Probolinggo,- Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (K-Sarbumusi) Kabupaten Probolinggo, audiensi dengan Bupati Probolinggo, dr. Mohammad Haris (Gus Haris), Jumat (9/5/25) pagi.
Dalam kesempatan itu, Gus Haris memaparkan rencananya untuk menjadikan tiga wilayah di Kabupaten Probolinggo sebagai pusat industri. Tiga wilayah itu adalah Kecamatan Tongas, Gending, dan Kotaanyar.
“Tetapi agar diminati investor itu sektor pendukungnya harus memadai. Seperti ketersediaan air, listrik stabil, terutama kondusifitas serta akses jalan yang bagus, itu yang juga kami perhatikan,” kata Gus Haris.
Pemerintah daerah, sambungnya, juga sedang mempersiapkan standard regulasi bagi para investor atau pengusaha yang akan berbisnis di Kabupaten Probolinggo. Termasuk di antaranya adalah penyerapan tenaga kerja dari warga lokal.
“Bagaimana nanti regulasi ini bisa ramah ke investor. Namun juga memperhatikan 70 persen pekerjanya harus dari warga lokal,” ucapnya.
Gus Haris menyebut, dengan lapangan kerja yang kian terbuka dan potensi masuknya investor baru ke Kabupaten Probolinggo, maka kesejahteraan buruh atau tenaga kerja, akan menjadi salah satu fokus perhatiannya.
Hal ini, menurutnya merupakan peluang bagi K-Sarbumusi untuk menjadi katalisator dalam rangka mengawal kesejahteraan buruh dan membantu pertumbuhan dunia industri, apalagi mayoritas warga Kabupaten Probolinggo merupakan dan nahdliyyin.
“Berdasarkan data, 97 persen muslim, dan mayoritas Nahdliyyin. Ini kesempatan bagi Sarbumusi sebagai Banom NU untuk melakukan advokasi dan bersinergi dengan pemerintah. Namun, pendekatannya kepada buruh, kepada investor harus santun, karena Sarbumusi ini kan dari NU,” bebernya.
Ketua DPC K-Sarbumusi Kabupaten Probolinggo, Babul Arifandhie mengatakan, advokasi kesejahteraan buruh merupakan prinsip dasar gerakan K-Sarbumusi, tak terkecuali di Kabupaten Probolinggo.
“Rata-rata buruh nahdliyin di Kabupaten Probolinggo, bekerja pada perusahaan kategori middle class (kelas menengah, red) ke bawah sehingga kesejahteraannya pun jauh lebih rendah daripada pekerja di pabrik segmen kelas atas,” ujarnya.
Selain itu, imbuhnya, banyak buruh nahdliyin yang masih berstatus buruh kontrak berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Alhasil, advokasi perburuhan kadang konstan dan tidak berkesinambungan.
“Kami siap mengawal kesejahteraan buruh tanpa harus menghambat pertumbuhan investasi. Kesejahteraan pekerja dan pertumbuhan industri wajib berjalan beriringan agar cita-cita bupati menjadikan masyarakat Kabupaten Probolinggo maju dan sejahtera, bukan sekedar bualan,” sampainya. (*)
Editor : Mohammad S
Publisher: Keyra