Jember,- Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Jemaat Sumberpakem, Kecamatan Sumberjambe, Kabupaten Jember, tercatat sebagai satu-satunya gereja di Indonesia yang secara konsisten menggunakan bahasa Madura dalam pelaksanaan ibadah hingga saat ini.

Pendeta GKJW Sumberpakem, Eklesius, menjelaskan, bahwa penggunaan bahasa Madura dalam peribadatan telah berlangsung sejak awal berdirinya jemaat, sekitar 143 tahun yang lalu.

Tradisi tersebut bermula dari pelayanan Mbah Ebing, tokoh pertama yang dibaptis sekaligus menjadi Guru Injil di wilayah tersebut.

“Sejak awal, bahasa Madura dipakai agar ajaran Kristen mudah dipahami oleh masyarakat setempat, yang mayoritas berlatar belakang Madura,” kata Pendeta Eklesius, Kamis (25/12/25).

Ia menambahkan, jemaah GKJW Sumberpakem tidak hanya terdiri dari pendatang asal Pulau Madura, tetapi juga warga keturunan Madura yang sudah lama menetap di kawasan Sumberpakem dan sekitarnya.

Advertisement

Penggunaan bahasa Madura tidak terbatas pada khotbah. Sejak tahun 1970-an, upaya penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa Madura mulai dilakukan, diawali dengan Injil Markus.

Proses tersebut kemudian disempurnakan hingga terbitnya Alkitab lengkap bahasa Madura pada tahun 1994 oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI).

Penerjemahan ini melibatkan tim khusus yang dipimpin oleh Sicilia Jin de Art Hasaniah Waluyo dan disetujui melalui mekanisme resmi gerejawi.

Selain Alkitab, GKJW Sumberpakem juga menggunakan kidung jemaat berbahasa Madura. Sekitar 200 lagu telah diterjemahkan, mencakup Kidung Jemaat, Kidung Pasamuan Kristen Jawa (KPKJ), hingga sejumlah lagu rohani populer. Penerjemahan lagu-lagu dibantu oleh Esto Winarno.

Doa-doa pokok gereja seperti Pengakuan Iman Rasuli, Sepuluh Perintah Allah, dan Doa Bapa Kami, juga disampaikan dalam bahasa Madura.

Saat ini, ibadah berbahasa Madura dilaksanakan setiap Minggu pertama, ketiga, dan kelima. Seluruh rangkaian ibadah, mulai dari doa, pujian, pembacaan Alkitab, hingga khotbah, menggunakan bahasa Madura secara penuh.

“Ini bukan sekedar soal bahasa, tapi upaya menjaga warisan yang telah dirintis para pendahulu jemaat,” tutur Eklesius.

Ia juga menyebutkan, bangunan gereja yang dgunakan sekarang dibangun pada tahun 1996, saat masa pelayanan Pendeta Sarji.

“Sementara usia persekutuan GKJW Sumberpakem dihitung sejak baptisan Mbah Ebing, yang menjadi tonggak awal berdirinya jemaat Kristen di wilayah ini,” sampainya. (*)

Editor: Mohammad S

Komentar Ditutup! Anda tidak dapat mengirimkan komentar pada artikel ini.