Jember, – Ratusan warga Tionghoa bersama masyarakat sekitar memadati halaman Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Pay Lien San, Dusun Karang Asem, Desa Glagahwero, Kecamatan Panti, Jember, Senin (6/10/25) malam.
Mereka mengikuti perayaan Festival Kue Bulan atau Mooncake Festival, tradisi tahunan yang menjadi bagian penting dalam budaya Tionghoa.
Ketua TITD Pay Lien San, Hery Nofem Stadiono atau Jap Swie Liong, mengatakan perayaan ini sudah berlangsung sejak tempat ibadah tersebut masih berbentuk rumah sederhana.
“Dari dulu kami merayakan festival ini sebagai wujud pelestarian budaya dan ucapan syukur,” ujarnya.
Festival Kue Bulan memiliki makna spiritual dan sosial. Selain sebagai bentuk syukur, kegiatan ini juga menjadi ajang mempererat kebersamaan umat dan warga sekitar.
Ritual doa bersama digelar dengan khidmat, diikuti penyalaan lilin serta pembagian kue bulan.
Jap Swie Liong menyebut, dalam setiap perayaan, ada umat yang dipercaya memiliki kepekaan batin untuk menjadi perantara menyampaikan pesan dari para dewa.
“Hanya orang dengan kepekaan batin tertentu yang bisa menjadi perantara bagi dewa untuk menyampaikan berkat,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua TITD Pay Lien San, Kanjeng Hendry, menjelaskan bahwa inti dari perayaan ini adalah rasa syukur kepada semesta.
“Tradisi ini bentuk penghormatan pada Dewa Bumi, juga untuk memohon kelancaran rezeki dan kehidupan,” tuturnya.
Ia menambahkan, masyarakat Tionghoa meyakini bahwa pada malam Festival Kue Bulan, delapan dewa turun ke bumi, termasuk Dewi Bulan yang menjadi simbol kesejahteraan dan jodoh.
“Pada malam ini dipercaya ada delapan dewa turun ke bumi, termasuk Dewi Bulan,” ujarnya.
Selain bernuansa religius, festival ini juga menjadi sarana memperkuat nilai toleransi dan persaudaraan di tengah masyarakat yang beragam.
“Harapan kami, masyarakat selalu hidup tenteram, damai, dan apa yang diinginkan di tahun ini dapat tercapai,” pungkas Jap Swie Liong. (*)
Editor: Mohammad S
Publisher: Keyra