Probolinggo,– Momentum jelang puncak perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) di kawasan Tol Probolinggo – Banyuwangi (Probowangi) diwarnai aksi protes oleh sekelompok warga, Sabtu (16/8/25) siang.
Warga yang mengatasnamakan Koalisi Masyarakat Sae Patenang bersama RPH Kabuaran KPH Perhutani Probolinggo menggelar aksi simbolik. Mereka mengibarkan bendera merah putih diatas bukit, tepat di wilayah perbatasan Kabupaten Probolinggo – Situbondo.

HORMAT: Koalisi Sae Patenang melakukan hormat bendera secara simbolik sembari protes kerusakan lingkungan di kawasan proyek Tol Probowangi. (foto: Ali Ya’lu).
Di balik penghormatan kepada sang merah putih, tersirat pesan perlawanan terhadap perusakan lingkungan yang diduga terjadi akibat aktivitas Proyek Strategis Nasional (PSN) Tol Probowangi.
Koordinator Koalisi Masyarakat Sae Patenang, Syarful Anam mengatakan, hutan yang dikelola Perhutani kini rusak parah akibat aktivitas penimbunan material proyek yang dilakukan secara sembarangan.
“Jangan mentang-mentang proyek ini dikelola BUMN, lalu bertindak sewenang-wenang terhadap hutan. Banyak pohon-pohon milik perhutani yang ditimbuni material proyek, itu jelas merusak ekosistem,” katanya.
Menurut Syarful, proyek jalan tol secara konstan telah menyebabkan ekosistem yang awalnya alami, kini rusak. Ia menuntut agar pihak kontraktor segera mengambil langkah korektif untuk menghentikan aktivitas demi menghindari kerusakan lebih luas.
“Kami beri waktu tiga hari sejak sekarang untuk menertibkan kondisi ini. Jika pengrusakan tetap dibiarkan, kami akan menuntut penghentian total proyek ini di area yang terdampak. Kami minta kepada BUMN, tolong berakhlakul karimah kepada hutan kita, bumi kita,” ujarnya.
Sementara itu, Asisten Perhutani RPH Kabuaran KPH Probolinggo, Mahludin mengatakan, proyek pembangunan jalan tol tersebut memang berdampak pada kawasan hutan yang dikelola Perhutani.
Ia menyebut, sekitar 42,7 hektare lahan milik Perhutani telah masuk dalam area terdampak proyek dan sudah melalui proses perizinan.
Namun, kerusakan terjadi karena pelaksana proyek seringkali melampaui batas-batas yang telah ditentukan. Bahkan rambu-rambu yang telah dipasang oleh Perhutani sebagai penanda batas kawasan, sering diterobos begitu saja.
“Kami sudah berulang kali berkoordinasi di lapangan. Tapi tetap saja rambu-rambu kami diterobos. Akibatnya, pohon-pohon kami banyak yang rusak, termasuk pohon jati, mahoni, hingga kesambi,” beber Mahludin.
Ia menambahkan, kerusakan tersebut bukan karena pohon yang ditebang, melainkan tertimbun oleh material bongkaran proyek, seperti tanah, batu, dan puing-puing konstruksi lainnya.
Jumlah pohon yang terdampak pun disebut sudah mencapai puluhan ribu batang, yang sebagian besar sebelumnya masih dalam kondisi sehat.
“Seperti kita berdiri saat ini, di bawah ini ada pohon-pohon yang sudah tertimbun oleh material proyek,” Mahludin memungkasi. (*)
Editor: Mohammad S
Publisher: Keyra