Menu

Mode Gelap
Bupati Lumajang Perkuat Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Luar Negeri Dari Sejarah Ki Hajar Dewantara, Bupati Lumajang Dorong Revitalisasi Pendidikan untuk Tingkatkan SDM Perjuangan Nenek Satumi, 95 Tahun, Mewujudkan Impian Haji Temuan Ladang Ganja di TNBTS Mencoreng Destinasi Wisata Bupati Lumajang Tegaskan Larangan Tahan Ijazah dan Wajib Patuhi UMK Ditengah Efisiensi, Pemkot Probolinggo Digerojok Anggaran Rp40 Miliar untuk Perbaiki Infrastruktur

Pemerintahan · 27 Nov 2021 18:19 WIB

Agama Ajarkan Damai, Ketidakadilan Picu Terorisme


					Agama Ajarkan Damai, Ketidakadilan Picu Terorisme Perbesar

PROBOLINGGO- Akar terorisme itu sesungguhnya bukan agama, melainkan ideologi teror yang kadang-kadang diperkuat dengan mispersepsi ajaran agama. Sedangkan hal-hal yang bisa menyebabkan pemicu terorisme di antarnya, ketidakadilan, kekecewaan terhadap pemerintah, ketimpangan hukum, perlakuan aparat, maupun sistem demokrasi yang pincang.

“Terorisme juga bisa terjadi karena rendahnya kesejahteraan, faktor sosial sekitar, pengaruh medsos seperti informasi hoaks, pemberitaan sepihak,” KH Dr. Ahmad Fahrur Rozi, Wakil Sekjen Dewan Pimpinan (DP) Majelis Ulama Indonesia (MUI Bidang Fatwa.

Hal itu diungkapkan Gus Fahrur, panggilan akrabnya dalam kajian yang digelar MUI Kota Probolinggo di Masjid An Nur, Jalan Suyoso, Kota Probolinggo, Sabtu (2711/2021). Narasumber lainnya, AKP Harsono, Kasat Humas Polresta Probolinggo, mewakili Kapolresta AKBP Wadi Sa’bani.

Gus Fahrur kemudian mengangkat pemberitaan yang sedang hangat terkait penangkapan Dr ZA, anggota Komisi Fatwa MUI sebagai terduga jaringan terorisme. Terkait kasus ini DP MUI menegaskan, kasus ini tidak terkait MUI secara lembaga tetapi menyangkut, perorangan.

“Sebagai Wasekjen MUI Bidang Fatwa tentu saja saya terhenyak kaget. Informasi terbaru, meski belum A-1, Dr ZA tidak terlibat jaringan terorisme,” ujar Pengasuh Pesantren An Nur 1 Bululawang, Kabupaten Malang.

Gus Fahrur menegaskan, komitmen MUI sangat jelas terkait terorisme. Dikatakan melalui Fatwa Nomor 3 Tahun 2004, terorisme termasuk bom bunuh diri hukumnya haram.

“Yang sekarang ramai ini sepertinya bukan terorisme tetapi sampah yang tersisa pasca Pilpres,” ujarnya. Disayangkan polarisasi nomor satu versus nomor dua alias kampret versus cebong masih terus berlanjut padahal Pilpres sudah lama berakhir.

Gus Fahrur menambahkan, dalam sejarah sangat tidak mungkin MUI secara kelembagaan melawan pemerintah, apalagi menjadi teroris. “Kalangan ahlussunah wal jama’ah berpendapat, tidak boleh melawan pemerintah yang sah, bahkan penguasa zalim sekalipun,” Wakil Ketua PWNU Jatim.

Menanggapi suara-suara sumbang yang mendesak pembubaran MUI karena ada seorang pengurusnya (Dr ZA) yang menjadi terduga terorisme, Gus Fahrur mengaku, heran dengan pemikiran tidak jelas seperti itu.

Gus Fahrur menggambarkan, kalau ada seorang terlibat terorisme kemudian lembaga seperti MUI dibubarkan, kata Gus Fahrur, maka jika mengikuti pola ini akan banyak lembaga yang dibubarkan di negeri ini.

“Saya masih ingat, dulu, Menhan Pak Ryamizard Ryacudu pernah menyatakan, ada 3 persen tentara terpapar terorisme, mosok kemudian TNI mau dibubarkan?” tanya Gus Fahrur.

Lebih jauh Gus Fahrur mempertanyakan, apakah kalau ada kiai, ustadz nakal kemudian pesantrennya harus dibubarkan? “Kalau ada kiai, ustadz nakal ya oknumnya dihukum, jangan pesantrennya dibubarkan,” katanya.

Gus Fahrur menegaskan, akar terorisme bukan agama, agama apa pun, sebab agama mengajak pemeluknya untuk hidup damai. “Sekali lagi terorisme dipicu ketidakadilan,” katanya.

Sementara itu AKP Harsono mengawali pembicaraannya dengan meminta maaf karena Kapolresta AKBP Wadi Sa’bani tidak bisa hadir. “Pak Kapolresta sedang ada acara zoom meeting dengan Kapolri terkait vaksinasi Covid-19,” ujarnya.

Jubir Polresta itu mengatakan, betapa bahayanya ancaman terorisme di negeri ini. “Kata Nasir Abbas, mantan pelaku terorisme, pelaku teror otaknya dicuci. Cukup lima menit sudah terbujuk,” ujarnya.

Sementara itu Ketua Umum MUI Kota Probolinggo, KH Nizar Irsyad mengaku, berusaha menekan munculnya bibit (pemikiran) radikalisme di Probolinggo. “Kalau ada pengurus ormas yang keras, saya lunakkan,” ujarnya.

MUI sebagai payung besar berusaha mengayomi ormas-ormas Islam. Soal ada perbedaan kecil (furu’iyah) hal biasa. “Tetapi jangan sampai takfiri, mengkafirman pihak lain, sholat gak mau berbaur dengan jamaah masjid lain,” kata kiai penggemar kopi hitam itu. (*)


Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Albafillah

Artikel ini telah dibaca 7 kali

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Bupati Lumajang Perkuat Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Luar Negeri

2 Mei 2025 - 16:57 WIB

Dari Sejarah Ki Hajar Dewantara, Bupati Lumajang Dorong Revitalisasi Pendidikan untuk Tingkatkan SDM

2 Mei 2025 - 16:04 WIB

Bupati Lumajang Tegaskan Larangan Tahan Ijazah dan Wajib Patuhi UMK

1 Mei 2025 - 20:07 WIB

Ditengah Efisiensi, Pemkot Probolinggo Digerojok Anggaran Rp40 Miliar untuk Perbaiki Infrastruktur

1 Mei 2025 - 19:37 WIB

Komisi A DPRD Lumajang Apresiasi Kinerja Damkar, Dorong Peningkatan Sarana dan Prasarana

30 April 2025 - 10:21 WIB

DPRD Lumajang Gelar Uji Publik Raperda Fasilitasi Pengembangan Pesantren

30 April 2025 - 09:17 WIB

Hanya Dijatah Anggaran Rp 150 juta Setahun, MUI Probolinggo Protes

30 April 2025 - 03:53 WIB

Tujuh Formasi CPNS di Lumajang Belum Terisi, Pemkab Lumajang Tetap Fokus Kualitas Pelayanan

28 April 2025 - 17:51 WIB

Dinsos Lumajang Habiskan Dana Rp5,113 Miliar untuk Pemenuhan Pelayanan Minimum

28 April 2025 - 13:30 WIB

Trending di Pemerintahan