Jember,– Musik keras dari sound horeg kembali ramai terdengar di jalan-jalan, baik di desa maupun kota jelang bulan kemerdekaan Agustus. Bukan cuma sekadar hiburan, fenomena ini juga menunjukkan cara masyarakat mengekspresikan diri dan berinteraksi.
Dosen Psikologi Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Jember, Danan Satriyo Wibowo menyebut, sound horeg bisa dilihat dari sisi psikologi.
“Ini bukan sekadar musik keras. Sound horeg jadi cara orang menunjukkan jati diri, berkumpul, dan merasa diterima di lingkungannya,” kata Danan, Jumat, (18/7/25).
Awalnya sound horeg hanya muncul saat Agustusan. Tetapi sekarang, banyak acara lain juga menggunakan sound horeg, seperti pesta pernikahan, pelepasan jamaah umrah, bahkan saat ada orang meninggal.
“Bagi sebagian orang, makin besar dan heboh suaranya, makin tinggi gengsinya,” tambah Danan.
Namun, tidak semua orang senang. Banyak warga merasa terganggu karena suara sound horeg bisa sangat keras hingga membuat kaca rumah bergetar.
Bahkan, ada yang khawatir akan berdampak pada kesehatan, seperti mengganggu pendengaran atau memicu penyakit jantung.
“Kalau tidak diatur, ini bisa memicu pertengkaran antar warga,” papar dia.
Di sisi lain, lanjut Danan, sound horeg juga membuka peluang usaha. Biaya sewa satu set sound bisa mencapai jutaan rupiah. Karena itu, banyak orang memanfaatkannya untuk mencari penghasilan.
“Dulu hiburan rakyat pakai gamelan, sekarang pakai remix dan lampu kelap-kelip. Ini contoh budaya lama yang digabung dengan teknologi modern,” Danan memaparkan.
Meski begitu, Danan mengingatkan bahwa tanpa aturan yang jelas, sound horeg bisa menimbulkan masalah. Ia menyarankan adanya aturan soal waktu, volume, dan tempat penggunaannya.
Beberapa daerah seperti Malang sudah mulai membuat aturan, bahkan ada imbauan dari Majelis Ulama Indonesia (MU).
Namun menurut Danan, pendekatan yang lebih bijak adalah dengan memahami bahwa fenomena ini muncul karena masyarakat butuh hiburan murah dan mudah diakses.
“Sound horeg ini punya dua sisi. Bisa jadi hiburan rakyat, tapi juga bisa jadi masalah kalau tidak diatur. Yang penting, kita cari jalan tengahnya,” pungkas Danan. (*)
Editor: Mohammad S
Publisher: Keyra