Menu

Mode Gelap
Satpolairud Polres Pasuruan Kota Tempati Gedung Baru di Panggungrejo Fisik Terbatas tak Halangi Para Tunanetra Unjuk Kebolehan di MTQ Jatim XXXI Jember Parkir di Selatan Alun-alun Kota Probolinggo, Motor Matic Raib Residivis Ditangkap Usai Satroni Sekolah dan TPQ Pasca Laka Maut di Jalur Bromo, Usulan Pembangunan Jalur Penyelamat Menguat Kantor KUD di Beji Pasuruan Terbakar, Kerugian Capai Ratusan Juta Rupiah

Budaya · 29 Mar 2025 02:24 WIB

Mengenal Ogoh- ogoh, Tradisi Menjelang Hari Raya Nyepi


					Arak-arakan ogoh-ogoh di Desa Senduro. Perbesar

Arak-arakan ogoh-ogoh di Desa Senduro.

Lumajang, – Ogoh-ogoh merupakan sebuah patung raksasa yang dibuat oleh Umat Hindu sebagai bagian integral dari perayaan Nyepi.  Sebuah hari raya penting dalam agama Hindu termasuk di Kabupaten Lumajang.

Patung tersebut, kemudian diarak sejauh 4 kilometer (km), di Desa Senduro, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, menjelang Hari Raya Nyepi sebagai bagian dari rangkaian upacara yang meriah.

Tak heran, jika ogoh-ogoh disimbolkan sebagai keburukan manusia melambangkan tokoh Hindu bernama Bhuta Kala. Buta Kala sendiri memiliki simbol keburukan sifat manusia dan hal negatif di dalam alam semesta.

Selama prosesi arak-arakan ogoh-ogoh, masyarakat di Desa Senduro bergabung dalam perayaan dengan penuh semangat. Mereka membawa ogoh-ogoh sebagai simbol keburukan manusia dengan diiringi oleh gamelan yang disebut bleganjur, menciptakan suasana yang meriah dan khidmat.

Arak-arakan ini juga menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk bersatu dan merayakan warisan budaya para leluhur.

Tidak hanya itu, ogoh-ogoh yang dibuat tidak hanya sekadar karya seni, melainkan juga memiliki makna mendalam. Patung raksasa yang dibuat itu, merupakan representasi dari sifat-sifat negatif yang ada dalam diri manusia dan alam semesta.

Dengan mengarak ogoh-ogoh, umat Hindu berharap dapat membersihkan diri dari keburukan dan memulai tahun yang baru dengan pikiran yang jernih dan hati yang suci.

“Nah, setelah diarak sejauh 4 kilometer (km), ogoh-ogoh kemudian dimusnahkan dalam prosesi Tawur Agung Kesanga. Dalam prosesi ini, ogoh-ogoh ini dibakar, dengan tujuan pemusnahan dari segala keburukan dan ketidaksempurnaan,” kata Ketua Harian Pura Mandhara Giri Semeru Agung, Wira Dharma.

Lebih lanjut Wira menyampaikan, yang paling utama dari ogoh-ogoh sebagai representasi dari Bhuta Kala, yang melambangkan kekuatan alam semesta dan waktu dalam ajaran Hindu Dharma.

Meskipun ogoh-ogoh pada dasarnya tidak memiliki hubungan langsung dengan acara utama Nyepi, namun keberadaannya tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kemeriahan upacara.

Setelah sampai di tempat tujuan, ogoh-ogoh tersebut kemudian dibakar dalam sebuah prosesi yang khidmat. “Proses pembakaran ogoh-ogoh menandai pemusnahan simbolis dari kekuatan negatif yang diwakili oleh Bhuta Kala, dan menjadi langkah awal dalam menjalani hari penyepian atau Nyepi,” tuturnya.

“Ogoh-ogoh tidak hanya menjadi bagian dari kemeriahan upacara Nyepi, tetapi juga membawa makna mendalam akan kekuatan alam semesta dan waktu dalam, serta merupakan simbol pemurnian diri dan pemulihan keseimbangan dengan alam semesta,” pungkasnya. (*)


Editor: Ikhsan Mahmudi

Publisher: Keyra


Artikel ini telah dibaca 94 kali

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Kemeriahan Maulid Nabi di Pasuruan, Warga Berebut Barang dalam Tradisi Arebbuan

5 September 2025 - 10:53 WIB

Padepokan Fashion Carnaval Probolinggo, Kuatkan Identitas Kebudayaan Indonesia

31 Agustus 2025 - 20:40 WIB

Terinspirasi Pejuang Kemerdekaan, Peserta Tajemtra Berusia 70 Tahun ini Tuntaskan Rute 30 KM

24 Agustus 2025 - 08:33 WIB

15 Ribu Peserta Semarakkan Tajemtra 2025, Termasuk WNA China

24 Agustus 2025 - 02:02 WIB

Tajemtra 2025 Siap Digelar, 15.171 Peserta Terdaftar

22 Agustus 2025 - 19:22 WIB

Dorong Wisatawan Kenali Budaya Tengger, Bupati Gus Haris Siapkan Kalender Even di Bromo

9 Agustus 2025 - 20:51 WIB

Hari Raya Karo, 3 Desa Lereng Bromo Probolinggo Gelar Ritual Tari Sodoran

9 Agustus 2025 - 18:19 WIB

Wisatawan Mancanegara Ramaikan Tradisi Jolen di Lereng Gunung Semeru

28 Juli 2025 - 19:28 WIB

Tradisi Ujung dan Ujub, Upaya Menolak Bala di Desa Kandangan

28 Juli 2025 - 18:00 WIB

Trending di Budaya