Menu

Mode Gelap
Pemuda Lumajang Ubah Limbah Makanan MBG Jadi Eco Enzyme, Pupuk, dan Pakan Magot Gerakan Sosial, NU Santuni Anak Penderita Sindromproteus di Besuk Probolinggo Pemdes Tempeh Tengah Ajak Warga Bantu Santri Keracunan HCL Ponpes Asy-Syarifiy 01 Tegaskan Tak Lalai, Kasus HCL Disebut Ulah Santri yang Iseng Pengurus PWI Pusat Dikukuhkan di Solo, Semangat Persatuan jadi Kunci Harmoni Lagu Anak Indonesia, Anak-anak Lereng Bromo Ikuti Lomba Bernyanyi

Sosial · 5 Okt 2025 15:10 WIB

Pemuda Lumajang Ubah Limbah Makanan MBG Jadi Eco Enzyme, Pupuk, dan Pakan Magot


					Limbah dari program Makan Bergizi (MBG) bisa diolah menjadi eco enzyme, pupuk cair, hingga pakan magot. (Foto: Asmadi) Perbesar

Limbah dari program Makan Bergizi (MBG) bisa diolah menjadi eco enzyme, pupuk cair, hingga pakan magot. (Foto: Asmadi)

Lumajang, – Di tengah upaya pemerintah menghadirkan gizi seimbang melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG), muncul tantangan baru yang sering luput dari perhatian, limbah makanan. Namun di tangan para pemuda Lumajang, sisa makanan dari dapur MBG justru menjadi sumber inovasi, peluang usaha, dan solusi lingkungan.

Melalui inisiatif yang digagas oleh komunitas Rumah Muda Berdaya, para pemuda berhasil mengolah sisa makanan menjadi produk ramah lingkungan seperti eco enzyme, pupuk cair, hingga pakan magot. Proses pengolahan ini bukan hanya mengurangi sampah, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru di kalangan anak muda.

Pendiri Rumah Muda Berdaya, Asriafi Ath Thaariq, menjelaskan, limbah MBG sebenarnya menyimpan potensi besar.

“Ada beberapa peluang yang bagus saat ini, yaitu mencari limbah makanan dari Program MBG yang bisa dibuat eco enzyme,” katanya, Minggu (5/10/25).

Asriafi menekankan eco enzyme bukan sekadar cairan pembersih. Dengan bahan dasar sisa makanan, produk ini dapat digunakan sebagai disinfektan alami, sabun ramah lingkungan, pupuk organik, hingga pakan untuk budidaya magot, yang semuanya memiliki nilai jual tinggi.

“Limbah makanan seharusnya dipandang sebagai modal, bukan masalah. Dengan inovasi dan bimbingan, kita bisa menciptakan produk ramah lingkungan sekaligus meningkatkan ekonomi lokal,” ujarnya.

Menurutnya, keberhasilan program ini bergantung pada kesadaran, disiplin, dan kreativitas generasi muda, serta dukungan dari pemerintah dan masyarakat.

Salah satu pemuda yang telah mempraktikkan ide ini adalah Dzaki Fahruddin, seorang petani muda dan aktivis lingkungan dari SPPG Yosowilangun. Ia secara rutin mengumpulkan sisa makanan dari dapur MBG untuk dijadikan pupuk cair dan eco enzyme.

“Selain mengurangi sampah, hasilnya juga bermanfaat untuk pertanian. Sekarang saya sedang mengembangkan limbah ini menjadi inovasi lain yang bisa dijadikan produk bernilai jual,” kata Dzaki.

Proses pembuatan eco enzyme terbilang sederhana namun membutuhkan ketelatenan. Sisa makanan dicacah lalu dicampur dengan air dan gula merah, kemudian difermentasi selama tiga bulan. Hasil akhirnya adalah cairan multiguna yang ramah lingkungan dan siap dipasarkan.

Tak hanya Dzaki, remaja lainnya seperti Siti Aisyah dan Rifqi Hidayat juga terlibat aktif. Aisyah mengolah limbah menjadi pupuk cair yang ia gunakan sendiri untuk pertanian, sementara Rifqi menekankan bahwa keterlibatannya dalam proses fermentasi mengajarkannya disiplin dan kesabaran.

“Fermentasi membutuhkan waktu dan perhatian, tapi saat eco enzyme jadi, ada rasa bangga. Ini bukan sekadar pekerjaan, tapi karya nyata,” ujar Rifqi.

Selain pengelolaan sampah yang disulap menjadi eco enzyme, pupuk, dan pakan magot, kegiatan ini juga memperkuat jejaring komunitas muda peduli lingkungan. Pertemuan rutin antarpeserta menjadi ajang berbagi pengetahuan, pengalaman, hingga strategi pemasaran produk olahan limbah tersebut.

Asriafi berharap, inisiatif ini bisa direplikasi di desa-desa lain di Lumajang. Dengan sinergi antara pemerintah, komunitas muda, dan masyarakat, limbah makanan tak lagi menjadi beban, tetapi berubah menjadi sumber daya ekonomi dan media edukasi lingkungan.

“Kita ingin generasi muda sadar bahwa setiap bahan memiliki potensi. Limbah makanan bisa jadi eco enzyme, pupuk, atau pakan magot. Ini adalah peluang usaha sekaligus kontribusi bagi bumi,” katanya. (*)

 


Editor: Ikhsan Mahmudi

Publisher: Keyra


Artikel ini telah dibaca 10 kali

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Gerakan Sosial, NU Santuni Anak Penderita Sindromproteus di Besuk Probolinggo

5 Oktober 2025 - 14:42 WIB

Pemdes Tempeh Tengah Ajak Warga Bantu Santri Keracunan HCL

5 Oktober 2025 - 13:47 WIB

Haru dan Bahagia! Kala Bupati Gus Haris Santuni Lansia Sebatang Kara di Kraksaan

3 Oktober 2025 - 19:07 WIB

Babinsa Lumajang Patungan Perbaiki Rumah Nenek Miskin yang Tinggal di Kandang Sapi

3 Oktober 2025 - 13:38 WIB

Tak Lagi Penuhi Syarat, Ratusan Penerima Bantuan di Pasuruan Dihapus

1 Oktober 2025 - 17:27 WIB

Dinilai Tidak Hargai Makam Kyai, Warga Bongkar Bangunan Makam di Winongan Pasuruan

1 Oktober 2025 - 15:52 WIB

Musala Ponpes Al Khoziny Sidoarjo Ambruk, Pesantren di Jember Gelar Tahlil dan Istighosah

30 September 2025 - 19:32 WIB

Mobil Polisi di Pasuruan Jadi Pengangkut Air Bersih untuk Warga Kekeringan

27 September 2025 - 14:18 WIB

Digerogoti Penyakit Langka, Bocah 3 Tahun di Probolinggo ini Butuh Bantuan

27 September 2025 - 07:47 WIB

Trending di Sosial