Kisah Pilu Asriyatun Jadi TKW

Probolinggo – Sambil duduk di kursi plastik di ruang tamu rumahnya, Asriyatun sesekali memegangi kepalanya, Kamis (6/10/2022). Ia tampak berusaha mengingat kejadian yang menimpanya selama menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Malaysia.

Ia mulai bercerita momen pemberangkatannya ke negeri jiran tersebut dari kenalannya yang mengaku mempunyai koneksi kepada “agen”. Sang “agen” pun mengaku, bisa memberangkatkannya ke Malaysia pada 2019 lalu. Bersama kenalannya itu, ia kemudian menemui sang agen dan menceritakan keinginannya untuk menjadi TKW.

Berselang dua minggu dari pertemuan itu, ia kemudian dipanggil untuk diberangkatkan. Dengan penuh harap dan penuh dengan keyakinan bisa memperbaiki perekonomian keluarga, bermodal tekad yang bulad ia pun berangkat menuju Bandara Djuanda Sidoarjo.

Sesampainya bandara, ia pun dipertemukan dengan dua orang lekaki yang juga berencana merantau ke Malaysia. Ia pun tak mengenal dua lelaki terebut. Meski begitu, merasa ada teman yang memiliki niatan sama dan diberangkatkan oleh agen yang sama. Ia pun merasa yakin sang agen bisa memberikan pekerjaan di luar negeri nantinya.

Dari Djuanda ia pun berangkat bersama dua lelaki tersebut. Tak langsung ke Malaysia, pesawat yang ditumpanginya itu mendarat di Bandara Hang Nadim Kota Batam, Kepulauan Riau. Sesampainya di Kota Batam, ia kemudian dijemput oleh lelaki yang yang berasal dari Madura. Lelaki inilah yang kemudian mengurus paspornya untuk menuju ke Malaysia.

Seraya menunggu proses pembuatan paspornya kelar, ia menginap di tempat penampungan yang sudah disediakan oleh orang Madura tersebut. Seminggu kemudian, ia mendapatkan kabar paspornya sudah selesai.

Dari sini, kejanggalan-kejanggalan mulai ia rasakan. Visa miliknya yang seharusnya dibutkan untuk tujuan bekerja, ternyata yang dibuat hanya untuk melancong, atau sekadar jalan-jalan. Bahkan, dirinya pun tidak pernah diizinkan untuk memegang paspornya itu sendiri.

Baca Juga  Harga BBM Naik, Harga Cabai hingga Bawang Merah ikut Meroket

“Saya tidak tahu dari paspor saya itu alamatnya di mana, apa sebagai orang Pakuniran apa orang Batam, karena buatnya di Batam, dan saya tidak pernah megang. Yang urus pun dia (Orang Madura, Red.) sudah, gratis. Saya tidak dimintai uang untuk paspor ini,” katanya.

Sambil terus menawarkan buah salak untuk dimakan, Asriyatun melanjutkan kisahnya. Ia tak begitu paham perbedaan paspor pelancong dan pekerja. Yang ia tahu, paspor merupakan syarat baginya untuk bisa bekerja di luar negeri. Ia pun kembali melanjutkan perjalanannya ke Malaysia.

Setibanya di Malaysia, ia kemudian dibawa ke agen penyalur tenaga kerja yang ada di Johor. Dari agen ini lah kemudian ia dijemput oleh calon majikannya yang merupakan seorang dokter keturunan India.

Mendapati ia sudah memiliki majikan, ia pun yakin bisa segera segera membahagiakan keluarganya dengan gaji yang akan dikirimnya setiap bulan. Namun, nyatanya, ia tidak pernah diberikan surat perjanjian kerja yang mampu menjamin haknya sebagai seorang TKW.

Justru, dari majikannya ini, kerap kali ia harus menerima kekerasan fisik maupun psikis. Selain dipukul, ia juga pernah disekap.

“Saya pernah dipukul pakai rotan di bagian kepala. Bilangnya kerja saya lambat,” paparnya.

Dari sini, Asriyatun menghela napas cukup panjang untuk kembali melanjutkan kisahnya. Ia mengaku, cukup sering mendapatkan siksaan dari majikannya ini. Bahkan, pada suatu waktu, ketika saudara dari majikannya ini berkunjung, ia terpaksa kembali menerima siksaan lantaran tidak tahu keberadaan dompet saudara majikannya yang hilang.

“Sudah dipukuli, gaji saya juga diambil, katanya buat ongkos pembuatan paspor saya,” keluhnya.

Banyaknya siksaan yang ia terima, membuatnya memberanikan diri untuk kabur dari majikannya ini. Ia pun terpaksa kabur tanpa membawa identitas, baik Kartu Tanda Penduduk (KTP) maupun parpor. Sebab, semua identitasnya disita oleh majikannya yang kejam itu.

