Jakarta,- Pilkada serentak 2024 akan menjadi ajang yang menarik, terutama di daerah-daerah yang hanya memiliki calon tunggal. Dalam kondisi seperti ini, ada kemungkinan kotak kosong atau suara tanpa foto kandidat dapat memenangkan pemilihan.
Lalu, bagaimana proses dan tahapan yang harus dilalui jika kotak kosong berhasil meraih suara terbanyak? Siapa yang akan memimpin daerah tersebut?
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah mengatur mekanisme jika dalam pilkada calon tunggal kalah melawan kotak kosong. Berdasarkan peraturan yang ada, daerah tersebut akan dipimpin oleh Penjabat (Pj) sementara hingga dilaksanakannya pilkada ulang pada kesempatan berikutnya.
Menurut Ketua Divisi Teknis KPU RI, Idham Holik, jika calon tunggal tidak mendapatkan suara sah lebih dari 50 persen, maka pasangan calon tersebut tidak memenuhi syarat untuk dinyatakan terpilih.
Dalam situasi seperti ini, pemilihan kepala daerah akan diulang pada pilkada berikutnya yang dijadwalkan pada tahun 2029. Selama periode menunggu ini, daerah akan dipimpin oleh Penjabat sementara.
Meski hanya terdapat calon tunggal, KPU tetap akan melakukan pengundian nomor urut untuk menentukan posisi calon tunggal pada surat suara. Pengundian ini dijadwalkan pada 23 September 2024.
Kotak kosong atau suara tanpa foto kandidat juga akan tetap disediakan untuk masyarakat yang tidak mendukung calon tunggal. Jika hasil pemungutan suara menunjukkan kemenangan kotak kosong, maka KPU wajib menggelar pilkada ulang.
Hal ini diatur dalam Pasal 54D Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Pilkada ulang ini dapat dilaksanakan pada tahun berikutnya atau sesuai dengan jadwal keserentakan pilkada yang diatur dalam undang-undang, yaitu lima tahun sekali.
Sampai saat ini, KPU belum menentukan jadwal pasti pelaksanaan pilkada ulang. KPU masih harus berkonsultasi dengan DPR mengenai waktu yang tepat untuk menggelar pemilihan ulang.
Berdasarkan Pasal 54D ayat (3) UU 10/2016, terdapat dua opsi terkait jadwal pilkada ulang: pertama, dilaksanakan pada tahun berikutnya; kedua, mengikuti jadwal keserentakan pilkada lima tahun sekali, yaitu pada tahun 2029.
Rapat konsultasi antara KPU dan DPR ini akan diupayakan segera digelar untuk membahas opsi terbaik dalam pelaksanaan pilkada ulang. Dalam waktu dekat, KPU akan berkomunikasi dengan DPR untuk memperoleh kesepakatan terkait pelaksanaan pilkada ulang ini.
Pilkada ulang pada 2025 menjadi salah satu opsi untuk memberikan kesempatan kepada daerah memiliki kepala daerah definitif tanpa harus menunggu terlalu lama.
Idham Holik menjelaskan, tujuan utama pilkada adalah untuk mengaktualisasikan kedaulatan pemilih dalam memilih kepala daerah secara langsung. Namun, jika jadwal pilkada ulang dipilih pada tahun 2029, maka selama periode tersebut daerah akan dipimpin oleh Penjabat sementara.
Pilihan ini tentu akan menunda keinginan pemilih untuk memiliki kepala daerah definitif, namun sesuai dengan peraturan, KPU akan memastikan bahwa semua tahapan pilkada ulang dilaksanakan dengan baik dan sesuai jadwal yang telah ditetapkan.
Mekanisme pilkada yang melibatkan kotak kosong sebagai opsi suara memberikan ruang bagi masyarakat untuk menolak calon tunggal tanpa harus golput.
Jika kotak kosong menang, maka daerah akan dipimpin oleh Penjabat sementara hingga pemilihan kepala daerah definitif pada pilkada berikutnya. KPU akan berkonsultasi dengan DPR untuk menentukan waktu yang tepat dalam pelaksanaan pilkada ulang, demi memastikan hak dan kedaulatan pemilih tetap terjaga. (*)
Editor: Mohammad S
Publisher: Keyra