Jember,- Di Kecamatan Panti, Kabupaten Jember, ada tujuh mata air yang sangat dihormati warga.

Bagi mereka, air dari lereng selatan Gunung Hyang Argopuro itu bukan hanya untuk kebutuhan sehari-hari, tetapi juga memiliki nilai spiritual dan budaya yang diwariskan turun-temurun.

Setiap sumber air dipercaya membawa berkah, keselamatan, dan keseimbangan hidup. Warga percaya, air itu telah melalui perjalanan panjang di dalam bumi dan membawa energi alam serta doa-doa dari leluhur mereka.

“Air dari Tujuh Sumber tidak hanya untuk diminum. Di dalamnya ada makna spiritual, ada doa dan pesan kehidupan,” kata Irham Fidaruzziar, Ketua Karang Taruna Kecamatan Panti, yang juga aktif menjaga tradisi ini, Jumat, (17/10/25).

Menurut Irham, Tujuh Sumber melambangkan tujuh sifat baik manusia, yaitu keikhlasan, kesabaran, keteguhan, kasih sayang, kesederhanaan, kejujuran, dan kerendahan hati.

Advertisement

Nilai-nilai itu menjadi pedoman hidup warga Panti, seperti air yang mengalir dengan tenang dan memberi manfaat bagi semua tanpa pamrih.

Tradisi ini mencapai puncaknya dalam kegiatan “Tilik Sumber”, yaitu perjalanan spiritual ke tujuh mata air. Masing-masing sumber memiliki kisah dan makna tersendiri.

Perjalanan dimulai dari Sumber Tunjung di Desa Panti, lalu ke Sumber Kembar di Desa Pakis, Balong Keramat di Desa Kemuningsari Lor, dan Sumber Waduk di Glagahwero.

Selanjutnya Sumber Suci di Desa Suci, Sumber Kemiri di Desa Kemiri, dan berakhir di Sumber Suko di Desa Serut yang melambangkan kebahagiaan dan kesempurnaan hidup.

Di setiap sumber, warga melakukan doa bersama, menabur bunga, dan menyerahkan sesaji hasil bumi sebagai tanda syukur.

“Kami tidak menyembah sumber air, tapi menghormati karena dari sanalah kehidupan berasal. Air adalah titipan Tuhan,” tambah Irham.

Puncak acara disebut “Penyatuan Tujuh Sumber”, yaitu ketika air dari tujuh sumber dikumpulkan dalam satu kendi besar. Sebagian air dikembalikan ke masing-masing desa sebagai simbol persatuan dan keseimbangan.

“Air ini melambangkan kebersamaan. Tidak ada sumber yang lebih tinggi atau rendah, semua sama-sama memberi kehidupan,” ujarnya.

Kepala Desa Kemuningsari Lor, Abdul Waqik, menjelaskan bahwa Balong Keramat memiliki kaitan dengan Kiai Muhammad Nur, pendiri Pondok Pesantren Nahdlatul Arifin.

Setiap tahun, warga mengadakan Haul Kiai Muhammad Nur dengan kirab hasil bumi menuju pesantren, diikuti ribuan orang dari berbagai daerah.

“Kegiatan ini tidak hanya untuk mengenang ulama, tapi juga mempererat silaturahmi dan menanamkan nilai-nilai leluhur kepada generasi muda,” katanya.

Selain bernilai spiritual, tradisi Tujuh Sumber juga menggerakkan ekonomi warga. Saat prosesi berlangsung, banyak pedagang makanan tradisional, perajin, dan pelaku UMKM yang berjualan. Pendapatan mereka bisa naik hingga tiga kali lipat dari biasanya.

Bagi masyarakat Panti, air bukan hanya sumber kehidupan, tapi juga simbol persaudaraan, keseimbangan, dan rasa syukur kepada Sang Pencipta. (*)

Editor: Mohammad S

Komentar Ditutup! Anda tidak dapat mengirimkan komentar pada artikel ini.