Candi Jabung, Bangunan Suci Peninggalan Majapahit

Lima Putri Kahyangan Bangun Candi Jabung

Probolinggo – Candi Jabung merupakan bangunan suci yang dibangun ratusan tahun silam. Candi yang berlokasi di Desa Jabungcandi, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo tersebut diyakini merupakan tempat singgah Raja Hayam Wuruk dari Majapahit saat hendak berkunjung ke Blambangan.

Koordinator pelestarian Candi Jabung, Abd. Rahman (48) mengatakan, saat ini candi yang dirawatnya itu sudah berusia 669 tahun. Hal tersebut dapat dipastikan dari tahun pembangunan yang tertera di candi.

“Di ambang pintu itu ada angka tahun pembuatannya, yakni 1276 Saka atau tahun 1354 Masehi,” katanya, Minggu (19/2/2023).

Rahman menceritakan, pembuatan candi tersebut tidak terlepas dari keinginan Prabu Hayam Wuruk untuk memiliki bangunan suci di daerah timur wilayah kekuasaan Majapahit. Sang prabu kemudian mengutus Maha Patih Gajah Mada untuk memilih tempat sekaligus membangun bangunan suci candi.

Patih Gajah Mada kemudian melakukan perjalanan ke arah timur. Dari Trowulan-Mojokerto yang merupakan pusat Kerajaan Majapahit, Gajah Mada memulai perjalanannya menuju ke daerah Malang yang merupakan tanah leluhurnya dari Kerajaan Singosari. Setelah itu, ia menuju ke Lumajang. Dari Lumajang sang patih kemudian menuju ke utara hingga menemukan pantai.

Namun, sang patih masih belum menemukan lokasi yang tepat untuk memilih lokasi dari bangunan suci yang akan dibangunnya ini. Dari sini, Patih Gajah Mada kemudian menyusuri pantai menuju ke arah timur. Berjalan mengikuti nalurinya, Gajah Mada kemudian bertemu dengan lima perempuan cantik yang sedang mandi di sebuah taman. Saat ini masyarakat setempat menyebut taman tersebut dengan nama Taman Sari, yang berada di Desa Tamansari, Kecamatan Kraksaan.

“Ternyata lima perempuan ini merupakan putri kahyangan yang sedang mandi. Ada Nawang Sari, Nawang Wulan, Nawang Seto, Nawang Sukma, dan Nawangsih, yang tertua Nawang Sari, makanya desanya sekarang dinamakan Tamansari, ceritanya dari ini,” ujarnya.

Menyadari kelimanya merupakan putri kahyangan, Patih Gajah Mada kemudian meminta bantuan untuk menciptakan bangunan suci untuk sang prabu. Kelima putri ini pun menyanggupi, namun dengan satu syarat. Syaratnya, selama pembangunan, Gajah Mada dilarang untuk melihat prosesnya. Sang Patih pun menyanggupi, dan langsung berbalik menuju ke Majapahit.

Namun, belum sampai ke Majapahit, Gajah Mada mulai ragu akan janji para putri untuk membangun candi. Ia pun kembali ke tempat ia bertemu para putri tersebut. Tak disangka, niat kedatangan Gajah Mada untuk mengecek pembangunan candi diketahui oleh kelima putrid itu. Alhasil kelimanya memutuskan untuk tidak melanjutkan pembangunan candi tersebut.

Baca Juga  Ajaib! PNS ini Selamat Meski Motor Disasak Truk Hingga Masuk kolong

“Putri-putri ini menganggap Gajah Mada ingkar janji, sehingga candinya tidak diteruskan. Candi inilah yang kemudian dimanakan Candi Wurung (Candi Batal, Red.) karena tidak diselesaikan. Lokasinya tepat berada di belakang Puskesmas Jabung. Insya Allah pondasinya masih ada,” ungkapnya.

Menyadari kesalahannya, Sang Patih pun meminta maaf kepada kelima putri tersebut. Putri-putri kahyangan ini pun memaafkan Gajah Mada.

