PROBOLINGGO-PANTURA7.com, Pesatnya perkembangan teknologi informasi, bak mata uang logam dengan dua sisi. Satu sisi mempermudah akses komunikasi informasi dengan lebih cepat dan efisien, namun disisi lain mengikis tatanan sosial dan budaya masyakarat.
Betapa tidak, seseorang dengan mudahnya berinteraksi dengan dunia luar hanya dalam hitungan detik, sekaligus menerima berbagai pengetahuan dan budaya dari luar tanpa sensor sedikitpun. Bahkan, tak hanya kawasan perkotaan, cengkeraman globalisasi mengakar ke desa-desa dan kawasan terpencil.
Namun hantaman globalisasi tak membuat sekelompok pemuda di Desa Brabe, Kecamatan Maron, Kabupaten Probolinggo patah arang. Tekad melestarikan karakter dan menciptakam tunas bangsa yang mumpuni tetap dipupuk. Puncaknya, para pemuda ini mendirikan ‘Goeboek Lacor’, sebuah gubuk yang didalamnya tersedia berbagai buku bacaan.
Pantauan PANTURA7.com, dalam gubuk panggung berdinding anyaman bambu bercampur tripleks itu, terdapat puluhan buku berbagai kategori, dari buku ilmiah hingga cerpen. Pada salah satu dinding, tertulis ‘Gerakan Membaca Sejak Dini LACOR’. Lalu ada kata kutipan dari Gus Dur (KH. abdurrahman Wahid, red) berbunyi : Kita membaca apa saja, bisa buku, lingkungan atau alam.

“Tujuan kami adalah agar generasi bangsa tidak terjebak dan terbuai dengan perkembangan zaman. Di gubuk ini, berbagai buku bacaan kami sediakan, agar remaja-remaja disini mendapatkan pengetahuan dari buku, bukan media sosial,” kata inisiator pendiri Goeboek Lacor, Bad Kamal (25), (25/3/2018).
Sejak dirikan pada awal Februari 2017 silam, jelas Kamal, Goeboek Lacor mampu menjadi ‘Gubuk Pengetahuan’ muda-mudi di desanya, tak terkecuali bagi anak desa yang masih duduk dibangku Sekolah Dasar (SD). Meski demikian, lanjut Kamal, pihak desa justru masih memandang pencapaian ini dengan sebelah mata.
“Pihak desa seperti merasa terancam dengan komunitas kami, tak ada dukungan yang sifatnya positif diberikan, padahal gubuk ini sudah diterima oleh masyarakat. Buku-buku gubuk, itu kami dapat melaluo swadaya komunitas, ” tandas Kamal, pemuda yang kini menimba ilmu di Jogjakarta.
Secara terpisah, salah satu warga setempat Zainullah (50) mengaku senang dengan keberadaan Goeboek Lacor. Sebab, menurut Zainuddin, biasanya anak-anaknya keluar rumah tanpa tujuan jelas, namun kini mereka hampir setiap hari bisa ditemui di dalam gubuk berukuran sekitar 4×3 meter itu.
“Kami dukung perjuangan adik-adik pemuda ini, biar masa depan anak-anak kami di masa mendatang lebih terjaga. Selama kegiatannya positif dan bermanfaat, silahkan diteruskan, gak apa-apa,” papar Zainuddin yang bekerja sebagai penembang sengon ini. (*)
Penulis : Moch. Ahsan Faradies
Editor : Efendi Muhammad