Momentum HGN, Guru Soroti UU Perlindungan Anak

PROBOLINGGO-PANTURA7.com, Hari Guru Nasional (HGN) yang diperingati setiap tanggal 25 November, menjadi ajang refleksi bagi guru. Salah satu hal yang disoroti adalah Undang-undang (UU) Perlindungan Anak, yang dianggap mengkebiri peran guru.

Salah satu guru, Kholilur Rohman (29) mengatakan, di era melenial seperti saat ini, guru tak hanya dituntut cekatan, namun juga harus memiliki toleransi dan kesabaran tingkat tinggi terhadap anak didik. Jika tidak, maka guru akan dianggap kolot dalam mendidik, yang bisa jadi berimplikasi hukum.

“Peran guru sekarang berbeda dengan zaman dulu. Dulu wali murid tidak banyak intervensi soal kebijakan sekolah ataupun guru. Dulu seorang guru dianggap sebagai orang tua kedua,” ucap Kholil, guru asal Desa Sentul, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Minggu (25/11/2018).

Ia menambahkan, peran guru saat ini kian terbatas dengan lahirnya Undang-undang perlindungan anak. “Guru yang mempunyai murid bandel, mau memberikan sanksi fisik itu masih mikir dua kali. Bisa-bisa kalau sampai ke fisik, kita kena imbasnya,” ujar bujang bertubuh ceking ini.

Terpisah, Pengawas Pendidikan Madrasah Aliyah Wilayah Timur Husnan Abrori mengatakan, bahwa adanya Undang-undang nomer 35 tahun 2014 perubahan atas Undang-undang nomer 23 tahun 2012 tentang perlindungan anak, sejatinya bertujuan untuk melindungi anak di usia produktif.

“Entah dari kekerasan fisik maupun psikis anak,. Faktanya, tak sedikit anak yang hamil diluar nikah dan celakanya yang menghamili itu bapaknya sendiri, dan tak sedikit pula banyak pelecehan seksual yang dilakukan oleh gurunya. Dari situlah undang-undang ini hadir,” beber Husnan.

UU Perlindungan Anak, urai Husnan, bertujuan baik. Namun, hanya perlu adanya kesadaran semua pihak, bahwa anak itu perlu dilindungi, dan guru juga perlu dilindungi. Jangan sampai hanya karena ingin memberikan efek jera dengan tujuaj mendidik, guru justru tersandung kasus hukum.

Baca Juga  Sehari Ditutup, Jalur Wisata Gunung Bromo Kembali Dibuka

“Hukuman fisik membuat si anak ataupun orang tua tidak terima. Demikian pula dengan kenakalan siswa yang berlebihan, membuat guru habis kesabaran. Disinilah dibutuhkan kultur dan sistem yang baik di tiga lembaga pendidikan (Tripusat pendidikan) yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat,” tutupnya. (*)

 

 

Penulis : Moh Ahsan Faradies

Editor : Efendi Muhammad

Baca Juga

Top! Santri MTs. Zainul Hasan Genggong Kembali Raih Bronze Medal Olimpiade di Thailand

Probolinggo,- Prestasi emas kembali ditorehkan oleh santri MTs. Zainul Hasan Genggong, Kecamatan Pajarakan, Kabupaten Probolinggo. …