PROBOLINGGO-PANTURA.com, Lima kali merasakan pengapnya udara dibalik jeruji besi, tak membuat Juni (55), warga Dusun Kembang, Desa Randu Merak, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo kapok. Nenek yang memiliki delapan anak dan empat cucu ini, justru kembali tertangkap polisi dengan kasus yang sama.
Bahkan Kapolres Probolinggo, AKBP Fadly Samad tak mampu menyembunyikan kekesalannya melihat kenekatan Juni. Dengan nada tinggi, Kapores menasehati agar wanita paruh baya itu berhenti berbisnis obat terlarang, karena sangat membahayakan generasi muda.
“Sampean ini bagaimana, Bu? Kok gak kapok-kapok? Sudah dihukum lima kali masih tetap jual obat terlarang. Nanti saya mau koordinasi dengan majelis hakim biar sampean dihukum lima tahun,” Ancam Kapolres Fadly saat menginterogasi Juni di Mapolres Probolinggo, Jumat (15/12/2017).
Juni yang mengenakan kerudung pink dan baju tahanan, hanya tertunduk tanpa menjawab. Dengan lantang, Kapolres kembali menasehati Juni. “Saya tidak kompromi dengan narkoba, ini jauh lebih berbahaya dari pencurian. Menjual obat terlarang berat pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Ingat itu,” kata perwira asal Makassar Sulawesi Selatan ini.
Juni kembali ditahan Satreskoba Polres Probolinggo karena menjual pil dextro. Polisi menyita 4000 butir pil dextro dan satu unit HP dari tangan Juni. Dihadapan polisi, Juni mengaku menjual 7 paket pil dextro tiap hari di warung kopi miliknya, dengan keuntungan Rp 20.000 per paket.
Ditanya alasan mengapa tak kunjung kapok jualan dextro, Juni menjawab karena ia orang tidak punya. “Saya orang gak punya, penghasilan dari warung gak seberapa. Biasanya yang beli nelayan yang hendak melaut, ada juga remaja,” kilahnya.
Tak hanya Juni, polisi juga menciduk Misyani (46), warga Dusun Krajan, Desa Glagah, Kecamatan Pakuniran. Kasusnya sama, menjual koplo disela-sela berjualan kopi. Dari tersangka Misyani, polisi menyita barang bukti berupa pil koplo jenis Trex sebanyak 60 butir dan uang tunai Rp. 930.000.
Akibat perbuatannya, polisi menjerat dua wanita pebisnis barang haram itu dengan pasal 197 subsider 196 Undang-undang RI nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Keduanya terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun. (din/arf).
Tinggalkan Balasan