Menu

Mode Gelap
Cuaca Ekstrem, BPBD Jember: Waspadai Potensi Banjir dan Longsor Hingga 17 September Mengenal Gus Hafid dari Ponpes Nurul Qodim, Kiai Muda Sejuta Potensi Harapan Nahdliyin Waspada Penipuan dan Penculikan Anak, Pemkot Probolinggo Keluarkan Surat Edaran Jelang MTQ XXX Jawa Timur, Jember Optimistis Lolos Tiga Besar Terisolasi Akibat Banjir Lahar Semeru, Puluhan Siswa SD Tak Bisa Sekolah Coret ‘Police Killed People’ Dua Pemuda Dibekuk Polisi

Budaya · 21 Jul 2025 09:26 WIB

Ada Nilai Filosofis Calon Arang dalam Pementasan Seni Menyuarakan Dharma


					Di malam terakhir acara Piodalan, pementasan Calon Arang yang digelar di pelataran suci Pura Mandhara Giri Semeru Agung (Asmadi). Perbesar

Di malam terakhir acara Piodalan, pementasan Calon Arang yang digelar di pelataran suci Pura Mandhara Giri Semeru Agung (Asmadi).

Lumajang, – Pada malam terakhir acara Piodalan, dipentaskan Calon Arang yang digelar di pelataran suci Pura Mandhara Giri Semeru Agung. Ribuan umat Hindu dari berbagai penjuru Bali dan Jawa memadati lokasi.

Namun lebih dari sekadar sebuah pertunjukan seni, kisah Calon Arang yang dibawakan oleh seniman dari Ubud, Bali, menjadi panggung filsafat hidup menyuarakan nilai-nilai dharma dalam balutan drama tradisional.

Calon Arang, tokoh yang kerap diposisikan sebagai simbol kegelapan dan kemarahan, justru membuka ruang refleksi tentang keseimbangan hidup. Dalam kepercayaan Hindu, kehidupan tak lepas dari dualitas, baik dan buruk, terang dan gelap, suka dan duka.

Namun, dalam pementasan ini, disampaikan dengan jelas bagaimanapun kerasnya adharma (kejahatan) berusaha menguasai, dharma (kebaikan) pada akhirnya akan menang kebaikan.

“Ini bukan sekadar tontonan. Ini tuntunan. Kita diajak merenung. Di kehidupan nyata pun, kita selalu diuji. Tapi dharma harus jadi pegangan,” kata pengurus harian Pura Mandhara Giri Semeru Agung, Wira Dharma, Minggu (20/7/25) malam.

Sebelum pementasan dimulai, kata dia, diadakan serangkaian ritual persembahyangan yang mengundang restu dari sekala (dunia nyata) dan niskala (dunia tak kasat mata).

Ini juga menegaskan, dalam tradisi Hindu, segala sesuatu yang dilakukan, sekecil apapun, selalu melibatkan unsur spiritual sebagai dasar pelaksanaannya.

“Seni bukan hanya untuk dilihat, tapi juga untuk disucikan. Karena apa yang kita tampilkan adalah representasi dari kehidupan dan ajaran suci,” katanya.

Menariknya, meskipun Calon Arang dikenal sebagai tokoh jahat, kehadirannya justru memancing kemunculan tokoh-tokoh dharma seperti Mpu Baradah. “Dalam penggambaran klasik, konflik yang ia timbulkan justru menjadi jalan bagi keseimbangan untuk ditegakkan kembali,” pungkasnya. (*)


Editor: Ikhsan Mahmudi

Publisher: Keyra


Artikel ini telah dibaca 23 kali

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Kemeriahan Maulid Nabi di Pasuruan, Warga Berebut Barang dalam Tradisi Arebbuan

5 September 2025 - 10:53 WIB

Padepokan Fashion Carnaval Probolinggo, Kuatkan Identitas Kebudayaan Indonesia

31 Agustus 2025 - 20:40 WIB

Terinspirasi Pejuang Kemerdekaan, Peserta Tajemtra Berusia 70 Tahun ini Tuntaskan Rute 30 KM

24 Agustus 2025 - 08:33 WIB

15 Ribu Peserta Semarakkan Tajemtra 2025, Termasuk WNA China

24 Agustus 2025 - 02:02 WIB

Tajemtra 2025 Siap Digelar, 15.171 Peserta Terdaftar

22 Agustus 2025 - 19:22 WIB

Dorong Wisatawan Kenali Budaya Tengger, Bupati Gus Haris Siapkan Kalender Even di Bromo

9 Agustus 2025 - 20:51 WIB

Hari Raya Karo, 3 Desa Lereng Bromo Probolinggo Gelar Ritual Tari Sodoran

9 Agustus 2025 - 18:19 WIB

Wisatawan Mancanegara Ramaikan Tradisi Jolen di Lereng Gunung Semeru

28 Juli 2025 - 19:28 WIB

Tradisi Ujung dan Ujub, Upaya Menolak Bala di Desa Kandangan

28 Juli 2025 - 18:00 WIB

Trending di Budaya