Baca Juga  Nuril Sebut Pemicu Aniaya Diawali Kecelakaan

Tanpa mengetahui arah, tanpa mempunyai saudara, dan tanpa tahu harus pergi ke mana, Asriyatun terus berjalan menyusuri jalanan di Kota Johor. Ia meratapi nasibnya yang berada di negeri orang tanpa tahu harus meminta tolong kepada siapa.

Tak terhitung sudah berapa jauh ia kabur dan berjalan. Ia kemudian memutuskan beristirahat di sebuah masjid yang berada di tepi jalan. Tak disangka, di masjid ini ia lantas bertemu dengan orang Indonesia. Pria ini mengaku bisa menyambungkannya untuk kembali mendapatkan pekerjaan.

Oleh pria ini, ia kemudian diantar kepada calon majikan barunya dan dijanjikan gaji 600 Ringgit per bulan. Nyatanya, angka gaji terebut hanya janji palsu. Ia justru hanya menerima 50 Ringgit saban bulannya.

“Ketika saya tanya sisanya, katanya mau disimpankan biar aman dan tidak hilang,” ujarnya.

Selama hampir satu tahun bekerja di majikan barunya ini, tepatnya pada Ramadan 2020, ia sadar lebaran Idul Fitri sudah hampir tiba.

Keluarganya di kampung tentu sangat mengharapkan kiriman uang dari hasilnya bekerja. Ia kemudian memberanikan dirinya untuk meminta kepada majikannya untuk mengirimkan uang gajinya selama bekerja kepada keluarganya di kampung. Bos barunya ini pun menyepakati.

Selang beberapa hari, majikannya ini pun mengaku, sudah mengirimkan uang ke keluarga Asriyatun di kampung halamannya. Anehnya, sampai majikannya itu mengaku sudah mengirimkan uang tersebut, Asriyatun tidak pernah dimintai nomor rekening keluarganya yang akan menerima gaji hasil pekerjaannya itu.

“Kemudian saya coba telepon ke rumah, ternyata orang rumah ngakunya juga tidak pernah terima tranferan dari bos ini,” terangnya.

Merasa dibohongi dan pekerjaannya tidak pernah digaji sesuai dengan janji awal. Ia pun kembali memberanikan diri untuk kabur dan mencari majikan baru.

Dari sini Asriyatun mengaku sering berpikiran dirinya sudah menjadi orang yang tidak berguna. Alih-alih merantau ke negeri orang untuk lebih meningkatkan perekonomian keluarga, ia sendiri pun tak tahu bagaimana caranya untuk pulang ke kampung lantaran tak memiliki modal yang cukup untuk pulang.

Baca Juga  Amankan Pilkades, Polresta Kerahkan 616 Pasukan Gabungan

Dari sini, Asriyatun mengaku banyak hal-hal yang terjadi pada dirinya, namun dirinya begitu sulit untuk mengingatnya kembali. Sampai akhirnya ia ditemukan oleh Konsulat Jenderal RI Johor Bahru dan dipulangkan ke Tanjungpinang, Kepulauan Riau.

“Selama di Malaysia, setidaknya saya gonta-ganti majikan sampai enam kali. Tapi mending tidak usah ke Malaysia kalau masih mau lewat belakang,” sesalnya karena berangkat melalui jalur yang tidak resmi.

Seperti diberitakan sebelumnya, Asriyatun pergi ke Malaysia untuk menjadi TKW, namun ia kemudian hanya diberikan paspor pelancong. Sehingga ketika bekerja ia tidak mendapatkan surat perjanjian kerja dari majikannya.

Tak hanya di situ, bukan hanya tak menerima gaji, Asriyatun juga mendapatkan kekerasan fisik dari majikannya. Hidupnya kemudian terselamatkan karena ia nekat melarikan diri dari majikannya sampai akhirnya ditemukan oleh Konsulat Jenderal RI Johor Bahru dan dipulangkan ke Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Tanjungpinang pada 21 Juni lalu.

Kemudian pada 3 juli, korban diantarkan oleh Polresta Tanjungpinang ke Rumah Singgah Dinas Sosial (Dinsos) setempat. Asriyatun oleh Dinsos Tanjungpinang yang bekerja sama dengan International Organisation of Miration (IOM) dipulangkan dari Bandara Hang Nadim Batam pada Rabu sore ke Bandara Djuanda. Di Djuanda, selain dijemput oleh Pemerintah Kecamatan Pakuniran yang bekerjasama dengan Badan amil Zakat Nasional (Baznas) Kabupaten Probolinggo, oleh Dinsos Tanjungpinang dan IOM Asriyatun juga diantar hingga ke rumahnya di Desa Glagah, Kecmaatan Pakuniran. Ia tiba dirumahnya pada Rabu (5/10/2022) petang sekitar pukul 17.30 WIB.(*)

Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Zainul Hasan R.

Baca Juga

Tunaikan Ibadah Haji, 24 ASN Kota Probolinggo Ajukan Cuti

Probolinggo,- Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Kota Probolinggo tahun ini memberangkatkan 201 calon jemaah haji (CJH). …