Seribu Lampu Teplok Hiasi Genggong Saat Isra’ Mi’raj

PROBOLINGGO-PANTURA7.com, Ada pemandangan berbeda di Pondok Pesantren (Ponpes) Zainul Hasan Genggong, di Desa Karangbong, Kecamatan Pajarakan, Kabupaten Probolinggo saat malam Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Gemerlap lampu teplok nampak menghiasi seluruh penjuru pesantren.

Ya, hiasan lampu teplok saat perayaan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW, merupakan tradisi menahun di salah satu pesantren tertua ini. Setiap tahun, sedikitnya 1.000 lampu teplok disebar, mulai pintu utama pesantren hingga ruas menuju kamar santri.

“Ada seribuan lampu teplok di pesantren yang dinyalakan untuk merayakan peristiwa yang luar biasa, yakni Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW,” kata Pengasuh Ponpes Zainul Hasan Genggong, KH. Moh. Hasan Mutawakkil Allallah, Rabu (3/4/2019).

Lampu teplok berbentuk “I Love G4” menghiasi halaman Ponpes Genggong saat perayaan Isro’ Mi’roj. (istimewa).

Menurut Kiai Mutawakkil, tradisi teplok’an saat Isra’ Mi’raj telah dilakukan sejak pesantren diasuh oleh Al-Arif-Billah Almarhum KH. Mohamad Hasan. Tujuannya, untuk memeriahkan dan menghormati peristiwa bersejarah, yakni Isra’ Mi’raj Rasulullah SAW.

“Karena saat Isro’ Mi’roj juga diturunkan anugrah, nikmat dan pertolongan Allah yang dibawa oleh Rasulullah, terutama dalam bentuk ibadah yang sehari-hari kita lakukan (Sholat lima waktu, red),” tambahnya.

Mantan Ketua Tanfidziyah PWNU Jatim ini menjelaskan, memeriahkan malam Isro’ Mi’roj sama halnya dengan merayakan ulang tahun sholat lima waktu. Sebab, dari peristiwa Isra’ dan Mi’raj lah perintah sholat 5 waktu turun dan diwajibkan bagi umat islam.

“Kita memperingati hari di mana didalamnya ada anugrah dan nikmat Allah yang diturunkan kepada manusia. Jadi peristiwa itu harus diingat dan dikenang,” wanti kiai yang dikenal kharismatik ini.

Kiai Mutawakkil juga bersyukur tradisi templok’an di pesantrennya bertahan turun temurun hingga saat ini. Templok’an sudah ada sejak era kakek Kiai Mutawakkil, yakni Al-Arif-Billah KH Mohamad Hasan hingga ayah Kiai Mutawakkil, yaitu Al-Arif-Billah KH Mohamad Hasan Saifurridzal.

Baca Juga  Banjir Bandang Hantam 2 Desa di Tiris

“Mulai dari kakek saya, lalu ayah saya, tradisi ini sudah ada. Berarti sudah lebih dari satu abad,” ucap kiai yang akrab dipanggil Nun Gudil ini menegaskan.

Lampu teplok merupakan lampu tradisional yang berbahan dasar minyak sebagai sumber api. Nyala api secara normal bertahan antara 6 hingga 8 jam. (*)

 

 

 

Penulis : Moh Ahsan Faradies

Editor : Efendi Muhammad

Baca Juga

Libur Panjang Kenaikan Isa Al Masih, 30 Ribu Tiket KA Daop 9 Jember ‘Sold Out’

Probolinggo,- Kereta Api Indonesia (KAI) Daop 9 Jember menyiapkan 37.060 tempat duduk pada libur Kenaikan …