Menu

Mode Gelap
Tertibkan Truk ODOL, Dishub Kabupaten Probolinggo Segera Pasang Portal Jalan di Tongas KONI Desak Pemkot Probolinggo Segera Cairkan Bonus Atlet Peraih Medali PON Pemkab Lumajang Siapkan Rp36 Juta untuk Asuransi Pertanian 1.000 Hektare Ancaman di Balik Genangan Air: Leptospirosis Mengintai Warga Lumajang Jelang Pindah, AKBP Wisnu Pimpin Upacara Kenaikan Pangkat Puluhan Anggota Polres Probolinggo Ibu Rumah Tangga di Jember Disekap Suami, Korban Disiksa dan Kaki Dirantai

Pemerintahan · 27 Nov 2021 18:19 WIB

Agama Ajarkan Damai, Ketidakadilan Picu Terorisme


					Agama Ajarkan Damai, Ketidakadilan Picu Terorisme Perbesar

PROBOLINGGO- Akar terorisme itu sesungguhnya bukan agama, melainkan ideologi teror yang kadang-kadang diperkuat dengan mispersepsi ajaran agama. Sedangkan hal-hal yang bisa menyebabkan pemicu terorisme di antarnya, ketidakadilan, kekecewaan terhadap pemerintah, ketimpangan hukum, perlakuan aparat, maupun sistem demokrasi yang pincang.

“Terorisme juga bisa terjadi karena rendahnya kesejahteraan, faktor sosial sekitar, pengaruh medsos seperti informasi hoaks, pemberitaan sepihak,” KH Dr. Ahmad Fahrur Rozi, Wakil Sekjen Dewan Pimpinan (DP) Majelis Ulama Indonesia (MUI Bidang Fatwa.

Hal itu diungkapkan Gus Fahrur, panggilan akrabnya dalam kajian yang digelar MUI Kota Probolinggo di Masjid An Nur, Jalan Suyoso, Kota Probolinggo, Sabtu (2711/2021). Narasumber lainnya, AKP Harsono, Kasat Humas Polresta Probolinggo, mewakili Kapolresta AKBP Wadi Sa’bani.

Gus Fahrur kemudian mengangkat pemberitaan yang sedang hangat terkait penangkapan Dr ZA, anggota Komisi Fatwa MUI sebagai terduga jaringan terorisme. Terkait kasus ini DP MUI menegaskan, kasus ini tidak terkait MUI secara lembaga tetapi menyangkut, perorangan.

“Sebagai Wasekjen MUI Bidang Fatwa tentu saja saya terhenyak kaget. Informasi terbaru, meski belum A-1, Dr ZA tidak terlibat jaringan terorisme,” ujar Pengasuh Pesantren An Nur 1 Bululawang, Kabupaten Malang.

Gus Fahrur menegaskan, komitmen MUI sangat jelas terkait terorisme. Dikatakan melalui Fatwa Nomor 3 Tahun 2004, terorisme termasuk bom bunuh diri hukumnya haram.

“Yang sekarang ramai ini sepertinya bukan terorisme tetapi sampah yang tersisa pasca Pilpres,” ujarnya. Disayangkan polarisasi nomor satu versus nomor dua alias kampret versus cebong masih terus berlanjut padahal Pilpres sudah lama berakhir.

Gus Fahrur menambahkan, dalam sejarah sangat tidak mungkin MUI secara kelembagaan melawan pemerintah, apalagi menjadi teroris. “Kalangan ahlussunah wal jama’ah berpendapat, tidak boleh melawan pemerintah yang sah, bahkan penguasa zalim sekalipun,” Wakil Ketua PWNU Jatim.

Menanggapi suara-suara sumbang yang mendesak pembubaran MUI karena ada seorang pengurusnya (Dr ZA) yang menjadi terduga terorisme, Gus Fahrur mengaku, heran dengan pemikiran tidak jelas seperti itu.

Gus Fahrur menggambarkan, kalau ada seorang terlibat terorisme kemudian lembaga seperti MUI dibubarkan, kata Gus Fahrur, maka jika mengikuti pola ini akan banyak lembaga yang dibubarkan di negeri ini.

“Saya masih ingat, dulu, Menhan Pak Ryamizard Ryacudu pernah menyatakan, ada 3 persen tentara terpapar terorisme, mosok kemudian TNI mau dibubarkan?” tanya Gus Fahrur.

Lebih jauh Gus Fahrur mempertanyakan, apakah kalau ada kiai, ustadz nakal kemudian pesantrennya harus dibubarkan? “Kalau ada kiai, ustadz nakal ya oknumnya dihukum, jangan pesantrennya dibubarkan,” katanya.

Gus Fahrur menegaskan, akar terorisme bukan agama, agama apa pun, sebab agama mengajak pemeluknya untuk hidup damai. “Sekali lagi terorisme dipicu ketidakadilan,” katanya.

Sementara itu AKP Harsono mengawali pembicaraannya dengan meminta maaf karena Kapolresta AKBP Wadi Sa’bani tidak bisa hadir. “Pak Kapolresta sedang ada acara zoom meeting dengan Kapolri terkait vaksinasi Covid-19,” ujarnya.

Jubir Polresta itu mengatakan, betapa bahayanya ancaman terorisme di negeri ini. “Kata Nasir Abbas, mantan pelaku terorisme, pelaku teror otaknya dicuci. Cukup lima menit sudah terbujuk,” ujarnya.

Sementara itu Ketua Umum MUI Kota Probolinggo, KH Nizar Irsyad mengaku, berusaha menekan munculnya bibit (pemikiran) radikalisme di Probolinggo. “Kalau ada pengurus ormas yang keras, saya lunakkan,” ujarnya.

MUI sebagai payung besar berusaha mengayomi ormas-ormas Islam. Soal ada perbedaan kecil (furu’iyah) hal biasa. “Tetapi jangan sampai takfiri, mengkafirman pihak lain, sholat gak mau berbaur dengan jamaah masjid lain,” kata kiai penggemar kopi hitam itu. (*)


Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Albafillah

Artikel ini telah dibaca 8 kali

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Pemkab Lumajang Siapkan Rp36 Juta untuk Asuransi Pertanian 1.000 Hektare

2 Juli 2025 - 16:18 WIB

Jelang Pindah, AKBP Wisnu Pimpin Upacara Kenaikan Pangkat Puluhan Anggota Polres Probolinggo

2 Juli 2025 - 14:58 WIB

Jaga Keamanan Lumajang Perlu Sinergi Masyarakat dan Aparat

1 Juli 2025 - 16:48 WIB

Rapat Paripurna DPRD Lumajang Bahas Raperda RPJMD dan Perubahan APBD 2025

30 Juni 2025 - 17:29 WIB

Ribuan Tenaga Honorer Tidak Lolos Seleksi PPPK, Anggota DPRD Kota Probolinggo ini Beri Solusi Begini

28 Juni 2025 - 19:11 WIB

Gus Fawait Blusukan di Kecamatan Silo, Janji Perjuangkan Pupuk untuk Petani Kopi

28 Juni 2025 - 16:39 WIB

Ngantor di Desa, Bupati Jember Salurkan Pompa Air bagi Petani

28 Juni 2025 - 13:30 WIB

Alun-alun Bakal Dipercantik, Pemkot Probolinggo Segera Relokasi PKL

27 Juni 2025 - 20:47 WIB

Para Difabel di Kota Probolinggo Digerojok Bantuan Puluhan Juta, Dini Rahmania Beri Pesan Begini

27 Juni 2025 - 14:25 WIB

Trending di Pemerintahan