Menu

Mode Gelap
Aksi Pengeroyokan di Gondangwetan, Korban Luka, Pelaku Terjatuh Kecelakaan Harga Naik, Pembeli Menyusut, Pedagang Pasar Pasirian Keluhkan Sepinya Pembeli Polres Probolinggo Gagalkan Peredaran Sabu dan Ratusan Ribu Pil Okerbaya Kemasan Vitamin Ternak Kemarau Basah di Lumajang Picu Longsor, Banjir, dan Ancaman Lahar Dingin Semeru Gunung Semeru Erupsi 2.449 Kali Sepanjang Januari Hingga September Luka Parah Akibat Ledakan Bondet, Maling Motor di Grati Pasuruan Akhirnya Tewas

Ekonomi · 18 Feb 2022 19:40 WIB

Curah Hujan Tinggi, Perajin Gerabah Frustasi


					Curah Hujan Tinggi, Perajin Gerabah Frustasi Perbesar

Besuk,- Sejumlah perajin gerabah di Desa Alas Kandang, Kecamatan Besuk, Kabupaten Probolinggo mengeluh. Keluhan perajin menguap seiring tingginya intensitas hujan saat ini sehingga produksi gerabah menurun drastis.

Perajin gerabah di Desa Alas Kandang, Wahid menuturkan, pada musim hujan saat ini hasil produksi gerabah buatannya menurun hingga 50 persen dibandingkan saat musim kemarau.

“Hampir setiap hari hujan disini, bahkan terkadang hujan dari siang sampai sore hari,” curhat Wahid kepada PANTURA7.com, Sabtu (18/2/22).

Ia mengatakan, dalam sehari ia mampu memproduksi gerabah sebanyak 40 hingga 50 unit saat cuaca cerah. Jenis gerabah yang dibuat biasanya tempayan, kuali, cowek hingga kendi.

“Per hari bisa lebih 30 unit satu orang. Hasil produksi itu masih butuh pengeringan, karena yang memakan waktu memang proses pencetakan dan pengeringannya,” Wahid menjelaskan.

Harga gerabah, menurutnya, tergantung ukuran. Gerabah berbagai jenis ukuran kecil dijual Rp 2 ribu, ukuran sedang Rp 3 ribu dan ukuran besar Rp 4 ribu per biji. Gerabah dipasok tidak hanya untuk memenuhi permintaan lokal.

“Gerabah buatan saya juga dipasok ke daerah tetangga, seperti Kabupaten Situbondo, Bondowoso, dan Lumajang,” ungkap dia.

Perajin gerabah di desanya, dijelaskan Wahid, memang lebih dominan dibandingkan dengan pekerjaan lain. Sebagian kecilnya bekerja sebagai buruh tani, petani, pedagang, sopir hingga pekerja rumah tangga.

“Di sini mayoritas perajin gerabah dan batu bata. Dalam satu keluarga, si istri bekerja sebagai perajin gerabah, sementara sang suami sebagai perajin batu bata,” pungkas pria berusia 65 tahun itu. (*)

 

Editor: Efendi Muhammad

Publisher: A. Zainullah FT

Artikel ini telah dibaca 6 kali

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Harga Naik, Pembeli Menyusut, Pedagang Pasar Pasirian Keluhkan Sepinya Pembeli

17 September 2025 - 20:39 WIB

Berkah MTQ XXXI Jatim, Ekonomi UMKM di Jember Ikut Tumbuh

17 September 2025 - 19:24 WIB

Kue Pasar Jadi Konsumsi MTQ XXXI Jatim, Pedagang Tradisional Jember Kebanjiran Pesanan

15 September 2025 - 14:57 WIB

Serapan Gula Petani tak Maksimal, Wagub Emil Tinjau PG Gending Probolinggo

9 September 2025 - 23:54 WIB

Harga Tembakau Kasturi Turun, Petani Lumajang Tetap Sumringah

9 September 2025 - 21:05 WIB

Penyerapan Pupuk Organik di Lumajang Rendah, Alokasi Berpotensi Dikurangi

8 September 2025 - 18:54 WIB

Petani Tebu Lumajang Akhirnya Sumringah, Tumpukan Gula di Gudang Terjual Rp.79,7 Miliar

5 September 2025 - 19:13 WIB

Impor Gula Rafinasi Bocor ke Pasar Konsumsi, Gula Petani Lokal Tak Terserap

4 September 2025 - 10:59 WIB

Kebanjiran Order, Persewaan Baju Karnaval di Pasuruan Raup Puluhan Juta

24 Agustus 2025 - 17:18 WIB

Trending di Ekonomi