Melihat Kerajinan Rebana di Pasuruan, Sempat Berhenti Produksi Akibat Pandemi

PURWOREJO-PANTURA7.com, Pandemi Covid-19 yang terjadi selama beberapa bulan terakhir, membuat kerajinan rebana di Kota Pasuruan lesu. Para perajin mengeluh karena omset penjualan anjlok, bahkan sebagian perajin menghentikan produksi.

Seperti yang diceritakan Muslikh (50), perajin rebana asal Desa Sekargadung, Kecamatan Purworejo, Kota Pasuruan. Ia mengaku terpaksa berhenti produksi rebana karena tidak adan kegiatan keagamaan seperti shalawatan dan banjari.

“Selama tiga bulan sejak Covid-19 muncul, kita sudah tidak memproduksi rebana. Hal itu terjadi karena pemesan juga tidak ada sama sekali,” kata Muslikh saat ditemui wartawan PANTURA7.com, Senin (3/8/2020).

TERDAMPAK : Muslikh menunjukkan sejumlah rebana hasil produksinya. (Foto : Suhada Kamilio).

Menghentikan produksi rebana berakibat fatal bagi Muslikh. Ia dan dua saudaranya, Rofiq (55) dan Ghoni (47), yang selama ini menjadi karyawan di tempat usaha tersebut, akhirnya menganggur. Secara otomatis, tiga bersaudara ini pun tidak mempunyai penghasilan.

Kebijakan pemerintah yang mulai longgar meski pandemi belum berakhir, bak oase bagi industri rumahan milik Muslikh. Perlahan, usahanya mulai menggeliat, bahkan pada awal Juli lalu ia kembali memproduksi rebana.

“Alhamdulillah, awal juli kemarin kami mulai produksi kembali. mulai ada pemesan yang datang dan ada juga yang sebatas servis alat rebana,” syukur Muslikh senang.

Menurut Muslikh, dalam kondisi normal pemasaran kerajinan rebana miliknya sudah menyasa ke luar daerah. Mulai Kota Probolinggo, Lumajang, Jember, Malang, bahkan hingga ke luar pulai, yaitu Kota Mataram Nusa Tenggara Barat.

Harga yang dibandrol untuk satu set rebana oleh Muslikh, sekitar Rp 3 juta sedangkan harga satu set rebana untuk hadrah sebesar Rp 1,5 juta, “Kalau harga per bijinya tetap, yaitu Rp 350 ribu, tidak ada kenaikan dari kami,” jelas dia.
Kerajinan rebana yang sekarang dikembangkan oleh Muslikh, merupakan kerajinan turunan dari ayahnya, Abdus Salam. “Kerajinan rebana ini mulai berdiri sekitar tahun 70an oleh abah kami,” tutur Rofiq yang diamini Muslikh.

Baca Juga  Gerakan ‘Jatim Bermasker’ Masif, Warga Kaget

Mereka berharap, pandemi Covid-19 lekas berlalu sehingga warga leluasa untuk menggelar hajatan. Imbasnya, produksi kerajinan alat tradisional islam ini bisa kemballi normal sepert biasanya.

“Kami berharap, kedepannya kesenian hadrah Al-Banjari terus berkembang dan semoga pandemi Covid-19 cepat berakhir,” tutup Rofiq. (*)


Editor : Efendi Muhammad
Publisher : A. Zainullah FT


Baca Juga

Alih Status, Dua Ribuan Wanita di Probolinggo jadi Janda

Probolinggo,- Kasus perceraian di Kabupaten Probolinggo masih cukup tinggi. Sepanjang tahun 2023, Pengadilan Agama (PA) …