Lumajang, – Sebuah mesin penggiling padi yang seharusnya mempermudah hasil panen dibiarkan mangkrak hingga sekitar 10 tahun.
Mesin padi tersebut dibiarkan teronggok di bawah menara telekomunikasi di Desa Grati, Kecamatan Sumbersuko, Kabupaten Lumajang.
Mesin combine kecil ini menjadi simbol dari kelalaian dalam pengawasan dan tanggung jawab terhadap bantuan alat pertanian oleh Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Lumajang.
Ketua Himpunan Kelompok Tani Indonesia (HKTI) Lumajang, Ishak Subagio mengatakan, combine tersebut adalah mesin panen padi berukuran kecil yang digerakkan oleh mesin diesel 8 PK.
Kata dia, bantuan ini awalnya ditujukan untuk kelompok tani (poktan) di Desa Grati agar proses panen menjadi lebih efisien. Namun kenyataannya, sejak diberikan, alat tersebut tidak pernah difungsikan secara optimal.
Kini, kondisinya memprihatinkan, tidak terawat, berkarat, dan ditinggalkan begitu saja.
“Combine itu bisa dibilang sudah jadi besi tua. Tidak ada perawatan, tidak ada yang pakai. Cuma ditaruh begitu saja di bawah tower,” kata Ishak, Selasa (15/7/25).
Kata dia, kondisi serupa tak hanya ditemukan di Desa Grati. Di KUD Labruk, alat selepan gabah hasil bantuan juga dibiarkan menganggur.
Padahal, alat tersebut memiliki potensi untuk membantu proses penggilingan gabah secara mandiri dan meningkatkan nilai tambah hasil panen petani.
“Ini bukan soal satu atau dua lokasi. Dari hasil pemantauan kami, fenomena bantuan yang tidak dimanfaatkan atau bahkan diperjualbelikan itu cukup masif,” tambah Ishak.
Salah satu penyebab utama dari pembiaran ini adalah lemahnya pengawasan dari instansi terkait. Ishak menyebutkan, DKPP Lumajang tidak memiliki sistem monitoring berkelanjutan. Pengawasan hanya dilakukan ketika ada audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Kalau tidak ada pemeriksaan, ya los. Tidak ada yang turun ke lapangan untuk mengecek barang-barang ini. Bantuan hanya seremonial, begitu dibagi, selesai,” pungkasnya. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Keyra