Lumajang, – Di tengah lanskap alam yang memukau, dari Tumpak Sewu yang megah hingga perbukitan B-29 yang diselimuti kabut pagi, ratusan anak muda berkumpul membawa satu alat yang bisa mengubah masa depan Lumajang yakni, kamera.
Forum Asosiasi Fotografer Indonesia (FAFI) memilih Bumi Perkemahan Glagah Arum sebagai tempat penyelenggaraan lomba fotografi nasional, yang secara simbolis dan strategis menjadi titik temu antara kreativitas dan potensi lokal.
Namun lebih dari sekadar lomba, acara ini menjadi ruang belajar dan ekspresi, terutama bagi generasi muda Lumajang.
Wakil Bupati Lumajang, Yudha Adji Kusuma dalam sambutannya menekankan kegiatan ini bukan hanya soal kompetisi seni, tapi juga momen penting bagi anak muda untuk melihat daerahnya dari lensa yang baru secara harfiah.
“Panjenengan (Anda) semua adalah narator visual kami. Kamera panjangan bukan sekadar alat komunikasi, tetapi jendela yang bisa menghidupi narasi, mengangkat potensi daerah, dan menginspirasi perubahan,” kata Yudha dalam sambutannya, Minggu (20/7/25).
Dalam dunia yang makin terdigitalisasi, Yudha melihat peran anak muda sangat sentral. Ia mengajak generasi baru Lumajang untuk tidak ragu tampil, bercerita, dan menarasikan kampung halamannya melalui karya visual.
“Pemerintah daerah, akan terus membuka ruang dan mendukung upaya-upaya kreatif yang berdampak sosial dan ekonomi,” ungkapnya.
Kata dia, fotografi kini bukan lagi sekadar hobi. Di era media sosial, satu unggahan yang kuat bisa menarik perhatian dunia. Gambar yang indah, jujur, dan orisinil dari mata anak muda bisa membentuk persepsi baru tentang Lumajang, sebuah kabupaten yang selama ini tersembunyi di balik gemerlap pariwisata kota besar. “Tapi memiliki alam dan budaya yang tak kalah menakjubkan,” jelasnya.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lumajang menyadari bahwa mendukung kegiatan seni visual seperti ini bukan hanya soal pencitraan, tapi investasi jangka panjang.
Menurutnya, kreativitas, jika diberi ruang dan dukungan, akan tumbuh menjadi industri yang berkelanjutan. Di balik lensa anak muda, tersembunyi potensi ekonomi digital, mulai dari pariwisata berbasis komunitas, hingga peluang monetisasi konten di media sosial dan platform digital.
“Ini bukan even terakhir. Kami akan terus hadir bersama Panjenengan semua, karena kami yakin bahwa masa depan Lumajang juga tergantung dari cara generasi mudanya bercerita dan berkarya,” tegasnya.
Di samping itu, banyak peserta muda yang hadir dari desa-desa sekitar membawa kisah mereka masing-masing. Mereka bukan hanya berburu cahaya, tapi juga merekam kehidupan, seperti petani di kaki Gunung Semeru, anak-anak yang bermain di sungai, ritual adat yang berlangsung di tengah kabut.
“Saya baru sadar tempat saya sekeren ini setelah saya motret. Selama ini saya pikir enggak ada yang bisa diceritain dari desa saya, tapi pas lihat hasil fotonya, ternyata desa saya punya pesona sendiri,” pungkas Raka, peserta dari Desa Pasrujambe. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Keyra