Menu

Mode Gelap
Jamaah Haji asal Kota Probolinggo ini Meninggal Saat Perjalanan Pulang Geramnya Sunan, Motor Digelapkan Teman yang Kerap Dibantunya Diduga Cabuli Anak di Bawah Umur, Tukang Becak di Pasuruan Diamankan Polisi Jember Jadi Tuan Rumah Porseni Madrasah se-Jawa Timur, Diikuti Ribuan Pelajar Hanya Bertengger di Posisi 30 Porprov Jatim 2025, KONI Kota Probolinggo Segera Evaluasi Tim Model Nasional Desa Berbasis Kearifan Lokal, Senduro Jawab Tantangan Iklim

Sosial · 6 Jul 2025 19:52 WIB

Enam Bulan, Angka Perceraian di Probolinggo Nyaris Seribu Kasus


					Ilustrasi perceraian pasangan suami istri (pasutri). Perbesar

Ilustrasi perceraian pasangan suami istri (pasutri).

Probolinggo,– Memasuki pertengahan 2025, angka perceraian di Kabupaten Probolinggo mencatat tren yang cukup mencengangkan. Tak tanggung-tanggung, angkanya hampir mencapai seribu kasus.

Berdasarkan data dari Pengadilan Agama (PA) Kraksaan, sebanyak 999 perkara perceraian telah dikabulkan sepanjang Januari – Juni. Jumlah ini merupakan bagian dari total 1.238 perkara yang telah didaftarkan ke PA Kraksaan.

Dari keseluruhan perkara yang dikabulkan, mayoritas merupakan cerai gugat atau gugatan cerai yang diajukan oleh pihak istri dengan jumlah mencapai 743 perkara. Sementara itu, 256 perkara lainnya merupakan cerai talak yang diajukan oleh pihak suami.

Panitera Muda Hukum PA Kraksaan, Akhmad Faruq mengatakan, sebagian besar perkara telah melalui proses persidangan dan diputus oleh majelis hakim, meski masih ada sejumlah perkara yang tengah berproses.

“Selama setengah tahun, total perkara cerai yang masuk ke kami itu ada 1.238. Sebagian besar sudah kami putus, dan sisanya masih dalam tahap persidangan,” kata Faruq, Minggu (6/7/25).

Faruq menjelaskan, faktor ekonomi menjadi penyebab utama dalam sebagian besar perkara perceraian. Ketidakmampuan pasangan dalam menghadapi tekanan hidup, terutama ketika kondisi finansial tidak stabil, kerap memicu pertengkaran yang berujung pada keputusan untuk bercerai.

“Faktor ekonomi menjadi pemicu paling dominan. Banyak pasangan yang tidak mampu bertahan ketika tekanan hidup meningkat, apalagi jika tidak ada komunikasi yang sehat di dalam rumah tangga,” tutur dia.

Selain itu, perselisihan berkepanjangan, ketidaksepahaman dalam menjalani pernikahan, serta adanya pihak ketiga atau perselingkuhan juga menjadi alasan kuat di balik perceraian.

Dalam sejumlah kasus, konflik yang tak kunjung usai membuat salah satu pihak merasa tidak nyaman hingga akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hubungan pernikahan.

Faruq menambahkan, tekanan ekonomi sering kali menjadi akar dari berbagai permasalahan lainnya. Mulai dari pertengkaran kecil yang terus berulang hingga pada akhirnya memicu tindakan tidak setia.

Hal ini menunjukkan bahwa masalah keuangan tidak hanya berdampak secara materiil, tetapi juga secara emosional dan psikologis dalam hubungan rumah tangga.

“Faktor ekonomi masih menjadi yang paling dominan dalam banyaknya kasus perceraian ini,” tambahnya.

Ia melanjutkan, pihaknya tak tinggal diam dalam menyikapi banyaknya angka perceraian ini. Upaya mediasi terus dilakukan terhadap pasangan yang mengajukan gugatan cerai.

Harapannya, mereka bisa kembali mempertimbangkan keputusan tersebut secara matang. Namun, ia mengakui bahwa tingkat keberhasilan mediasi tergolong rendah.

“Kami selalu berusaha memediasi agar tidak semua berakhir pada perceraian. Tapi kalau salah satu pihak sudah tidak ingin melanjutkan pernikahan, maka kami tidak bisa menolak permohonannya,” jelasnya.

Menurut Faruq, banyak pasangan yang datang ke pengadilan dengan keputusan yang sudah bulat untuk berpisah. Hal ini membuat ruang mediasi menjadi sempit, karena niat untuk memperbaiki hubungan sudah tidak ada sejak awal proses hukum dimulai.

Faruq pun berharap, masyarakat harus bisa memandang pernikahan sebagai sebuah komitmen jangka panjang yang membutuhkan kesiapan mental, ekonomi, dan emosional.

Ia menekankan bahwa pernikahan bukan hanya tentang cinta, tetapi juga tentang kerja sama dan tanggung jawab bersama.

“Kami berharap masyarakat bisa menjadikan pernikahan sebagai ikatan yang dijaga bersama. Jika ada masalah, komunikasikan dan carilah solusi bersama. Perceraian seharusnya menjadi jalan terakhir, bukan pilihan utama ketika menghadapi masalah,” ia memungkasi. (*)

 


Editor: Mohammad S

Publisher: Keyra


Artikel ini telah dibaca 58 kali

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Jamaah Haji asal Kota Probolinggo ini Meninggal Saat Perjalanan Pulang

8 Juli 2025 - 21:25 WIB

Sopir Bus Keluhkan Macet Parah di Klakah, Waktu Tempuh Bertambah Satu Jam Lebih

7 Juli 2025 - 18:45 WIB

Cegah Kecelakaan, Warga Halau Pengguna Motor Matik Masuki Wisata Bromo

7 Juli 2025 - 18:20 WIB

Tiga Jamaah Haji Lumajang Belum Bisa Pulang Bersama Rombongan

7 Juli 2025 - 15:29 WIB

Seleb Tik-tok Luluk Nuril Kembali jadi Sorotan, Kini Diterpa Isu Penipuan

7 Juli 2025 - 11:39 WIB

Puluhan Ribu Warga Lumajang Kehilangan Akses BPJS, 22.450 Peserta PBIJK Dinonaktifkan

7 Juli 2025 - 08:50 WIB

Lomba Burung Berkicau Kapolres Cup 2025 jadi Ajang Pelestarian Satwa di Probolinggo

6 Juli 2025 - 21:16 WIB

Kejuaraan Menembak Senapan Angin Kapolres Probolinggo Cup 2025 Digelar, begini Keseruannya

6 Juli 2025 - 20:58 WIB

Polemik KSU Cakrawala Bergulir, Dewan Ungkap Nilai Aset yang Masih Bisa Diamankan

4 Juli 2025 - 19:10 WIB

Trending di Sosial