Lumajang, – Mitigasi bencana tak bisa berdiri sendiri. Rambu hanyalah salah satu bagian dari ekosistem yang lebih besar yang mencakup edukasi, infrastruktur, pemetaan risiko, dan teknologi.
Di Kabupaten Lumajang, upaya ini mulai dijahit menjadi satu sistem yang menyatu. Perlahan namun pasti, pemerintah daerah dan warga setempat mulai membangun ketangguhan dari bawah, di tengah ancaman perubahan iklim yang kian kompleks.
Banjir yang semakin sering datang bukan hanya soal cuaca ekstrem, tapi juga pertanda sebagai tata ruang dan sistem mitigasi harus diperbarui.
BPBD Lumajang tak hanya mengandalkan insting lapangan, tapi mulai menggabungkan data curah hujan historis, prediksi BMKG, dan pola banjir tahunan untuk menyusun peta kerentanan yang lebih akurat.
“Data klimatologis menjadi dasar penting. Kita lihat korelasi antara pola hujan dan titik-titik rawan banjir. Dari situ kita bisa tahu, bukan hanya di mana harus memasang rambu, tapi juga ke mana warga harus diarahkan saat evakuasi,” kata Plt. Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Lumajang, Erry Wahyu Kartika, Rabu (16/7/25).
Di samping itu, rambu-rambu evakuasi yang dipasang di lima desa rawan bukan sekadar papan petunjuk arah. Ia menjadi representasi fisik dari rencana evakuasi yang telah disusun, diuji, dan dipahami oleh warga setempat.
“Rambu tanpa jalan yang aman bisa menyesatkan saat darurat. Inilah tantangan sinergi lintas sektor,” kata Erry. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Keyra