Probolinggo – Karapan sapi merupakan tradisi asli Madura, yang juga digemari di daerah Pendalungan seperti, di Probolinggo. Di balik tradisi balap sapi ini, terdapat joki cilik bayaran yang mengendalikan sapi agar melaju dengan kencang.
Menjadi seorang joki karapan sapi ini tidaklah mudah. Selain harus memiliki keterampilan mengendalikan sapi serta nyali tinggi, seorang joki harus memiliki perawakan kecil.
Hal ini agar sapi yang turun di ajang karapan sapi dapat berlari maksimal dengan beban yang ringan.
Rata-rata seorang joki karapan sapi ini merupakan bocah berusia 10 hingga 15 tahun. Biasanya pemilik sapi menggaet joki-joki cilik yang sudah berpengalaman dengan bayaran yang lumayan.
Di ajang perlombaan karapan sapi yang digelar di Desa Tempuran, Kecamatan Bantaran, banyak joki-joki cilik yang digaet pemilik sapi untuk menjoki sapinya. Bahkan, selain mendapat bayaran yang lumayan, joki cilik ini akan mendapat bonus jika sapi yang ia joki keluar menjadi pemenang.
Salah satu joki cilik ini bernama Yusuf Ismail Nafani (10), warga Triwung Lor, Kecamatan Kademangan. Ia mengaku, sudah dua tahun ini menjadi joki karapan sapi.
Awalnya sejak kecil ia sering menyaksikan karapan sapi hingga akhirnya tertarik dan belajar menjadi joki.
“Sejak bisa menjadi joki, rasa takut saat berada di atas sapi ini hilang, serta selama menjadi joki saya berhasil juara, salah satunya di even karapan sapi beberapa waktu yang laku yang juga dilaksanakan di lapangan Desa Tempuran,” ujarnya.
Dari pengalaman itulah, akhirnya beberapa pemilik sapi menggaet Yusuf. Pada perlobaan karapan sapi di Desa Tempuran ia dipercaya menjoki sapi milik peserta yang juga asal Triwung Lor.
“Pada hari ini saya menjadi joki peserta asal Triwung Lor, dan mendapat bayaran Rp50 hingga Rp100 ribu untuk sekali lomba. Selain itu, jika nantinya sapi yang saya joki juara, maka akan ada tambahan biasanya sampai Rp500 ribu. Uang tersebut selain digunakan untuk sekolah, juga ditabung untuk beli sapi,” katanya.
Hal senada disampaikan joki cilik asal Kecamatan Gumukmas, Kabupaten Jember, Muhammad Jefri Adriansyah (12). Ia belajar mengendalikan sapi karapan ini sejak usia delapan tahun. Selama belajar serta saat berlomba, ia mengaku, sering menemukan kesulitan.
“Setelah belajar menjadi joki selama empat tahun, saya sering dipercaya, salah satunya pada perlombaan di Bantaran ini. Untuk sekali lomba saya mendapat bayaran sebesar 200 ribu, dan akan diberi tambahan jika sapi yang saya joki menang. Uang bayaran tersebut saya gunakan untuk jajan,” ujarnya. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Zainul Hasan R.