Menu

Mode Gelap
Grebek Gunungan Meriahkan Peringatan Maulid di Talangsari Jember Pembacokan di Jalur Wisata Bromo, Korban Disebut-sebut jadi Biang Keretakan Rumah Tangga Pelaku Petani Tebu Lumajang Akhirnya Sumringah, Tumpukan Gula di Gudang Terjual Rp.79,7 Miliar Akademisi Sebut Istilah Penonaktifan Anggota DPR Tak Dikenal dalam UU MD3 Bocah 5 Tahun di Pasuruan Diserang Kera Liar, Alami Luka Serius Tersandung Kasus Pengadaan Laptop, Eks Mendikbudristek Nadiem Makarim jadi Tersangka

Ekonomi · 3 Jul 2025 18:55 WIB

Tak Mampu Tekan HPP, Penggilingan Padi di Pasuruan Pilih Hentikan Produksi


					Ilustrasi Perbesar

Ilustrasi

Pasuruan, – Sejumlah perusahaan penggilingan padi di Kabupaten Pasuruan memutuskan menghentikan sementara produksi dan distribusi produknya.

Langkah ini diambil karena tingginya harga gabah yang menyebabkan Harga Pokok Produksi (HPP) melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

Salah satu perusahaan yang mengambil langkah ini adalah CV Barokah Gemilang, penggilingan padi yang berlokasi di Dusun Tuyowono, Desa Penataan, Kecamatan Winongan. Informasi penghentian produksi disampaikan secara terbuka melalui akun Instagram resmi mereka, @berasmegaa, pada Rabu (2/7/2025).

Dalam unggahan tersebut, perusahaan menyampaikan bahwa penghentian berlaku untuk seluruh produk beras kelas mutu medium, sub medium, dan beras pecah, termasuk tiga merek utama: MEGA HIJAU, MEGA ORANGE, dan CARICA.

Penjelasan lebih lanjut dalam unggahan itu menyebutkan, bahwa kenaikan harga bahan baku gabah membuat HPP tidak lagi sebanding dengan batas HET. Jika produksi dipaksakan, perusahaan berisiko melanggar regulasi harga dan mengalami kerugian operasional yang lebih besar.

Fegi Sudarianto, produsen beras merek Mega Abadi dari CV Barokah Gemilang, membenarkan bahwa penghentian produksi telah berlangsung selama dua hari.

“Penghentian produksi ini sudah berlangsung dua hari. Ini merupakan hasil rapat internal DPD Perpadi Jawa Timur di Surabaya, yang juga dihadiri Ketua Umum dari Jakarta serta perwakilan pelaku usaha dari berbagai daerah di Jatim. Kesimpulannya, kami harus menahan produksi agar tidak melanggar ketentuan HET yang berlaku,” ujar Fegi, Kamis (3/7/2025).

Ia menjelaskan, harga gabah di tingkat petani saat ini sudah menyentuh kisaran Rp7.300 sampai Rp7.400 per kilogram, belum termasuk biaya transportasi dan ongkos produksi lainnya. Sementara HET gabah yang ditetapkan pemerintah adalah Rp6.500 per kilogram.

“Dengan harga gabah setinggi itu, biaya produksi kami otomatis ikut naik. Kalau tetap memproduksi, bukan hanya rugi, tapi juga bisa melanggar aturan,” katanya.

Meskipun operasional dihentikan, Fegi mengaku, belum bisa meliburkan para pekerja karena pertimbangan moral dan sosial. Untuk sementara, operasional dasar masih ditopang dari dana perusahaan.

“Kami tetap menanggung biaya sendiri demi menjaga kondisi karyawan. Harapannya, ada langkah regulasi dan kebijakan dari pemerintah yang bisa memberikan solusi. Agar pelaku usaha tidak terjepit, dan masyarakat tetap bisa menikmati beras medium dengan harga wajar,” tandasnya.

Tak hanya CV Barokah Gemilang, penggilingan Beras Lima Putra Jaya yang berlokasi di Dusun Bedilan, Desa Prodo, Kecamatan Winongan, juga mengambil langkah serupa.

Melalui poster pemberitahuan yang beredar di kalangan mitra usaha, mereka menyatakan penghentian sementara produksi dan distribusi akibat tekanan harga gabah yang tinggi dan ketidakseimbangan antara biaya produksi dan HET.

Namun, hingga berita ini diturunkan, PANTURA7.com belum dapat memperoleh konfirmasi langsung dari pihak manajemen Beras Lima Putra Jaya untuk memastikan kebenaran dan rincian keputusan tersebut.

Sementara itu, Kepala Bidang Ketahanan Pangan Dinas Pertanian Kabupaten Pasuruan, Mardiansyah mengatakan, pihaknya mengetahui bahwa harga gabah petani di lapangan sudah melampaui batas yang ditetapkan pemerintah.

Ia menyebut, saat ini harga gabah kering panen (GKP) di lapangan sudah berada di angka Rp7.300 ke atas, sementara HET gabah yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp6.500 per kilogram.

“Kami juga mengetahui jika harga gabah petani sudah di atas HET, apakah ini memang harga murni dari petani atau permainan harga dari tengkulak,” ujarnya.

Mardiansyah mengatakan, pemerintah daerah belum dapat mengambil langkah terkait kondisi tersebut. Untuk sementara, pihaknya masih menunggu instruksi dari Kementerian Pertanian.

“Kami menunggu arahan dari pusat, agar persoalan ini tidak berkepanjangan dan pelaku usaha bisa kembali berproduksi,” pungkasnya. (*)

 


Editor: Ikhsan Mahmudi

Publisher: Keyra


Artikel ini telah dibaca 6,417 kali

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Petani Tebu Lumajang Akhirnya Sumringah, Tumpukan Gula di Gudang Terjual Rp.79,7 Miliar

5 September 2025 - 19:13 WIB

Impor Gula Rafinasi Bocor ke Pasar Konsumsi, Gula Petani Lokal Tak Terserap

4 September 2025 - 10:59 WIB

Kebanjiran Order, Persewaan Baju Karnaval di Pasuruan Raup Puluhan Juta

24 Agustus 2025 - 17:18 WIB

Dari Dapur Nenek ke Meja Milenial, Makanan Tradisional yang Menyatukan Zaman

24 Agustus 2025 - 15:15 WIB

Target Luas Tanam Tembakau di Kabupaten Probolinggo Belum Tercapai

18 Agustus 2025 - 17:22 WIB

Harga Tembakau di Probolinggo Mulai Melonjak, Tembus Rp 66 Ribu/Kg

15 Agustus 2025 - 14:48 WIB

Klaim Kondisi Sedang Tidak Baik, Gudang Garam Paiton tak Jamin Beli Tembakau

14 Agustus 2025 - 18:53 WIB

Cegah Penimbunan, Satgas Pangan Sidak Produsen dan Agen Beras di Pasuruan

14 Agustus 2025 - 17:48 WIB

Momentum Kemerdekaan, Okupansi Hotel di Bromo Naik hingga 70 Persen

12 Agustus 2025 - 18:57 WIB

Trending di Ekonomi