“Setelah dimaafkan, Gajah Mada kemudian meminta untuk dibuatkan candi lagi. Maka dibangunlah bangunan Candi Jabung ini oleh putri kahyangan itu,” ujarnya.

Setelah selesai dibangun, lima tahun kemudian tepatnya pada 1281 Tahun Saka atau 1359, Prabu Hayam Wuruk singgah di candi ini dalam perjalannya menuju ke Blambangan.

Candi Dipugar tahun 1983

Pada tahun 1983-1987, dengan tujuan pelestarian, Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala melakukan pemugaran terhadap candi tersebut. Luasnya, saat itu kawasan tak lebih dari 200 meter persegi.

Selang beberapa tahun kemudian, pemerintah memperluas kawasan Candi Jabung. Tanah warga yang berada di sekitar lokasi candi dibeli guna pelestarian candi. Kini kawasan candi jabung luasnya mencapai 2,5 hektare.

“Saya tahun 1994 sudah merawat candi ini. Masih kecil lokasinya. Kemudian tanah H. Harun, Sasmito, Darto, dan Artijan dibeli oleh pemerintah. Sehingga sekarang sudah luas,” ujar Rahman.

Selama 29 tahun merawat candi tersebut, yang paling susah ialah menjaga kebersihan kawasan candi yang terbilang cukup luas. Terlebih di musim hujan seperti saat ini. Ia menyebut, rumput-rumput yang berada di sekitar candi lebih mudah untuk cepat berkembang. Sehingga ia harus rutin saban harinya memotong rumput agar kawasan candi tetap terlihat indah.

Tak hanya di situ, bersama tiga rekannya tak jarang ia menemukan sampah-sampah makanan sisa pengujuing yang dibuang sembarangan. Padahal, pihaknya sudah menyediakan banyak tempat sampah di lokasi tersebut.

Selain di halaman candi, ia juga rutin membersihkan rumput atau lumut yang ada di dinding-dinding candi. Bahkan, ia juga terkadang terpaksa naik ke atas candi demi mencabuti rumput yang tumbuh di atap candi.

Baca Juga  Rombongan Pensiunan Guru SMP 8 Kota Pasuruan Kecelakaan di Semarang, 5 Orang Meninggal

“Hanya pakai tangga, tanpa pengaman apa pun. Agak ngeri juga kalau sudah di atas, karena tingginya mencapai 16,2 meter,” paparnya.

Ia pun berharap, pengunjung yang datang ke lokasi tersebut dapat bersama-sama menjaga kelestarian candi. Baik dengan tidak membuang sampah sembarangan ataupun dengan tidak menaiki bangunan candi. Sebab, sebagian bangunan candi sudah mulai ada yang rusak termakan usia.

“Terutama yang bagian timur, karena itu kan batanya ada yang tambahan pas pemugaran itu. Kalau yang bata aslinya sampai sekarang masih lebih aman kondisinya,” katanya.

 

Kejadian Mistis di Candi Jabung

 

Sebagai bangunan suci peninggalan kerajaan kuno, Abd Rahman meyakini bahwa candi tersebut memiliki aroma mistis. Tak jarang, kejadian di luar nalar kerap terjadi di lokasi tersebut. Rahman menjelaskan, pengujung perlu menjaga tata kramanya selama berada di candi tersebut jika tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk.

Rahman menceritakan, pada awal-awal ia mulai merawat candi tersebut, ada salah satu station televisi nasional yang berencana melakukan perekaman tari-tarian daerah di sekitar candi. Ketika para penari dan kru televisi sudah siap melakukan pengambilan gambar, tiba-tiba hujan deras disertai petir dan guntur yang menggelar terjadi di sekitar lokasi. Alhasil pengambilan gambar akhirnya ditunda.

“Itu tahun 1994, kalau tidak salah saat itu Kamis, cuacanya cerah, cerah sekali, tapi tiba-tiba hujan. Hujannya sampai malam, akhirnya syutingnya ditunda, tapi besoknya juga terjadi begitu,” ungkapnya.

