Menu

Mode Gelap
Infrastruktur Belum Siap, Lumajang Absen dari Peluncuran Serentak Sekolah Rakyat Belum Ditemukan, Keluarga Korban Perahu Terbalik di Lekok Masih Berharap Korban Selamat Pendaki Muda Hilang Setelah Bertingkah Aneh, Ditemukan Lemas di Lereng Gunung Lemongan Hari Pertama Sekolah Rakyat di Kota Probolinggo, Siswa Ikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah Perahu Rombongan Pemancing Terbalik di Perairan Lekok Pasuruan, Dua Orang Tewas, Tiga Masih Hilang Marak Begal, Curanwan, dan Curanmor: Gus Darwis: NU Lumajang Siap Turun ke Gelanggang

Ekonomi · 16 Mar 2025 11:11 WIB

Sejarah Panjang Lumajang, dari Petani hingga Bentuk Koperasi Lawan Monopoli Perdagangan Belanda


					Bupati Lumajang dan buku Sejarah Koperasi Indonesia. Perbesar

Bupati Lumajang dan buku Sejarah Koperasi Indonesia.

Lumajang, – Sebelum berdirinya koperasi di Indonesia, tentu tidak luput dengan sejarah panjang yang membuat perkoperasian tetap utuh hingga saat ini.

Di mana, pada saat penjajah Belanda koperasi menjadi bagian integral dari upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Bahkan, koperasi yang dibentuk pada saat penjajahan Belanda sebagai bentuk respon perlawanan rakyat Indonesia terhadap ekonomi yang sulit didapatkan oleh pribumi.

Pada saat itu, petani kesulitan untuk mendapatkan ekonomi karena dieksploitasi oleh negeri Kincir Angin itu. Adanya harga pokok yang tinggi, bunga pinjaman yang mencekik, dan monopoli perdagangan membuat rakyat Indonesia mencari solusi alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.

Ide koperasi mulai dibentuk sebagai perlawanan rakyat Indonesia terhadap kroni-kroni Belanda. Kroni yang dimaksud adalah pribumi yang bersekutu dengan Belanda.

Namun, siapa sangka, jejak perjuangan gerakan koperasi di Indonesia tidak bisa dilepas dari peran Kabupaten Lumajang. Pada saat itu, Kabupaten Lumajang menjadi salah satu bagian terpenting dalam melawan monopoli perdagangan yang dibuat oleh Belanda.

Salah satu bukti sejarahnya adalah lumbung “Rukun Tani” di Desa Rowokangkung, yang dikelola dalam naungan organisasi Parindra pada tahun 1930-an.

Lumbung ini bukan sekadar tempat menyimpan hasil panen, tetapi juga simbol kemandirian petani dalam melawan ketidakadilan ekonomi pada masa itu.

Dalam buku “Sepuluh Tahun Koperasi (1930–1940)” karya R.M. Margono Djojohadikusumo, kakek dari Presiden Prabowo Subianto, pendiri Bank Negara Indonesia (BNI), dan mantan Ketua Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia, dijelaskan bahwa gerakan koperasi di Indonesia menghadapi tantangan besar, seperti minimnya badan pusat dan regulasi yang jelas.

Namun, semangat gotong royong tetap hidup dan mengakar kuat di berbagai daerah, termasuk Lumajang. Pada masa itu, koperasi bukan sekadar strategi ekonomi, tetapi juga alat perjuangan rakyat dalam menghadapi dominasi ekonomi kolonial.

Menanggapi hal itu, Bupati Lumajang, Indah Amperawati mengatakan, nilai-nilai perjuangan yang diwariskan para pendahulu harus menjadi inspirasi bagi masyarakat saat ini.

“Jika dulu koperasi menjadi alat perjuangan ekonomi rakyat dalam menghadapi kolonialisme, sekarang koperasi harus menjadi kekuatan rakyat dalam menghadapi tantangan ekonomi modern,” katanya, Minggu (16/3/25).

Wanita yang akrab disapa Bunda Indah itu, akan mengembangkan koperasi sebagai bagian dari strategi pembangunan ekonomi daerah.

Dengan menyesuaikan diri terhadap era digital, koperasi di Lumajang kini diarahkan untuk mengadopsi teknologi modern dalam pengelolaannya.

“Hal ini mencakup digitalisasi layanan koperasi, pendampingan bagi UMKM berbasis koperasi, serta integrasi koperasi dalam rantai pasok industri lokal,” kata Bunda Indah.

Sebagai bagian dari penguatan koperasi, Pemkab Lumajang mendukung konsep Koperasi Merah Putih, yang menekankan nasionalisme ekonomi dan kemandirian berbasis gotong royong. Model ini menghidupkan kembali semangat kebersamaan yang dulu diperjuangkan oleh para pendiri koperasi Indonesia.

“Koperasi Merah Putih bukan sekadar wadah ekonomi, tetapi juga menjadi simbol kebangkitan ekonomi berbasis kerakyatan, sebagaimana yang diperjuangkan sejak era kolonial,” jelasnya.

Dari lumbung Rukun Tani hingga Koperasi Merah Putih, Lumajang telah menunjukkan bahwa koperasi bukan sekadar sistem ekonomi, melainkan warisan perjuangan yang harus terus dijaga dan dikembangkan demi kesejahteraan rakyat. (*)

 


Editor: Ikhsan Mahmudi

Publisher: Keyra


Artikel ini telah dibaca 43 kali

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Piodalan di Pura Mandhara Giri Semeru Agung Gerakkan Ekonomi Warga Senduro

13 Juli 2025 - 14:49 WIB

Kunjungi Jember, Wamentan Dorong Peningkatan Produksi Padi

11 Juli 2025 - 20:41 WIB

Piwadalan di Pura Senduro Lumajang Jadi Simpul Tumbuhnya Ekonomi Inklusif

11 Juli 2025 - 14:20 WIB

Serangan Wereng Meluas, 11 Kecamatan di Lumajang Terancam Gagal Panen

10 Juli 2025 - 09:39 WIB

Stok Beras di Pasar Tanjung Jember Menipis, Pedagang Hanya Andalkan Stok Sisa

9 Juli 2025 - 20:29 WIB

Tak Mampu Tekan HPP, Penggilingan Padi di Pasuruan Pilih Hentikan Produksi

3 Juli 2025 - 18:55 WIB

Pasar Maron Probolinggo Siap Tingkatkan Daya Saing, Jual Produk Olahraga Jadi Daya Tarik Baru

3 Juli 2025 - 15:12 WIB

Petik Merah, Kopi Senduro Jadi Andalan Lumajang

3 Juli 2025 - 10:33 WIB

Target Luas Tanam Tembakau di Probolinggo Naik, Diprediksi Tembus 17 Ribu Ton

29 Juni 2025 - 17:19 WIB

Trending di Ekonomi