Jember,– Korps HMI-Wati (Kohati) HMI Cabang Jember periode 2025-2026 resmi meluncurkan program bertajuk PENA KOHATI, dalam acara bertema Kohati Inspiratif: Kiprah Strategis Perempuan dan Generasi Muda dalam Menyongsong Pembangunan Daerah, Selasa, (15/7/25) di Aula PB Sudirman, Pemkab Jember.
Program ini menjadi tonggak penting bagi Kohati dalam memperkuat peran perempuan dan generasi muda dalam pembangunan, khususnya di Kabupaten Jember.
Ketua Umum Kohati HMI Cabang Jember, Hanny Hilmia Fairuza, dalam sambutannya menyatakan bahwa peluncuran program PENA KOHATI adalah bentuk nyata komitmen Kohati untuk membuka ruang aman bagi masyarakat, khususnya perempuan, dalam menyampaikan aduan dan mendapatkan advokasi atas kasus-kasus kekerasan seksual.
“Program ini bukan hanya ruang pengaduan, tetapi juga media edukasi dan gerakan sosial yang mengangkat suara-suara perempuan dari Jember yang selama ini tertindas dalam diam,” tegas Hanny.
Hanny menekankan bahwa program PENA KOHATI akan dijalankan bersama seluruh anggota HMI komisariat se-Cabang Jember. Dengan mengusung semangat kolaboratif, program ini akan menyasar berbagai lapisan masyarakat melalui kampanye media, karya tulis, hingga pendampingan kasus secara aktif.
Dalam sambutannya, Hanny juga memaparkan bahwa Kohati Cabang Jember mengusung semangat organisasi yang berpijak pada empat nilai utama yakni, ke-Islaman, ke-Intelektualan, ke-Perempuanan, dan ke-Indonesiaan.
“Kohati harus menjadi role model perempuan muda yang mandiri, berakhlakul karimah, dan berani mengambil peran strategis baik di ruang internal organisasi maupun dalam persoalan sosial di luar,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menyinggung permasalahan krusial yang tengah dihadapi Jember seperti kekerasan seksual, pernikahan dini, dan stunting. Ia menyebut, perlunya aksi konkret dan pendekatan berbasis riset serta data untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut.
Data dari Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Jember, menunjukkan bahwa pada tahun 2023 saja terdapat 220 kasus kekerasan, 113 di antaranya menimpa anak-anak.
Sementara di tahun yang sama, Kabupaten Jember mencatat rekor tertinggi di Jawa Timur dalam hal permohonan dispensasi kawin anak, dengan 627 permohonan, 580 di antaranya dikabulkan.
“Pernikahan dini bukan solusi, tetapi awal dari rantai panjang persoalan putus sekolah, KDRT, kemiskinan, dan kerentanan kesehatan. Kita tidak bisa tinggal diam,” lanjut Hanny.
Melalui program GEMA (Gerakan Edukasi Awareness Perempuan) dan riset lapangan mengenai pernikahan anak, Kohati berkomitmen untuk tidak hanya menyuarakan perubahan, tapi juga mengawal kebijakan melalui audiensi bersama dinas terkait.
Dalam upaya memperluas dampak, Kohati juga menjalin kolaborasi dengan Jalastoria, sebuah platform digital yang fokus pada penghapusan diskriminasi berbasis gender.
Kolaborasi ini menjadi bagian dari strategi gerakan berbasis masyarakat sipil untuk memperkuat perlindungan terhadap perempuan.
“Kami tidak ingin perubahan hanya berhenti di forum diskusi. Kami ingin program, kami ingin riset, kami ingin kebijakan yang nyata. Dan kami ingin semua orang terlibat,” ujar Hanny.
Dalam sesi diskusi, salah satunya menghadirkan Anggota DPRD Kota Denpasar, Yonathan A., yang memberi pandangan nasional terkait peran pemuda dalam pembangunan daerah.
Ia menyebut bahwa lebih dari separuh pemuda Indonesia berada di Pulau Jawa, termasuk Jawa Timur, menjadikannya kekuatan besar jika mampu diorganisasi dan diberdayakan.
“Pemerintah itu terbuka kok, asal pemuda mau aktif. Kita bisa kirim surat, ajukan audiensi, dan masuk ke forum-forum pembangunan. Tapi sering kali yang kurang justru dari sisi kesiapan pemudanya sendiri,” ucap Yonathan, yang juga founder Pemuda Bukan Pemula.
Ia juga mengkritik mentalitas instan yang menurutnya semakin berkembang di kalangan muda. Menurutnya, pemuda harus kembali pada tiga pilar penting yakni idealisme, integritas, dan komitmen jangka panjang terhadap perubahan sosial.
“Jangan hanya kejar cuan. Tanpa idealisme, pemuda akan mudah tergelincir. Kesuksesan bukan selalu soal uang. Saya sendiri bisa masuk DPR tanpa banyak modal, tapi dengan niat tulus membantu lewat kursus gratis dan advokasi hukum,” ujar Yonathan.
Dalam acara yang juga menjadi momentum konsolidasi gerakan perempuan muda ini, Kohati menyampaikan tekadnya untuk terus hadir sebagai pengemban misi HMI dalam mengawal isu-isu strategis perempuan dan anak.
Hanny menegaskan bahwa perubahan tidak cukup hanya disuarakan, tapi harus diwujudkan melalui kerja konkret dan kolaboratif. Ia mengajak semua pihak untuk bersama-sama membangun ruang aman dan memberdayakan perempuan.
“Saatnya kita tidak hanya jadi penonton. Perempuan dan pemuda harus jadi aktor utama. Jember butuh pemuda yang punya keberanian, perempuan yang punya daya. Bersama, kita wujudkan Jember Baru, Jember Maju,” pungkasnya. (*)
Editor: Mohammad S
Publisher: Keyra