Lumajang, – Kabupaten Lumajang, dengan kekayaan alamnya yang melimpah dan tercatat memiliki 247 daya tarik wisata, terutama wisata alam yang dikelola langsung oleh masyarakat melalui BUMDes, menghadapi dilema besar dalam pengembangan pariwisatanya.
Ironisnya, meski potensi besar ini ada, penataan dan pengelolaan pariwisata yang menjadi fondasi utama pengembangan justru masih jauh dari kata matang.
Di samping itu, masalah paling mendesak adalah belum berjalannya manajemen dan branding pariwisata secara serius. Dinas Pariwisata tampak lebih sibuk menunggu regulasi dan investor, tanpa fokus pada penataan internal dan penguatan SDM pengelola wisata.
Padahal, tanpa tata kelola yang baik, kehadiran investor justru berpotensi memperparah masalah, seperti yang terjadi di daerah lain yang dikelola oleh pihak ketiga namun kurang memperhatikan keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat lokal.
“Sebagian besar wisata alam dan sebagian besar dikelola oleh masyarakat. Belum ada investor ataupun pihak ketiga yang mengelola,” kata Kepala Dinas Pariwisata, Yuli Harismawati saat dikutip dari salah satu radio di Lumajang, Selasa (13/5/25).
Kondisi Lumajang berbeda dengan daerah lain seperti Ponsosumo yang dikelola oleh CV atau PT sehingga lebih tertata. Namun, di Lumajang, pengelolaan masih sepenuhnya oleh masyarakat, yang walaupun memiliki potensi besar, belum mendapat pendampingan dan penataan yang memadai.
Ini menegaskan, bahwa fokus utama harus pada penataan dan pembinaan pengelola wisata sebelum membuka pintu bagi investor eksternal yang bisa jadi hanya mengejar keuntungan tanpa memperhatikan aspek sosial dan lingkungan.
“Sekarang yang lagi viral banyak diminatikan di Ponsosumo juga kan yang seperti hutan binatang. Tapi di sana dikelola oleh pihak ketiga. Pihak-pihak ketiga ini yang menata ya karena mereka mungkin CV atau PT itu lebih tertata,” ungkap dia.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Lumajang melontarkan kritik tajam terhadap kinerja Dinas Pariwisata Kabupaten Lumajang. Dinas Pariwisata dinilai belum mampu mengelola potensi wisata daerah secara optimal.
Hal ini disampaikan dalam berbagai kesempatan, termasuk rapat paripurna dan forum evaluasi yang menyoroti lemahnya manajemen, kurangnya inovasi, serta minimnya transparansi data kunjungan wisatawan.
Anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Lumajang, Junaedi, dalam sesi wawancara di salah satu radio Lumajang mengatakan, kalau berbicara tentang wisata, tidak mungkin Dinas Pariwisata tidak mengetahuinya.
Lanjut dia, Lumajang memiliki potensi wisata alam yang luar biasa, namun tanpa penataan yang baik dan penguatan pengelola wisata.
“Mungkin untuk wisata yang di daerah Tempursari yang pantai itu aja yang masih belum, yang perlu untuk mendapatkan perhatian. Saya ingat sana agak vakum sekarang, agak tertinggal begitu. Itu perlu perhatian juga,” tegas Junaidi.
Dinas Pariwisata harus segera mengalihkan fokus dari sekadar menunggu investor ke upaya nyata memperbaiki tata kelola, meningkatkan SDM, memperbaiki akses dan fasilitas pendukung, serta membangun branding pariwisata yang kuat dan berkelanjutan.
“Terkait dengan wisata itu sebenarnya kita harus memahami dulu bahwa jenis wisata di Lumajang sebenarnya sudah komplek. Ada wisata alam, ada Tumpak Sewu, ada pantai, ada hutan, dan juga ada wisata budaya kalau di sini mau diangkat situs, situs Biting kan gitu ya, Tengger kan gitu,” pungkasnya. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Keyra