Menu

Mode Gelap
KPK Mulai Gerah! Bakal Jemput Paksa 21 Tersangka Korupsi Dana Hibah Jatim Pesawat Latih Jatuh di Bogor, Tewaskan Eks Kadispen TNI AU Toyota Fortuner Terjun ke Sungai di Jalur Wisata Bromo, 2 Orang Luka-luka Masuki Musim Hujan, Polisi Imbau Pengendara Waspada Longsor di Piket Nol Dari Lupis hingga Sayur Gratis, Cerita Hangat di Balik Pasar Minggu Rowojali RW 06 Ketahanan Pangan Gagal Jika Petani Hanya Jadi Objek, Bukan Subjek

Ekonomi · 18 Feb 2022 19:40 WIB

Curah Hujan Tinggi, Perajin Gerabah Frustasi


					Curah Hujan Tinggi, Perajin Gerabah Frustasi Perbesar

Besuk,- Sejumlah perajin gerabah di Desa Alas Kandang, Kecamatan Besuk, Kabupaten Probolinggo mengeluh. Keluhan perajin menguap seiring tingginya intensitas hujan saat ini sehingga produksi gerabah menurun drastis.

Perajin gerabah di Desa Alas Kandang, Wahid menuturkan, pada musim hujan saat ini hasil produksi gerabah buatannya menurun hingga 50 persen dibandingkan saat musim kemarau.

“Hampir setiap hari hujan disini, bahkan terkadang hujan dari siang sampai sore hari,” curhat Wahid kepada PANTURA7.com, Sabtu (18/2/22).

Ia mengatakan, dalam sehari ia mampu memproduksi gerabah sebanyak 40 hingga 50 unit saat cuaca cerah. Jenis gerabah yang dibuat biasanya tempayan, kuali, cowek hingga kendi.

“Per hari bisa lebih 30 unit satu orang. Hasil produksi itu masih butuh pengeringan, karena yang memakan waktu memang proses pencetakan dan pengeringannya,” Wahid menjelaskan.

Harga gerabah, menurutnya, tergantung ukuran. Gerabah berbagai jenis ukuran kecil dijual Rp 2 ribu, ukuran sedang Rp 3 ribu dan ukuran besar Rp 4 ribu per biji. Gerabah dipasok tidak hanya untuk memenuhi permintaan lokal.

“Gerabah buatan saya juga dipasok ke daerah tetangga, seperti Kabupaten Situbondo, Bondowoso, dan Lumajang,” ungkap dia.

Perajin gerabah di desanya, dijelaskan Wahid, memang lebih dominan dibandingkan dengan pekerjaan lain. Sebagian kecilnya bekerja sebagai buruh tani, petani, pedagang, sopir hingga pekerja rumah tangga.

“Di sini mayoritas perajin gerabah dan batu bata. Dalam satu keluarga, si istri bekerja sebagai perajin gerabah, sementara sang suami sebagai perajin batu bata,” pungkas pria berusia 65 tahun itu. (*)

 

Editor: Efendi Muhammad

Publisher: A. Zainullah FT

Artikel ini telah dibaca 6 kali

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Dari Lupis hingga Sayur Gratis, Cerita Hangat di Balik Pasar Minggu Rowojali RW 06

3 Agustus 2025 - 10:11 WIB

Ketahanan Pangan Gagal Jika Petani Hanya Jadi Objek, Bukan Subjek

3 Agustus 2025 - 09:39 WIB

Cuaca Laut Buruk, Harga Ikan di TPI Mayangan Probolinggo Melambung

25 Juli 2025 - 15:25 WIB

Budidaya Ayam Petelur dan Burung Puyuh Jadi Pendongkrak Ekonomi Desa di Lumajang

25 Juli 2025 - 13:45 WIB

Petani Semangka di Ambulu Jember Keluhkan Minimnya Pendampingan, Jamur Jadi Ancaman Utama

24 Juli 2025 - 19:37 WIB

Serapan Gabah Bulog Jember Turun Usai Panen Raya, Fokus ke Panen Gaduh

24 Juli 2025 - 19:10 WIB

Berkah Piodalan, Omzet UMKM dan Home Stay di Senduro Puluhan Juta

23 Juli 2025 - 16:31 WIB

Dorong UMKM Probolinggo Naik Kelas, Gus Hilman Ajak BRIN Berikan Bimtek

17 Juli 2025 - 17:12 WIB

Genjot Produksi Susu, Kementan Tebar 1.080 Sapi Perah Bunting ke 5 Wilayah di Jatim

15 Juli 2025 - 19:20 WIB

Trending di Ekonomi