Pasuruan,- Kepala Desa Ambal-Ambil, Kecamatan Kejayan, Kabupaten Pasuruan, berinisial SA (58), resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan desa.
Penetapan tersangka ini diumumkan dalam konferensi pers di Mapolres Pasuruan, Jumat (13/6/2025) siang.
Wakapolres Pasuruan, Kompol Andy Purnomo mengatakan, penetapan SA dilakukan setelah penyidik Satreskrim menemukan dugaan kuat adanya penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan dana desa.
“Saat ini penyidik Satreskrim Polres Pasuruan Kota menetapkan tersangka terhadap SA sebagai terduga tindak pidana korupsi,” ujar Kompol Andy di hadapan wartawan.
Modus yang dilakukan tersangka, lanjut Andy, terjadi dalam kurun waktu April 2021 hingga Desember 2022. Dana yang dikelola berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun 2021 dan 2022.
Hasil audit dari Inspektorat Kabupaten Pasuruan menunjukkan, bahwa kerugian negara mencapai Rp448.222.635.
Polisi juga menyita sejumlah barang bukti seperti, dokumen APBDes, SPJ penggunaan dana desa, serta buku tabungan Bank Jatim atas nama Kas Desa Ambal-Ambil.
“Jadi tersangka tidak menggunakan anggaran sesuai aturan pemerintah. Tidak transparan, tidak proporsional, tidak efektif, dan tidak efisien. Akibatnya, proyek-proyek desa tidak berjalan sesuai rencana,” jelas Andy.
Kasatreskrim Polres Pasuruan, AKP Adimas Firmansyah menambahkan, bahwa setiap pencairan dana dilakukan langsung oleh kepala desa dan uangnya disimpan secara pribadi, bahkan sebagian disetorkan ke rekening pribadinya.
“Pembelanjaan juga tidak dilakukan oleh Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) maupun Pelaksana Pengelola Keuangan Desa (PPKD) sebagaimana mestinya,” ungkap Adimas.
Ia menjelaskan, bahwa sebagian besar nota pembelian barang dan kebutuhan operasional berasal dari toko penyedia dalam kondisi kosong, kemudian diisi sendiri oleh tersangka.
Bahkan, honor untuk TPK hanya dicatat sebagai sudah dibayar, padahal tidak pernah disalurkan.
“Selain itu, pembangunan sumur bor tidak sesuai RAB, dan ditemukan adanya mark-up harga dalam pengadaan alat kantor, alat kesehatan, kambing ternak, serta bibit lele,” paparnya.
Atas perbuatannya, SA dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Ancaman hukuman pada Pasal 2 adalah pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun serta denda minimal Rp200 juta hingga maksimal Rp1 miliar.
Sedangkan Pasal 3 mengatur pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda mulai Rp50 juta sampai dengan Rp1 miliar. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Keyra