Lumajang, – Di tengah maraknya tren kuliner kekinian, Nur Sulihati warga Desa Senduro memilih jalur berbeda. Ia tidak sekadar mengikuti arus, tetapi justru menciptakan camilan yang memanfaatkan bahan lokal yang selama ini jarang tersentuh, pare dan jamur.
Awalnya, ia tidak memiliki latar belakang usaha sama sekali. Namun setelah suaminya meninggal pada 2022, ia mulai belajar membuat berbagai olahan makanan melalui ponsel. Dari kebiasaan membaca resep dan melihat ide-ide kuliner di internet, muncul keinginan untuk menghasilkan produk unik khas daerahnya.
“Saya suka makan pare, lalu kepikiran bagaimana caranya mengolahnya jadi camilan,” katanya, Sabtu (6/12/2025).
Ia kemudian mencoba membuat keripik pare dengan berbagai eksperimen. Tidak selalu berhasil, ada yang alot, ada yang kurang renyah, namun setiap kegagalan menjadi proses belajar.
Tidak berhenti di pare, ia juga mengembangkan keripik jamur setelah melihat banyak petani jamur di sekitar Senduro. Dengan belajar dari teknik membuat ayam crispy, ia menemukan racikan tepung yang membuat keripik jamurnya renyah dan dapat bertahan hingga tiga bulan tanpa pengawet.
Di bawah label Kripik Naran, produk ini menjadi identitas baru kuliner Desa Senduro. Ia bahkan telah mengurus perizinan usaha seperti NIB dan PIRT, serta rutin mengikuti berbagai pelatihan UMKM untuk meningkatkan kualitas kemasan hingga branding.
Meski begitu, tantangan tetap ada. Produk lokal sering kali diremehkan warga sekitar, sementara masyarakat luar justru lebih menghargainya.
“Pelanggan saya kini datang dari berbagai wilayah, mulai Surabaya hingga Jakarta, bahkan ada konsumen tetap yang membeli satu kilogram setiap bulan karena cocok sebagai camilan sehat untuk penderita diabetes,” pungkasnya.
Di samping itu, dengan adanya rencana pembangunan rest area di dekat desa, ia berharap keripik pare dan jamur ini bisa menjadi oleh-oleh khas Sendoro yang dikenal lebih luas.
“Saya ingin nama Sendoro terkenal bukan hanya karena pisang, tapi juga karena keripik pare dan jamur,” ujarnya. (*)













