SUKSES: Rutinitas peternak sapi perah di Desa Burno, Kec. Senduro, Kab. Lumajang, saat memerah susu di kandang. (*)

Kisah Eko, Perantau Banyuwangi yang Sukses Beternak Sapi Perah di Lereng Semeru

Lumajang,- Pagi itu, Minggu 5 Maret 2023, Muhammad Eko (49) tengah memikul dua wadah susu (milkcan), masing-masing berkapasitas 20 liter menuju ke cooling unit di Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang.

Aktifitas ini, setiap hari ia jalani dengan giat dan telaten. Meski itu berarti dia harus berjalan sejauh dua kilometer dari rumahnya, yang berada di Desa Burno.

Tak hanya Eko, Mayoritas warga Desa Burno tercatat sebagai peternak sapi perah. Setiap pagi dan sore hari, warga membawa susu hasil perah ke cooling unit.

Ada yang mengendarai sepeda motor, ada pula yang berjalan kaki. Peluh dan keringat yang bercucuran, bak kristal yang menjadi saksi kerja keras warga lereng Gunung Semeru.

Setibanya di cooling unit, Eko harus sabar menanti giliran para petugas yang memeriksa susu yang dibawa warga lainnya. Tiap wadah pun diperiksa dan diteliti, agar kandungan lemak dan proteinnya diketahui.

Desa Burno yang didiami 1.650 Kepala Keluarga (KK) memang unik. Selain letaknya di pinggir hutan, desa ini juga memiliki 1.300 ekor sapi perah.

Dari 6 dusun, Dusun Karanganyar menyumbang populasi sapi perah terbanyak. Berpenduduk 275 KK, jumlah sapi di Dusun Karanganyar sebanyak 912 ekor dengan produksi susu 5.800 liter per hari.

“Saya mengumpulkan susu dua kali sehari. Jam enam pagi dan sore sore,” kata Muhammad Eko.

Eko bukan asli warga Desa Burno, melainkan berasal dari Kabupaten Banyuwangi. Sejak tahun 2009, dia bermukim di Desa Burno.

Jauh sebelumnya, dia tak pernah terbayang bakal mampu memiliki delapan ekor sapi perah dari hasil keringatnya sendiri.

Sebelum beternak sapi perah, Eko bekerja mencari kayu bakar di tepi hutan produksi yang dikelola Perum Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Probolinggo, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Baca Juga  Sempat Turun Pasca Penetapan Plasi, Bawang Kembali Naik

Kayu dikumpulkan untuk dijual sebagai kayu bakar di Pasar Senduro yang berjarak lima kilometer dari rumahnya. Untuk tambahan penghasilan, dia menanam jagung di petak sekitar 500 meter persegi.

“Kalau hanya bergantung pada penghasilan cari kayu bakar saja tidak cukup, sebab saya memiliki keluarga dengan dua anak,” ujarnya.

Nasibnya berubah sejak beternak sapi perah. Setiap ekor sapinya mampu menghasilkan sekitar 10-15 liter susu per hari.

Harga susu Rp7 ribu sampai Rp8,5 ribu per liter. Dibantu dua orang anaknya, tiap hari Eko memerah susu dari lima ekor sapi, sementara tiga ekor sapinya yang lain belum waktunya produksi susu.

“Rata-rata dalam setiap 10 hari penghasilan kotornya sekitar Rp3 juta. Asal telaten dan bekerja keras,” pungkasnya. (*)

 

Editor: Mohamad S
Publisher: Zainul Hasan R

Baca Juga

Harga Bawang Merah Tinggi, Pemkab Probolinggo Curigai Ada Monopoli

Probolinggo,- Naiknya harga bawang merah di Probolinggo tidak hanya karena faktor petani gagal panen, namun …