Probolinggo,– Dari masjid, solusi itu dicari. Dari rumah ibadah, langkah kebersamaan itu dimulai.
Minggu, 7 September 2025, besok Masjid Jamik Al Abror Desa Rondokuning, Kecamatan Kraksaan, bakal jadi saksi dimulainya salah satu program Pemkab Probolinggo Polo’an SAE.
Bukan sekadar acara. Bukan pula sekadar kumpul ramai. Polo’an SAE ini dirancang sebagai kenduri kebhinekaan. Di sinilah pemimpin duduk satu lantai dengan rakyat secara langsung. Tanpa protokol berlapis, tanpa jarak. Hanya ada sambung rasa, keakraban, dan ruang dialog yang cair.
Bupati Probolinggo, dr Muhammad Haris, menegaskan, Polo’an SAE adalah cara sederhana tapi kuat untuk merawat kebersamaan.
“Dari masjid, kita bicara tentang stunting, kemiskinan, dan solusi nyata. Masjid bukan hanya tempat ibadah, tapi pusat peradaban. Dari sinilah kita mulai gerakan besar,” ujarnya.

MENJAWAB: Bupati Probolinggo, Gus Haris, saat menjawab pertanyaan warga pada Polo’an SAE yang berlangsung di Masjid Jamik Al-Abror Desa Rondokuning, Kraksaan, Probolinggo. (foto: Sholeh Adnan).
Rembug di Masjid, Ikhtiar Menyelesaikan Masalah
Tema perdana Polo’an SAE memang menohok; “Rembug Stunting dan Kemiskinan Berbasis Masjid”. Dua masalah yang jadi pekerjaan rumah serius Kabupaten Probolinggo.
Data terakhir, angka stunting masih butuh kerja keras untuk ditekan. Begitu juga soal kemiskinan yang masih menghantui sebagian warga.
Karena itu, Gus Haris ingin rembugnya dilakukan di ruang paling akrab bagi masyarakat Probolinggo: masjid.
“Kita ingin menghadirkan solusi yang membumi, bukan hanya wacana. Di masjid, semua orang bisa bicara. Pemimpin mendengar, rakyat menyampaikan,” tegasnya.
Namun yang membuat acara ini berbeda, Polo’an SAE tidak hanya berhenti di forum dialog. Warga juga langsung mendapat manfaat nyata: khitanan massal dan pengobatan gratis.
Ada juga pemberian makanan bergizi bagi penderita stunting. Dua layanan sosial yang langsung menyentuh kebutuhan keluarga kecil di desa.
“Ini cara kami hadir di tengah rakyat. Bukan hanya bicara program, tapi juga memberi manfaat langsung. Anak-anak terbantu, orang tua lega, kesehatan warga terjamin,” ujar Khoirul Anwar, direktur Gerbang Harmoni (GH) Foundation, yang juga inisator acara ini.
Lembaga nirlaba ini akan mengawal keberlanjutan Polo’an SAE Pemkab Probolinggo. Tidak berhenti di sebuah desa, tapi bergerak ke pasar, ladang, kampung nelayan, bahkan gereja atau Pura.
“Polo’an SAE harus membumi. Dari sawah sampai pasar, dari pura sampai gereja, semua bisa jadi ruang harmoni. GH Foundation akan memastikan itu terus hidup,” tambah Badrut Taman, salah satu pengurus GH Foundation.
Kenduri Bersama Jadi Sambung Rasa
Seperti namanya, acara akan ditutup dengan makan bersama dalam satu wadah. Biasanya makanan ala kadarnya ditempatkan di daun pisang. Ada sambel terong, ikan asin, tahu, tempe, sambal pedas.
Pemimpin, tokoh agama, pemuda, hingga rakyat duduk menikmati hidangan bersama-sama. Simbol sederhana bahwa kebersamaan itu nyata, bukan slogan.
“Di sini tidak ada sekat. Yang ada hanya semangat merawat kebhinekaan,” tambah Qoidul, sesepuh GH Foundation.
Warga Rondokuning menyambut hangat rencana ini. “Alhamdulillah, ada khitanan massal gratis. Anak saya bisa ikut, kami terbantu sekali,” ujar salah satu warga setempat. Pedagang pasar pun merasa senang.
“Kalau pemimpin mau duduk bareng rakyat begini, pasti ada perubahan nyata,” kata Wuwun, salah satu warga.
Polo’an SAE akan jadi awal. Awal untuk menjahit kebersamaan di Kabupaten Probolinggo. Awal untuk menjadikan SAE (Sejahtera, Amanah Religius, Eksis Berdaya Saing) bukan sekadar jargon, tapi kenyataan.
Kini, semua itu dimulai Minggu ini, dari masjid di Rondokuning, Kraksaan, Probolinggo. (*)
Editor: Mohammad S
Publisher: Keyra