Jember,- Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai larangan penggunaan sound horeg terus menjadi bahan perbincangan publik. Polemik muncul di berbagai platform media sosial hingga ke tingkat masyarakat bawah.
Pengasuh Pondok Pesantren Al Hasan Kemiri Kecamatan Panti, Kabupaten Jember, KH Misbachuk atau akrab disapa Gus Miftah, menegaskan bahwa fatwa tersebut tidak seharusnya diperdebatkan.
Menurutnya, fatwa MUI sudah melalui kajian mendalam dari para ahli dan wajib dijalankan. Oleh karenanya, fatwa MUI bukan perkara yang harus diperdebatkan.
“Fatwa MUI itu produk hukum yang sudah dikaji matang. Tidak perlu diperdebatkan, tapi dilaksanakan,” jelas Gus Miftah, Jumat (25/7/25).
Ia juga mendorong Pemerintah Provinsi Jawa Timur segera merespons fatwa itu dengan menerbitkan instruksi resmi kepada pemerintah kabupaten/kota di wilayahnya. Dengan begitu, penerapan kebijakan dapat berjalan seragam.
“Seharusnya Gubernur segera membuat aturan agar Pemkab di seluruh Jatim memiliki landasan jelas untuk melaksanakannya,” tambahnya.
Gus Miftah menilai kepala daerah, baik bupati atau Walikota maupun wakil bupati atau Wakil Walikota, tidak perlu mengomentari fatwa tersebut, melainkan menunggu arahan dari gubernur sebagai atasan.
“Dalam pemerintahan ada hierarki. Bupati dan Walikota mengikuti aturan gubernur, sedangkan kami para santri taat pada kiai dan ulama,” ujarnya.
Sementara itu, Paur Humas Polres Jember, Ipda Azazim, menyatakan pihaknya masih menunggu instruksi resmi dari Polda Jawa Timur perihal sound horeg.
Saat ini, kepolisian hanya sebatas memberikan imbauan kepada masyarakat agar tidak menggelar acara dengan menggunakan sound horeg.
“Untuk sementara, kami hanya menyarankan masyarakat agar tidak menyelenggarakan event dengan sound horeg, sambil menunggu arahan dari Polda Jatim,” ungkapnya. (*)
Editor: Mohammad S
Publisher: Keyra