PROBOLINGGO-PANTURA7.com, Pada 2018 lalu, Indonesia diterpa bencana bertubi-tubi mulai gempa dan tsunami di NTB, disusul di Sulteng, dan terakhir di Selat Sunda. Muhammadiyah pun mengingatkan, pentingnya pendidikan mitigasi kebencanaan bagi warga yang tinggal di daerah rawan bencana.
Hal itu diungkapkan Sekretaris Umum, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Dr Abdul Mu’ti MEd saat meresmikan Gedung Nyai Walidah di Jalan Pandjaitan: 51, Kota Probolinggo, Minggu (13/01/2019).
“Banyak orang memahami musibah dalam pengertian yang negatif. Menurut Tarjih Muhammadiyah, musibah itu ada yang positif dan negatif,” ujarnya.
Dikatakan sebagian besar musibah karena perilaku manusia. Tetapi di lain hal terjadi karena murni kehendak Allah. “Sisi lain, terjadinya musibah itu bisa diprediksi dengan ilmu. Ini yang kita sebut sebagai mitigasi,” ujar dia.
Sebagian warga negeri ini menyikapi musibah dengan berbagai pendekatan, mulai mistis hingga akademis. “Muhammadiyah melihat bencana dan musibah menggunakan pendekatan teologis sesuai akidah Islam sekaligus pendekatan ilmiah,” katanya.
Terkait bencana yang bertubi-tubi melanda Indonesia, Muhammadiyah sudah menerbitkan buku Fikih Kebencanaan. Isinya, mengupas bencana dari sisi teologi Islam sebagaimana Al Quran berbicara tentang bencana.
“Kita harus mengantisipasi sesuai pepatah sedia payung sebelum hujan. Tapi sayangnya masyarakat masih kurang edukasi,” tandas Mu’ti.
Letak Indonesia yang berada di antara 3 lempeng benua dan cincin api memiliki risiko bencana alam yang sangat tinggi sekaligus anugerah alam yang besar. Muhammadiyah berusaha memaksimalkan peran edukasi masyarakat perihal mitigasi bencana alam.
Mu’ti juga menyinggung keberhasilan Lembaga Penanggulangan Bencana (LPB) Muhammadiyah MDMC (Muhammadiyah Disaster Management Center) yang berhasil meraih penghargaan 2 penghargaan pada 2018 lalu.
“MDMC mendapat penghargaan dari Kementerian Dalam Negeri dan dari Kementerian Kesehatan, sementara itu LazisMu mendapatkan penghargaan dari Baznas sebagai lembaga amil zakat paling banyak mendapatkan dana dan paling akuntabel,” ungkap Mu’ti.
Sementara itu Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Probolinggo, Drs H Masfu’ MSi melaporkan, jerih-payah warga Muhammadiyah dalam membangun Gedung Nyai Walidah.
“Gedung Nyal Walidah dibangun selama dua tahun, dengan modal awal Rp 30 juta. Mungkin ini lelucon yang menjadi kenyataan, akhirnya gedung dengan biaya Rp 3,4 miliar ini bisa berdiri,” ujarnya.
Masfu’ mengapresiasi kinerja Ketua Panitia Pembangunan Gedung Nyai Walidah, Hari Tjahjono yang sampai rela mengagunkan sertifikat hotelnya untuk jaminan kredit di bank.
“Kami juga mengapresiasi, Pak Saufis Subri, pelaksana proyek yang kini menjadi Wakil Wali Kota Probolinggo terpilih,” ungkapnya. (*)
Penulis : Ikhsan Mahmudi
Editor : Efendi Muhammad