Lumajang, – Penimbunan bahan bakar minyak (BBM) subsidi di Lumajang menyingkap praktik curang yang dilakukan sebagian perusahaan atau industri.

Dengan memanfaatkan jaringan penimbun solar ilegal, oknum perusahaan disebut dapat menghemat biaya produksi hingga Rp8 miliar per tahun. Mereka memanfaatkan solar subsidi yang seharusnya hanya untuk masyarakat kecil dan pelaku usaha tertentu.

Temuan ini terungkap setelah Bupati Lumajang, Indah Amperawati melakukan operasi tangkap tangan (OTT) penimbunan solar subsidi di sekitar SPBU Desa Labruk Lor, Kecamatan Lumajang.

Dari OTT tersebut terkuak bahwa penimbun menjual solar subsidi kepada perusahaan industri dengan harga Rp9.000 per liter, jauh di bawah harga resmi solar industri.

Menurut Indah, perusahaan industri yang beroperasi dengan beban biaya tinggi menjadikan solar subsidi sebagai jalan pintas untuk menekan pengeluaran. Padahal, harga solar industri jauh berbeda.

Advertisement

Area Manager Communication, Relations dan CSR Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus, Ahad Rehadi menyebut, bahwa harga solar industri berkisar Rp20.000 per liter, tergantung segmen dan kontrak masing-masing perusahaan.

Artinya, perusahaan yang membeli solar subsidi dari penimbun dengan harga Rp9.000 per liter dapat menghemat Rp11.000 per liter.

“Kalau solar industri, tidak seperti solar di SPBU. Harganya per segmen berbeda sesuai SK dan kontrak masing-masing konsumen,” jelas Ahad, Selasa (18/11/25).

Sedangkan, berdasarkan temuan Bupati Indah, penimbun dapat menjual 2.000 liter solar kepada perusahaan setiap hari. Dengan selisih harga Rp11.000 per liter, perusahaan industri mendapatkan penghematan mencapai Rp22 juta per hari.

Jika praktik ini dilakukan sepanjang tahun, nilai penghematan yang diperoleh oknum perusahaan bisa tembus Rp8 miliar. Keuntungan besar inilah yang membuat praktik pembelian ilegal solar subsidi terus berlangsung.

“Kalau sehari 2.000 liter dan harga beli perusahaan Rp9.000, mereka bisa hemat Rp 22 juta per hari. Ini jelas merugikan negara dan masyarakat,” tegas Indah.

Untuk diketahui, solar subsidi dirancang untuk sektor tertentu yang membutuhkan dukungan pemerintah seperti, nelayan, petani, dan transportasi kecil.

Ketika perusahaan atau industri yang memiliki kemampuan finansial jauh lebih besar ikut memanfaatkan solar subsidi, maka terjadi pelanggaran moral sekaligus pelanggaran hukum.

Praktik ini juga menimbulkan efek domino seperti, kelangkaan solar subsidi di SPBU, antrean panjang kendaraan masyarakat, kebocoran anggaran negara akibat subsidi yang tidak tepat sasaran, dan persaingan usaha tidak sehat karena biaya produksi perusahaan menjadi tidak wajar

“Beberapa waktu lalu terjadi antrean panjang karena solar habis. Masyarakat yang seharusnya menerima manfaat justru dirugikan,” kata Indah. (*)

Editor: Ikhsan Mahmudi

Komentar Ditutup! Anda tidak dapat mengirimkan komentar pada artikel ini.