Ponpes Putri Salafiyah An-Nur, Syiarkan Islam Lewat Rebana

Hadrah bukan sekedar kesenian Islam biasa, tetapi mengandung unsur ibadah berkat lirik yang dilantunkan. Hadrah juga bisa menjadi media dakwah yang efektif dalam mensyiarkan ajaran Islam, seperti yang selama ini dilakukan Pondok Pesantren Putri Salafiyah An-Nur, Desa Klenang Kidul, Kecamatan Bayuanyar, Kabupaten Probolinggo. Bagaimana ceritanya?


Banyuanyar,- Pondok Pesantren (Ponpes) Putri Salafiyah An-Nur memang tak begitu familiar di Jawa Timur, khususnya di Kabupaten Probolinggo. Maklum, meski lokasi pondok berada di tepi ruas jalur antar kecamatan, jalan raya Gending – Banyuanyar, namun karena pondok ini khusus putri, maka kawasan didesain lebih tertutup.

Hanya terpampang papan nama berukuran sedang di pintu gerbang pondok. Sementara di sekelilingnya, pagar tembok tinggi nan kokoh, menjulang untuk memastikan tidak ada orang luar bisa melihat suasana dalam pondok dengan nyaman.

Ponpes Putri Salafiyah An-Nur didirikan oleh Kiai Hilmi, pada 1994 silam. Sempat menjadi jujugan pesantren salaf di wilayah Kecamatan Banyuanyar dan sekitarnya, pesantren ini mengalami titik nadir setelah Kiai Hilmi wafat pada 2010 lalu.

Santri yang awalnya mencapai ratusan orang, perlahan berkurang hingga akhirnya vakum, tidak ada santri dan pembelajaran apapun di pesantren. Sementara, putra-putra Kiai Hilmi yang dipersiapkan sebagai generasi penerus, masih menimba ilmu di pesantren lainnya.

Hampir sedekade vakum, pada 2017, Ponpes Putri Salafiyah An-Nur kembali menggeliat. Dua putra Kiai Hilmi yang kala itu mulai beranjak dewasa, Gus Mohamad Jawad (26) dan Gus Ahmad Uwais (19), bahu-membahu mengumpulkan sisa-sisa kejayaan pesantren yang berserakan.

“Jumlah santri (putri) sekarang sekitar 120 orang. Kedepan, kami merencanakan untuk membuka santri putra, mohon doanya,” kata Pengasuh Ponpes Putri Salafiyah An-Nur, Gus Mohamad Jawad.

Baca Juga  Damkar Eksekusi Sarang Tawon Vespa Affinis di Rumah Warga

Rebana Jadi Media Dakwah
Salah satu ciri khas pesantren yang melekat sejak awal berdiri hingga saat ini adalah metode dakwah yang identik dengan rebana. Hadrah bagi Ponpes Putri An-Nur, bukan sekadar kesenian Islam biasa, tetapi sudah menjadi media dakwah dalam mensyiarkan Islam.

Saat ini, ada 20 orang santri yang fasih menabuh rebana dan peralatan hadrah lainnya. Dari jumlah itu, 13 orang musisi aktif, sisanya sebagai cadangan. Menariknya, seni menabuh hadrah dipelajari secara otodidak.

“Kalau hanya menyampaikan nasehat, di masyarakat kurang diminati. Tetapi jika dibarengi dengan hadrah, daya tariknya tinggi. Makanya kemudian saya berfikir tidak ada salahnya kita berdakwah lewat rebana, bersholawat sambil menabuh rebana,” ujar Gus Jawad.

Untuk mengasah kemampuan berhadrah, tim hadrah setiap Jum’at malam, berlatih di masjid pesantren. Lalu setia bulan sekali, tepatnya tiap Selasa malam, tim hadrah tampil dalam rutinan Maulid Nabi, yang digelar pesantren.

“Kalau ke masyarakat, kita tampilnya tergantung momentum. Karena ini tim putri, maka penampilannya juga dibatasi, hanya ke acara-acara muslimat. Tarif, ya seikhlasnya,” Gus Jawad menambahkan.

Seni hadrah di pesantren ini, dirintis bersamaan dengan berdirinya pesantren. Seperti lika-liku pesantren, hadrahnya pun sempat vakum setelah pendiri pesantren wafat, 28 tahun silam.

“Kedepan, kami ingin memakai jasa tutor untuk mengembangkan bakat santri dalam seni hadrah. Semua majelis sekarang rata-rata punya hadrah, jadi Hadrah ini memang efektif sebagai sarana dakwah,” tutur Gus Jawad memungkasi. (*)

 

Editor: Efendi Muhammad
Publisher: Albafillah

Baca Juga

Gabung di Kloter 43, CJH Kota Probolinggo Akan Berangkat 21 Mei 

Probolinggo,- Sebanyak 195 Calon Jemaah Haji (CJH) asal Kota Probolinggo masuk dalam Kelompok Terbang (Kloter) …