Probolinggo,- Nurul Fatah (49) warga Dusun Bago Kidul RT/012 RW/093 Desa Bago, Kecamatan Besuk, Kabupaten Probolinggo, menceritakan kisah tragis saat rumahnya disatroni kawanan perampok yang berjumlah enam orang.
Minggu (1/6/25) dini hari saat ia tengah terlelap tidur di ruang tengah bersama seorang anaknya, tiba-tiba ia dibangunkan oleh salah satu kawanan perampok. Saat ia membuka mata, celurit sudah berada di lehernya.
“Pas saya bangun celurit sudah di leher dan ada empat orang yang pegangin saya, mulai dari tangan dan kaki,” kata Fatah.
Tukang tambal ban ini lalu diminta untuk diam tidak berisik dan menunjukkan letak uang miliknya. Tangannya juga diikat ke belakang tubuh, dan mulutnya dilakban.
“Saya disuruh diam tapi pakai bahasa madura, ‘Jhek bhenta, jhek nger-enger. Mon nger-enger etekkappah cetakkah ben, mateh ben’ (Jangan bicara, jangan berisik. Kalau berisik, saya tebas kepalamu, mati kamu, red),” ujarnya.
Dari peristiwa tersebut, tak disangka anak lelakinya yang tidur di sebelahnya terbangun. Mendapati hal tersebut, kawanan perampok juga mengancam anak korban dengan celurit agat tidak berisik.
“Anak saya ketakutan dan masih ada trauma sampai sekarang, karena semalam juga diikat dan dilakban,” cerita Fatah.
Setelah itu, ia diseret ke dalam kamar, tempat istri Jamilatul Nazilah (38) dan anak bayinya tidur. Sesampainya di dalam kamar, ternyata istrinya juga sudah dibungkam, tangannya diikat dan mulutnya dilakban.
Kawanan perampok terus memaksa agar ditunjukkan letak uang milik korban. Korban yang mengaku tak memiliki banyak uang, membuat para perampok naik pitam.
Fatah harus menerima pukulan di mulutnya dengan gagang clurit. “Anting milik istri saya langsung dicopot, ditarik paksa dari telinganya istri sama perampoknya,” ungkapnya.
Tak berhenti di situ, para perampok kemudian mengobrak-abrik seisi rumah. Bahkan salah satu pintu lemari baju ada yang nyaris copot akibat ulah perampok.
“Di dalam lemari itu ada tas isinya uang Rp 2,5 juta dan ada dompet isinya Rp 600 ribu. Ada dua hape juga yang dibawa perampok,” Fatah menjelaskan.
Fatah melanjutkan, ia tidak mengetahui apakah perampokan ini berkaitan dengan penjualan tanah milik leluhurnya. Beberapa hari sebelumnya, pihak keluarga berhasil menjual tanah dengan nominal Rp 700 juta.
Uang hasil penjualan tanahnya itu kemudian ditransfer ke rekening salah satu saudaranya. Namun, uang tak sepenuhnya milik Fatah melainkan dibagi-bagikan dengan keluarga yang lain.
“Perampok itu juga minta rekening untuk diserahkan, saya bilang tidak ada. Tapi malah rekening PKH yang dibawa kabur. Jadi bukan rekening yang menerima transfer penjualan tanah itu, karena rekening yang itu ada di saudara,” beber dia.
Fatah mengungkapkan, semua perampok yang memasuki rumahnya itu menggunankan penutup wajah kecuali satu orang. Namun ia tidak mengenali pelaku dengan wajah terbuka tersebut.
“Meski satu orang tidak menggunakan penutup wajah, namun tidak jelas juga wajahnya, karena mata saya ini disorot lampu sama pelaku,” Fatah memungkasi. (*)
Editor : Mohammad S
Publisher : Keyra