Lumajang, – Musim kemarau seharusnya menjadi masa kering bagi sebagian besar wilayah Indonesia. Namun, fenomena kemarau basah justru membawa potensi bencana hidrometeorologi yang semakin tinggi di Kabupaten Lumajang.
Curah hujan dengan intensitas sedang hingga tinggi yang terjadi di tengah musim kemarau telah memicu tanah longsor, banjir genangan, hingga meningkatkan risiko banjir lahar dingin dari Gunung Semeru.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi bahwa kondisi kemarau basah ini akan berlangsung hingga Oktober 2025, sehingga masyarakat dan pemerintah daerah diminta untuk tetap meningkatkan kewaspadaan.
“Imbas curah hujan di musim kemarau atau kemarau basah sudah menyebabkan beberapa kejadian bencana di Lumajang,” kata Kabid Kedaruratan dan Rehabilitasi BPBD Lumajang, Yudhi Cahyono, Rabu (17/9/25).
Longsor dan pohon tumbang terjadi di wiayah pegunungan
wilayah-wilayah dengan topografi perbukitan dan lereng terjal menjadi titik paling rawan. Desa Jugosari, Ranupane, dan Burno di Kecamatan Senduro masuk dalam kategori rawan longsor dan pohon tumbang.
Salah satu titik yang menjadi perhatian serius adalah jalur Piket Nol, penghubung vital antara Lumajang dan Malang, yang beberapa kali tertimpa material longsoran akibat hujan deras.
Selain longsor, kemarau basah juga menyebabkan banjir genangan di sejumlah wilayah perkotaan dan pemukiman. Yudhi menjelaskan bahwa Desa Kutorenon, khususnya Dusun Biting, menjadi salah satu wilayah terdampak.
Luapan Sungai Curah Menjangan dan Kali Biting menyebabkan genangan air yang merendam antara 60 hingga 100 rumah warga.
“Ini adalah dampak dari hujan sedang hingga deras yang turun saat seharusnya kemarau. Sungai-sungai yang meluap ini tidak bisa menampung debit air secara tiba-tiba,” ungkap Yudhi.
Fenomena kemarau basah juga memperbesar risiko banjir lahar dingin dari Gunung Semeru, yang saat ini berstatus Level II (Waspada). Sejumlah daerah aliran sungai (DAS) yang berhulu di Semeru dipetakan sebagai wilayah berisiko tinggi.
“Seperti Sungai Curah Kobokan, Sungai Glidik, Sungai Besuk Sat, dan Sungai Rejali,” katanya.
Hingga saat ini, BPBD Lumajang terus menjalin koordinasi dengan Muspika di tingkat kecamatan, agar setiap perkembangan cuaca dan kondisi darurat dapat segera dilaporkan dan ditangani.
“Kami imbau masyarakat untuk tetap waspada dan mengikuti arahan dari pihak berwenang. Potensi bencana selama kemarau basah ini nyata dan harus diantisipasi bersama,” pungkasnya. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Keyra