Akibat peristiwa ini, ia pun mencoba kepada para sesepuh desa setempat. Kejadian seperti itu memang kerap terjadi jika sebelumnya yang mempunyai kegiatan di lokasi candi tidak menggelar selamatan terlebih dahulu.

“Jadi sebelum dimulai, itu katanya harus rokatan (selamatan, Red.) dulu biar lancar acaranya,” katanya.

Akibat kejadian tersebut, ia pun meminta kepada semua pihak yang hendak menggelar acara di lokasi tersebut untuk menggelar selamatan sebelum dimulai. Pasalnya, jika tidak dilakukan, acara yang direncakan biasanya mengalami sejumlah kendala. Bahkan tak jarang, peserta kegiatan akan mengalami kesurupan.

Ia menceritakan, pada 2018 lalu pernah digelar festival reog di lokasi tersebut. Namun, panitia enggan untuk menggelar rokatan sebelum acara. Ia pun sempat mengingatkan kepada panitia untuk melakukan tradisi tersebut. Namun, pihak panitia menolak dan hanya menyewa jasa pawang hujan yang juga merupakan warga sekitar.

Baca Juga  Banjir Lahar Semeru, Tiga Alat Berat Terseret

Sang pawang pun meyanggupi karena mengira pihak panitia sudah menggelar rokatan. Namun, pada saat sang pawang hendak menggelar ritual untuk menangkal terjadinya hujan pada saat acara dimulai, tiba-tiba sang pawang menyerah.

“Saya tanya ke pawangnya kenapa menyerah. Eh malah pawangnya nanya balik ke saya tentang rokatan, saya bilang tidak mau panitianya. Ternyata, saat ritual, pawangnya ini mengaku didatangi sosok hitam besar, akhirnya dia menyerah,” ujarnya.

Alhasil, festival reog tersebut pun diguyur hujan lebat. Tak hanya itu, salah satu peserta mengalami kerasukan. Awalnya, peserta perempuan yang kerasukan ini mengaum seperti harimau. Kondisinya sempat panik sampai akhirnya perempuan tersebut sadar setelah menyampaikan pesan.

“Sebelum sadar, perempuan yang kerasukan ini berpesan dua hal. Pertama, ‘saya tidak ikhlas istana saya diinjak-injak’. Kedua, ‘saya tidak ikhlas istana saya dibuat tempat mesum’. Makanya kalau ada muda-mudi yang pacaran, saya awasi, biar tidak terjadi apa-apa,” katanya.

Rahman melanjutkan, Peristiwa mistis terakhir yang pernah dijumpaiya terjadi pada tahun baru 2021. Saat itu, ia mencoba memberikan penjelasan kepada pengunjung yang membawa anaknya berlibur agar tidak naik ke bangunan candi. Belum sempat anaknya bermain di candi. Hal mistis langsung terjadi ketika pengunjung tersebut mengaku tak percaya dengan makhluk ghaib karena belum pernah menjumpainya.

“Anaknya yang saat itu masih kelas dua SD tiba-tiba menangis, tangannya tidak bisa diangkat, seperti ada yang megang. Baru setelah itu, dia percaya kepada hal ghaib,” paparnya.

Dengan sejumlah kejadian yang terjadi, ia pun berharap kepada para pengujung untuk menjaga kelestarian Candi Jabung dengan bersama-sama. Baik dengan melestarian kebersihan, maupun dengan melestarikan budahya ketimuran yang dikenal dengan sopan santunnya.

“Alhamdulillah untuk pengunjung masih ramai, termasuk dari luar daerah. Selama Januari, kami catat 3.476 pengunjung. Sebanyak 1.947 di antaranya merupakan pelajar,” uangkapnya.(*) 

 

Editor: Ikhsan Mahmudi

Publisher: Zainul Hasan R.

Baca Juga

Bibibi, Tradisi Membagikan Makanan Jelang Lebaran yang Tak Lekang Waktu

Probolinggo,- Ada tradisi unik yang dilaksanakan menjelang Hari Raya Idul Fitri yakni, Bibibi. Tradisi membagikan …