja sebanyak empat orang,” papar Miarso.

Baca Juga  Ikan Asap Laris Manis Diburu Pemudik

Namun budidaya lebah madu ini bukannya tanpa kendala, pasang surut terjadi saat memasuki masa paceklik. Musim paceklik diawali sejak November hingga selama 6 bulan kedepan. Pada musim ini, pohon-pohon di kawasan itu sudah tak berbunga, tertimpa angin kencang atau terpapar erupsi Gunung Bromo.

Pekerja menuang hasil panen madu, sebelum dikemas kembali untuk dijual.

“Setelah musim paceklik, kita menghadapi musim panen selama 6 bulan. Musim panen ini adalah ketika banyak pohon berbunga, semisal randu, kesambi, sengon, mangga dan lain-lain. Bagi saya, usaha ini sangat menjanjikan, saya berencana mengembangka lebih luas lagi,” tandas Miarso.

Ditempat terpisah, Camat Lumbang, Bambang Heriwahyudi menyebut jika budidaya ternak lebah madu di kawasan lereng Gunung Bromo ini memang sangat menjanjikan. Selain didukung oleh faktor flora, juga diuntungkan iklim yang tida terlalu panas menyengat.

“Disini memang potensial untuk beternak lebah madu, catatan kami terdapat 240 peternak lebah madu dengan produksi mencapai 500 ton madu per tahunnya. Untuk pemasaran, bisa melalui Koperasi yang sudah dibentuk peternak lebah,” terang Camat Bambang. (em/arf).

Baca Juga

Ada Pabrik Baru di Pasuruan, Siap Ciptakan Ribuan Lapangan Kerja

Pasuruan,– Kabar gembira datang dari Jawa Timur. Hari ini, Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Timur, Adhy …