Wawan E. Kuswandoro, Dosen Ilmu Politik FISIP Univ. Brawijaya; juga Kandidat Doktor Ilmu Politik Univ. Airlangga.

Bendera Parpol Terpasang di Depan Sekolah

PROBOLINGGO-PANTURA7.com, Bendera partai politik peserta pemilu, dalam regulasi pemilu 2019, mulai UU No. 07/ 2017, PKPU 23 th 2018 maupun Peraturan Bawaslu No. 28/ 2018 dan perubahannya yakni Peraturan Bawaslu No. 33/ 2018, tidak disebut secara eksplisit dalam ketentuan dan pasal yang mengatur tentang Alat Peraga Kampanye (APK) maupun Bahan Kampanye (BK).

Pasal 30 PKPU 23/ 2018 yang mengatur bentuk BK maupun pasal 32 yang mengatur APK tidak menyebut ‘bendera’. Yang disebut sebagai alat peraga kampanye adalah baliho, billboard atau videotrone, spanduk dan atau umbul-umbul.

Nah, mungkin ini yang menyebabkan peserta pemilu berani memasang bendera partai di tempat2 yang bahkan dilarang untuk dipasangi alat peraga kampanye.

Lembaga pendidikan memang disebut sebagai salah satu lokasi terlarang untuk dipasangi alat peraga kampanye, disamping lokasi lain yakni rumah sakit dan tempat2 pelayanan kesehatan, rumah ibadah berikut halamannya serta gedung milik pemerintah.

Lha masalahnya itu tadi, bendera parpol tidak ada dalam regulasi tersebut.

Bawaslu dan KPU daerah pun saya rasa sulit juga untuk menindak misalnya mencopot bendera2 tsb, kecuali atas dasar kesepakatan bersama yang mungkin pernah dibuat bersama peserta pemilu dan pemerintah daerah.

Jika aturan hukumnya tidak begitu ketat dan tegas dalam mendefinisikan alat peraga kampanye, dalam hal ini adalah bendera partai, maka yang bisa digunakan adalah kesepakatan bersama antara penyelenggara pemilu, peserta pemilu (parpol) dan pemerintah termasuk aparat keamanan.

Biasanya, aturan2 sekunder semacam itu untuk menyepakati kaidah2 tertentu yang kurang jelas. Kalau tentang bendera, biasanya didasarkan atas pertimbangan estetika atau kelestarian lingkungan hidup. Artinya, jika mengganggu keindahan atau mengganggu lingkungan hidup, maka pemasangan benda2 atribut apapun harusnya dilarang.

Baca Juga  Strategi Membangun Popularitas Bandeng Jelak Menuju Bintang Kuliner Nasional

Misalnya, bendera apapun yang dipaku ke pohon. Itu harusnya dilarang karena merusak lingkungan hidup. UU yang digunakan adalah UU lingkungan hidup.

Nah, bendera2 di depan gedung sekolah itu dipaku ke pohon apa tidak? Kalau dipaku ke pohon, itu tidak boleh karena itu tadi, alasan lingkungan hidup. Lha kalau tidak dipaku ke pohon misalnya diikatkan saja atau pakai tiang sendiri, nah itu yang dipakai menegur ya kesepakatan bersama itu tadi.

Kesepakatan bersama itu mengatur hal-hal yang bersifat lokal, tentu dengan tetap merujuk dan tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya. Hal-hal yang belum diatur, misalnya tentang bendera, dianggap sebagai aturan tambahan.

Rujukannya adalah, disamping pertimbangan estetika kota dan UU Lingkungan Hidup (jika terkait dengan pemasangan bendera yang bisa merusak pohon), bisa menggunakan UU No. 7/ 2017 pasal 298 ayat (2) yang mengatur bahwa pemasangan APK dilaksanakan dengan mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan dan keindahan kota atau kawasan setempat.

Nah, sekarang, bendera peserta pemilu yakni partai politik, apakah termasuk APK? Padahal UU 7/2017, PKPU dan Peraturan Bawaslu tidak menyebut bendera secara nyata.

Peluangnya bisa menggunakan PKPU No.23/ 2018 pasal 19 huruf b yang mengatur ‘citra diri’ partai politik peserta pemilu. Citra diri ini, merujuk pasal 20 dan 21 PKPU tersebut, harus diselenggarakan dalam rangka menjalin komunikasi yang sehat dengan masyarakat (pasal 20); serta dilakukan secara tertib yaitu tidak mengganggu kepentingan umum (pasal 21 huruf b).

Nah, ‘citra diri’ itu artinya apapun baik kata-kata maupun benda yang dapat digunakan untuk menunjukkan eksistensi partai politik. Definisi ‘citra diri’ ini adalah pengertian umum atau kebenaran umum (general truth), tidak memerlukan dukungan regulasi berupa pasal-pasal. Bendera partai politik, termasuk dalam kategori ‘benda yang dapat menunjukkan eksistensi partai politik’.

Baca Juga  Perebutan Suara Milenial dan Pergeseran Media Kampanye

Karenanya, ia harus tunduk pada ketentuan tentang citra diri ini. Dan dipadu dengan alasan2 terkait estetika dan keindahan serta UU lingkungan hidup. Ini yang harus disepakatkan bersama dan dituangkan dalam suatu regulasi lokal misalnya SK KPU daerah.

Perlu diingat, bahwa peserta pemilu pasti lebih memilih utk memasang benderanya sebanyak mungkin di tempat manapun. Utk sosialisasi biar dikenal orang banyak. Ini wajar. Makanya, aturannya harus jelas dan tegas. Jelas dan tegas dalam memberi batasan tentang alat peraga kampanye maupun bahan kampanye.

Kasus seperti ini baik untuk digunakan sebagai masukan kepada KPU RI dalam merumuskan PKPUnya kelak agar memiliki daya jangkau yang lebih luas mengingat kompleksnya kondisi dan persoalan di lapangan. Walaupun hal teknis semacam ini mestinya sudah diantisipasi oleh pembuat PKPU tsb. (*)

 

*Penulis adalah Wawan E. Kuswandoro
Dosen Ilmu Politik FISIP Univ. Brawijaya; Kandidat Doktor Ilmu Politik Univ. Airlangga.

Baca Juga

Perebutan Suara Milenial dan Pergeseran Media Kampanye

Oleh: Etik Mahmudatul Himma, SH “Generasi Milenial dan Gen Z, jumlahnya lebih dari 113 juta pemilih …