Dawimatus Sholihah, S.Pd, Direktur Fascha Institute yang aktif dalam kegiatan sosial dan IPPNU. (Foto : Dawim for P7.com)

Konstalasi Politik 2019, Dinamika Sosial Menuju Politik Bermartabat

PROBOLINGGO-PANTURA7.com, Indonesia mengakui bahwa demokrasi sebagai alat ukur dari keabsahan politik. Kehendak rakyat adalah dasar utama kewenangan pemerintahan menjadi basis tegaknya sistem politik demokrasi. Masyarakat berpartisipasi baik secara langsung maupun perwakilan dalam urusan perumusan, pengembangan dan pembuatan hukum di Indonesia.

Demokrasi sangat menjunjung tinggi hak masyarakat dalam partisipasinya bagi pembangunan negara, namun dalam menjalankan sistem ini tak akan semudah mengucapkan atau menulislan pengertianya, banyak sekali kendala yang dihadapi termasuk kendala dari para wakil rakyat.

Istilah demokrasi berasal dari yunani kuno yang diutarakan di Athena pada abad ke 5 SM. Namun, arti istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem demokrasi di beberapa negara.

Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat dan kratos yang berarti kekuasaan. Secara bahasa demokrasi adalah kekuasaan yang berada ditangan rakyat (pemerintahan rakyat). Dengan kata lain demokrasi adalah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Dalam hal ini Rousseau berpendapat bahwa negara memang harus menyatu dengan rakyat. Oleh karena itu, negara tidak lain hanya menjalankan kehendak umum,”Volente generaly”. Memang betul bahwa kehendak semua orang, “Volente de tous”, tidak dengan sendirinya adalah kehendak umum.

Tetapi dalam kehendak masing-masng orang termuat unsur yang umum. Jadi kehendak umum adalah kehendak bersama masing-masing individu untuk mengusahakan kepentingan umum walaupun begitu dalam memberikan pemecahan kongkrit, Adanya prinsip mayoritas merupakan hal yang esensial dalam demokrasi.

Setiap bangsa yang berupaya mewujudkan dan mendekati demokrasi (approaching democracy) harus secara sadar (rasional) menerima kedaulatan suara mayoritas ini sebagai penentu signifikan dalam pelaksaan demokrasi yang sistemik.

Baca Juga  Demokrasi Ambang Batas
Dawimatus Sholihah (pegang mic) saat mengisi kajian muslimat di kampungnya. (Foto : Dawim for P7.com).

 

Perubahan sistem, peluang dan tantangan
Kondisi politik di Tahun 2019 tentu sangat berbeda dengan kondisi di tahun 2014. Baik dari sistem pemilihannya ataupun dari cara pandang masyarakatnya, terutama di sistem pemilihan legislatifnya, mulai dari DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/ Kota. Seperti kita ketahui pileg 2014 memakai metode penghitungan suara Bilangan Pembagi Pemilih (BPP).

Namun, pada Pileg 2019 menggunakan metode Sainte Lague murni yaitu pembagian kursi dilakukan dengan pembagian bilangan ganjil 1, 3, 5, 7 dan seterusnya. Jika partai sudah dapatkan kursi pertama, untuk pembagian berikutnya partai tersebut akan dibagi 3 dan seterusnya. Sistem penentuan ini, membuat mau tak mau, caleg dan partai harus bekerja sama dalam peraihan suara terbanyak.

Menang secara individual untuk suara caleg tetapi suara partai tak terdongkrak, akan mempengaruhi proses duduknya calon di legislatif. Dalam artian, caleg juga dituntut untuk menangkan partai. Partai juga berjuang untuk dapatkan suara terbanyak.

Selain untuk pribadi (suara caleg), juga untuk membuat partai dapatkan suara tertinggi. Ini kan saling dukung-mendukung, tidak semata-mata hanya suara caleg individual. Semua parpol memasang orang-orang yang punya suara banyak (elektabilitas tinggi).

