Menu

Mode Gelap
Satpolairud Polres Pasuruan Kota Tempati Gedung Baru di Panggungrejo Fisik Terbatas tak Halangi Para Tunanetra Unjuk Kebolehan di MTQ Jatim XXXI Jember Parkir di Selatan Alun-alun Kota Probolinggo, Motor Matic Raib Residivis Ditangkap Usai Satroni Sekolah dan TPQ Pasca Laka Maut di Jalur Bromo, Usulan Pembangunan Jalur Penyelamat Menguat Kantor KUD di Beji Pasuruan Terbakar, Kerugian Capai Ratusan Juta Rupiah

Budaya · 22 Mar 2023 09:11 WIB

Pawai Ogoh-ogoh di Lumajang, Simbol Kokohnya Toleransi Beragama


					TOLERAN: Pawai ogoh-ogoh di Kecamatan Senduro, Lumajang. (foto: Asmadi) Perbesar

TOLERAN: Pawai ogoh-ogoh di Kecamatan Senduro, Lumajang. (foto: Asmadi)

Lumajang,- Toleransi beragama terawat secara turun temurun di pemukiman Hindu Kabupaten Lumajang, tepatnya di Desa Burno, Kecamatan Senduro.

Kebiasaan saling menjaga saat perayaan Nyepi sudah dilakukan antar pemeluk agama Islam dan Hindu sejak ratusan tahun lalu. Rasa tenggang rasa itu hingga kini masih terjaga rapi.

Toleransi itu terlihat saat ritual mengarak ogoh-ogoh dalam menyambut perayaan Nyepi, Selasa (21/3/23) malam. Puluhan remaja masjid dan Banser menjaga bahkan ada yang ikut rombongan pengarak ogoh-ogoh.

“Rutin setiap ada acara keagamaan kami, selalu keamanannya dari remaja masjid, dan beberapa dari pengaman seperti Banser ikut menjaga demi kelancaran acara pawai ogoh-ogoh,” kata Kepala Desa Burno, Sutondo.

Sebaliknya saat Hari Raya Idul Fitri, petugas keamanan banyak yang berasal dari umat Hindu. Mereka berperan aktif saat acara takbir keliling.

“Besok setelah Nyepi warga muslim juga berdatangan ke rumah kami saling berkunjung,” katanya menjelaskan.

Karena saling menjaga inilah, kata dia, setiap perayaan agama apapun di kampung lereng Semeru itu selalu damai dan berjalan lancar setiap diadakannya acara.

“Saat mengarak ogoh-ogoh tidak pernah namanya ada ribut, semua rukun. Toleransi yang kita jaga ini, agar tetap melkat dihati para anak muda kita ini” tegasnya.

Tradisi toleransi ini juga terjaga sampai lingkup keluarga. Tak hanya itu, toleransi yang sudah lama terbangun ini, sudah dilakukan secara turun-temurun.

“Saudara saya muslim, jadi untuk menghormati tetangga kami yang muslim juga lampu rumah tetap kami nyalakan,” ujarnya.

Hal yang sama juga berlaku di keluarga yang lain. Di kampung ini tidak jarang ada keluarga yang beda agama dalam satu rumah.

“Karena itulah sebagai toleransi kami lampu tetap menyala. Tapi bagi umat Hindu tetap melaksanakan puasa dan menyepi di kamar,” ungkap pria yang menjadi orang nomor satu di Desa Burno ini. (*)

 

Editor: Mohamad S
Publisher: Zainul Hasan R

Artikel ini telah dibaca 143 kali

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Kemeriahan Maulid Nabi di Pasuruan, Warga Berebut Barang dalam Tradisi Arebbuan

5 September 2025 - 10:53 WIB

Padepokan Fashion Carnaval Probolinggo, Kuatkan Identitas Kebudayaan Indonesia

31 Agustus 2025 - 20:40 WIB

Terinspirasi Pejuang Kemerdekaan, Peserta Tajemtra Berusia 70 Tahun ini Tuntaskan Rute 30 KM

24 Agustus 2025 - 08:33 WIB

15 Ribu Peserta Semarakkan Tajemtra 2025, Termasuk WNA China

24 Agustus 2025 - 02:02 WIB

Tajemtra 2025 Siap Digelar, 15.171 Peserta Terdaftar

22 Agustus 2025 - 19:22 WIB

Dorong Wisatawan Kenali Budaya Tengger, Bupati Gus Haris Siapkan Kalender Even di Bromo

9 Agustus 2025 - 20:51 WIB

Hari Raya Karo, 3 Desa Lereng Bromo Probolinggo Gelar Ritual Tari Sodoran

9 Agustus 2025 - 18:19 WIB

Wisatawan Mancanegara Ramaikan Tradisi Jolen di Lereng Gunung Semeru

28 Juli 2025 - 19:28 WIB

Tradisi Ujung dan Ujub, Upaya Menolak Bala di Desa Kandangan

28 Juli 2025 - 18:00 WIB

Trending di Budaya