Menu

Mode Gelap
Longsor Tutup Jalur Lumajang-Malang, Sistem Buka-Tutup Diberlakukan Serapan Gula Petani tak Maksimal, Wagub Emil Tinjau PG Gending Probolinggo Anggaran Zonk, Persipro 54 Diambang Kegagalan Ikuti Liga 4 Jawa Timur Harga Tembakau Kasturi Turun, Petani Lumajang Tetap Sumringah GMNI Jember Lurug Kantor DPRD, Desak Reformasi Polri hingga Transparansi DPR Pemuda di Pasuruan Dikeroyok Gara-gara Serempetan Motor, Satu Pelaku Ditangkap

Ekonomi · 3 Jan 2019 15:55 WIB

Setahun, Janda di Probolinggo Capai 2.208 Orang


					Setahun, Janda di Probolinggo Capai 2.208 Orang Perbesar

PROBOLINGGO-PANTURA7.com, Selama setahun terakhir, sebanyak 2.208 wanita yang sudah berumah tangga menjadi janda di Kabupaten Probolinggo. Masalah Ekonomi menjadi faktor paling dominan yang menjadi penyebab perceraian.

Plt Panitera Pengadilan Agama (PA) Kraksaan, Masyhudi menuturkan, selama 3 tahun terakhir perceraian di Kabupaten Probolinggo cukup tinggi, rataannya bahkan diatas 2 ribuan. Meski demikian, dalam setahun ini angkanya sudah mulai menurun.

“Tahun 2016 angka perceraiannya sejumlah 2.463 kasus lalu pada tahun 2017 turun menjadi 2.230 kasus. Nah pada tahun 2018 lalu, angkanya turun lagi di kisaran 2.208 kasus,” tutur Masyhudi, Kamis (3/1/2018).

Dalam rentang 3 tahun itu, lanjut Masyhudi, mayoritas perceraian terjadi karena adanya gugat cerai dari pihak perempuan. Rincian untuk tahun 2018, terdapat 1.466 cerai gugat dan 742 cerai talak.

“Gugat cerai rata-rata diajukan oleh pihak perempuan yang usia pernikahannya tak sampai 2 tahun,” jelasnya.

Sementara untuk faktor penyebab retaknya mahligai rumah tangga pasangan suami istri (pasutri) di Kabupaten Probolinggo, Masyhudi menyebut bahwa faktor ekonomi keluarga menjadi alasan sebagian besar pasutri memilih mengakhiri biduk rumah tangganya.

“Faktor ekonomi menjadi penyebab dominan perceraian di Kabupaten Probolinggo. Selain itu, juga dipicu oleh kekerasan dalam rumah tangga, perselingkuhan, komitmen pernikahan yang sudah pudar, dan lain-lain,” tandas Masyhudi menjelaskan.

Rentang usia pasangan yang bercerai, menurut Masyhudi, rata-rata 18-25 tahun. Diakui Masyhudi, dalam rentang usia itu kejiwaan dan pola pikir pasutri masih labil. Hal inilah yang membuat mereka memilih jalan sendiri-sendiri meski sudah dikarunii anak.

“Pasangan muda itu cenderung mempertahankan egonya karena ketika ada masalah, mereka mudah sekali memutuskan bercerai. Ini juga diperparah oleh pola komunikasi yang buruk sehingga hubungan tidak harmonis,” tutupnya. (*)

 

Penulis : Mohamad Rochim

Editor : Efendi Muhammad

Artikel ini telah dibaca 12 kali

badge-check

Reporter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Serapan Gula Petani tak Maksimal, Wagub Emil Tinjau PG Gending Probolinggo

9 September 2025 - 23:54 WIB

Harga Tembakau Kasturi Turun, Petani Lumajang Tetap Sumringah

9 September 2025 - 21:05 WIB

Penyerapan Pupuk Organik di Lumajang Rendah, Alokasi Berpotensi Dikurangi

8 September 2025 - 18:54 WIB

Petani Tebu Lumajang Akhirnya Sumringah, Tumpukan Gula di Gudang Terjual Rp.79,7 Miliar

5 September 2025 - 19:13 WIB

Impor Gula Rafinasi Bocor ke Pasar Konsumsi, Gula Petani Lokal Tak Terserap

4 September 2025 - 10:59 WIB

Jelang Konfercab, Nadhliyin Dorong Kiai Romli dan Nun Hafidz Nakhodai NU Kraksaan

3 September 2025 - 11:57 WIB

Festival Da’i Muda LDNU Kraksaan Tuntas, Sukses Cetak 6 Kader Dakwah Terbaik

31 Agustus 2025 - 08:46 WIB

Kebanjiran Order, Persewaan Baju Karnaval di Pasuruan Raup Puluhan Juta

24 Agustus 2025 - 17:18 WIB

Dari Dapur Nenek ke Meja Milenial, Makanan Tradisional yang Menyatukan Zaman

24 Agustus 2025 - 15:15 WIB

Trending di Ekonomi