Sistem perhitungan suara penempatan kursi Sainte Lague murni ini membuat partai ikut memberikan kontribusi penting pada majunya caleg baik di DPRI, DPRD Provinsi, maupun DPRD Kabupaten/ Kota.

Itulah gambaran sistem yang akan dijalankan menuju 17 April 2019 mendatang, yang sudah didepan mata dalam hitungan hari. Semakin menarik melihat suhu politik yang sudah panas ini, bukan hanya persoalan pilpres saja, bahkan persoalan politik ditingkat lokal juga sangat panas,

Yaitu pilihan legislatif DPRD Kabupaten/Kota yang banyak diisi oleh politisi-politisi baru yang sebenarnya masih banyak dipertanyakan oleh rakyat tentang “kualitas dan kekuatannya”.

Baca Juga  Salah Pilih Prodi, Salah Kaprah

Tidak jarang masyarakat yang ragu kepada mereka yang menjadi Caleg, benarkah mereka faham tentang bagaimana persoalan membela kepentingan rakyat, persoalan legislasi atau persoalan merumuskan aspirasi rakyat dimasa mendatang, atau jangan-jangan hanya melahirkan wakil rakyat yang tidak bisa berbuat apa-apa.

Hal itu dikarenakan para caleg jarang melakukan dialog menyampaikan visi dan misi serta gagasan-gagasan yang akan dia lakukan selama 5 tahun kedepan. Akan tetapi ada sisi positif juga (jika ini dimaknai baik) karena saat ini pengajian-pengajian di tingkat RT/RW, perkumpulan kegiatan masyarakat, lomba-lomba desa, yasinan, sholawatan dan banyak lagi kegiatan masyarakat yang kemudian menjadi ajang tampilnya para caleg yang ingin merebut hati masyarakat.

Dari diskusi Bersama kawan-kawan seperjuangan, saya melihat memang hampir 70% masyarakat kecewa dengan kepemimpinan anggota DPRD yang 2014 silam terpilih, sehingga sangat besar peluangnya bagi para pendatang baru untuk mendulang suara para pemilih yang sakit hati.

Meskipun kerapkali yang berjuang harus kalah dengan yang beruang. Akan tetapi yakinlah bahwa pemilih kita sudah semakin cerdas dan sudah bisa melihat apa yang diinginkan kedepan.

 

Menjadikan dunia politik sebagai fastabikul khairat
Tahun 2019 menjadi tahun perjuangan bagi para politisi, setidaknya, ada bentuk perjuangan yang dilakukan, tentu itu perjuangan yang baik, perjuangan yang all out, dan tidak mengenal kata menyerah.

Menjadi anggota DPR yang rajin turun melihat rakyatnya, hadir ditengah-tengah rakyat untuk mendengarkan aspirasi-aspirasinya, juga aktif berkomunikasi dengan pihak-pihak eksekutif yang menyusun anggaran dan program kebiajakan pemerintah kabupaten.

Semua dilakukan semata-mata untuk berlomba-lomba dalam hal kebaikan (fastabikul khairat). Semoga Gedung DPRD Kabupaten Probolinggo Periode 2019-2024 diisi oleh insan-insan yang berkualitas, yang amanah dan bisa membawa aspirasi-aspirasi rakyat untuk kemajuan Kabupaten Probolinggo.

Baca Juga  Inovasi Kuliner Ditengah Pandemi, Beejay Seafood Tebar Reseller

Kita semua berharap, agar masyarakat Probolinggo tidak melahirkan anggota DPR yang tidak cerdas dan kurang peduli dengan para konstituennya. Amien YRA….

 

*Penulis adalah Dawimatus Sholihah, S.Pd. (Direktur Fascha Institute yang aktif di kegiatan sosial dan IPPNU), tinggal di Desa Liprak Wetan, Kec. Banyuanyar, Kab. Probolinggo.

Baca Juga

Menjaga ‘Kewarasan’ Pers dalam Pemilu Tahun 2024

Fungsi pers sebagai sarana informasi, edukasi dan kontrol sosial serta nilai-nilai moral maupun etik profesi …