Menu

Mode Gelap
Ribuan Pelanggaran Ditindak Polres Pasuruan Kota Selama Operasi Patuh Semeru 2025, Roda Dua Jadi Pelanggar Terbanyak Motif Tewasnya Pria Asal Madiun yang Ditemukan di Sungai Purwosari, Dipicu Dugaan Pelecehan Geger! Mayat Pria Tanpa Identitas Mengambang di Sungai Pekalen Maron Truk Tabrak Pemotor di Jalur Pantura Pesisir, Korban Meninggal Seketika Satu Kartu, Satu Komoditas Tarif Pajak Batu, Pasir, dan Grosok Kini Dibedakan Pendapatan Pajak Pasir Baru Capai Rp8 Miliar hingga Juli, Masih Jauh dari Target

Budaya · 21 Jul 2025 09:26 WIB

Ada Nilai Filosofis Calon Arang dalam Pementasan Seni Menyuarakan Dharma


					Di malam terakhir acara Piodalan, pementasan Calon Arang yang digelar di pelataran suci Pura Mandhara Giri Semeru Agung (Asmadi). Perbesar

Di malam terakhir acara Piodalan, pementasan Calon Arang yang digelar di pelataran suci Pura Mandhara Giri Semeru Agung (Asmadi).

Lumajang, – Pada malam terakhir acara Piodalan, dipentaskan Calon Arang yang digelar di pelataran suci Pura Mandhara Giri Semeru Agung. Ribuan umat Hindu dari berbagai penjuru Bali dan Jawa memadati lokasi.

Namun lebih dari sekadar sebuah pertunjukan seni, kisah Calon Arang yang dibawakan oleh seniman dari Ubud, Bali, menjadi panggung filsafat hidup menyuarakan nilai-nilai dharma dalam balutan drama tradisional.

Calon Arang, tokoh yang kerap diposisikan sebagai simbol kegelapan dan kemarahan, justru membuka ruang refleksi tentang keseimbangan hidup. Dalam kepercayaan Hindu, kehidupan tak lepas dari dualitas, baik dan buruk, terang dan gelap, suka dan duka.

Namun, dalam pementasan ini, disampaikan dengan jelas bagaimanapun kerasnya adharma (kejahatan) berusaha menguasai, dharma (kebaikan) pada akhirnya akan menang kebaikan.

“Ini bukan sekadar tontonan. Ini tuntunan. Kita diajak merenung. Di kehidupan nyata pun, kita selalu diuji. Tapi dharma harus jadi pegangan,” kata pengurus harian Pura Mandhara Giri Semeru Agung, Wira Dharma, Minggu (20/7/25) malam.

Sebelum pementasan dimulai, kata dia, diadakan serangkaian ritual persembahyangan yang mengundang restu dari sekala (dunia nyata) dan niskala (dunia tak kasat mata).

Ini juga menegaskan, dalam tradisi Hindu, segala sesuatu yang dilakukan, sekecil apapun, selalu melibatkan unsur spiritual sebagai dasar pelaksanaannya.

“Seni bukan hanya untuk dilihat, tapi juga untuk disucikan. Karena apa yang kita tampilkan adalah representasi dari kehidupan dan ajaran suci,” katanya.

Menariknya, meskipun Calon Arang dikenal sebagai tokoh jahat, kehadirannya justru memancing kemunculan tokoh-tokoh dharma seperti Mpu Baradah. “Dalam penggambaran klasik, konflik yang ia timbulkan justru menjadi jalan bagi keseimbangan untuk ditegakkan kembali,” pungkasnya. (*)


Editor: Ikhsan Mahmudi

Publisher: Keyra


Artikel ini telah dibaca 14 kali

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Tradisi Tak Lekang Waktu, Bhakti Penganyar Jadi Jembatan Budaya Bali dan Jawa

18 Juli 2025 - 15:00 WIB

1.923 Petani Lumajang Tercakup Asuransi Usaha Tani Padi

10 Juli 2025 - 16:52 WIB

Cok Ace Dorong Kolaborasi Budaya Bali dengan Lumajang

10 Juli 2025 - 16:21 WIB

Diresmikan Saat Purnama 1992, Pura di Senduro Kini Jadi Titik Sakral Umat Hindu

10 Juli 2025 - 15:52 WIB

Pujawali Rama Satunggal Warsa, Momen Pererat Persaudaraan Umat Hindu se-Nusantara

6 Juli 2025 - 18:02 WIB

Jolen Simbol Kerukunan dan Warisan Budaya Desa Senduro

27 Juni 2025 - 19:02 WIB

Grebeg Suro, Warga Lumajang di Lereng Semeru Berebut Gunungan Hasil Bumi

27 Juni 2025 - 13:26 WIB

Basuh Kaki Orang Tua, Tradisi Siswa di Kota Probolinggo saat Hadapi Kelulusan

19 Juni 2025 - 14:48 WIB

Segoro Topeng Kaliwungu, Harmoni Seni dan Pelestarian Alam

19 Juni 2025 - 14:11 WIB

Trending di Budaya