Ritual Yadnya Karo yang digelar oleh Umat Hindu Tengger di balai Desa Ngadisari Kecamatan Sukapura, Kamis (7/9/2017).

Ribuan Umat Hindu Tengger Gelar Yadnya Karo 2017

PROBOLINGGO-PANTURA7.com, Ribuan warga Suku Tengger di Lereng Gunung Bromo melaksanakan upacara Yadnya Karo, Kamis (7/9/2017). Yadnya Karo merupakan upacara hari raya terbesar masyarakat Tengger yang memiliki darah keturunan Kerajaan Majapahit.

Bagi Suku Tengger Brang Wetan, Yadnya Karo tahun ini dipusatkan di Balai Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura. Upacara adat dipimpin dua orang yang dijuluki Ratu yang ditunjuk oleh warga suku Tengger. Ratu tidak selalu berkonotasi perempuan sehingga bisa saja seorang laki-laki. Pada perayaan Karo kali ini, Ki Petinggi Ngadisari, Supoyo dan Petinggi Wonotoro, Mistaman menjadi Ratu.

“Perayaan Yadnya Karo atau istilah sebutan Hari Raya Kedua itu, merupakan wujud rasa syukur warga Tengger terhadap leluhur,” terang Dukun Pandita Sutomo, saat dikonfirmasi PANTURA7.com.

Pembukaan upacara Yadnya Karo diawali dengan ritual Tari Sodoran, yakni ritual sakral yang melambangkan pertemuan dua bibit manusia yakni, laki-laki dan perempuan. Dari keduanya, dimulailah kehidupan alam semesta.

Dalam tarian itu, masing-masing penari membawa sebuah tongkat bambu berserabut kelapa yang didalamnya terdapat biji-bijian dari palawija. Namun, sebelumnya, para temanten itu mengikuti ritual memohon pangestu punden atau restu pemilik makam. Setelah itu, temanten diarak menuju balai Desa Ngadisari.

“Pertemuan antara laki dan perempuan, ini yang menjadikan manusia pertama. Bagi kalangan masyarakat suku Tengger, biji-bijian yang dipecahkan dari dalam tongkat itu, dipercaya akan memberikan kelestarian keturunan bagi setiap pasangan,” tandas Sutomo.

Namun, sebelum tari Sodoran dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan pembacaan mantra. Kemudian Jimat Kelontongan dimandikan diiringi dengan tari Sodoran, sebagai bagian terpenting dari rangkaian upacara Karo. Jimat Kelontongan merupakan sekumpulan benda keramat.

Upacara dilanjutkan dengan ritual Tumpeng Gede sebagai wujud syukur dangan hasil panen melimpah dan anugerah tanah yang subur. Puluhan tumpeng itu dikumpulkan dari warga, lalu dimantrakan oleh dukun adat desa setempat dan dibagi-bagikan kepada warga digunakan sebagai Sesandingan. Ritual Sesandingan inilah yang menjadi ritual pamungkas dari upacara Yadnya Karo bagi umat hindu Tengger. (em/ela).

Baca Juga  Masjid Agung Gelar Salat Id di Tengah Pandemi Covid-19

Baca Juga

Bibibi, Tradisi Membagikan Makanan Jelang Lebaran yang Tak Lekang Waktu

Probolinggo,- Ada tradisi unik yang dilaksanakan menjelang Hari Raya Idul Fitri yakni, Bibibi. Tradisi membagikan …